Rabu, 31 Januari 2018

PERALATAN MEDIS DAN ALAT KESEHATAN HABIS PAKAI

Rumah sakit melaksanakan identifikasi prosedur dan kegiatan penunjang pelayanan yang berisiko infeksi serta menerapkan strategi untuk menurunkan risiko infeksi.

Maksud dan Tujuan

Rumah sakit melakukan asesmen dan memberi asuhan kepada pasien dengan menggunakan banyak proses sederhana maupun kompleks masing-masing dengan tingkatan risiko infeksi terhadap pasien dan staf, misalnya pencampuran obat suntik, pemberian suntikan, terapi cairan, pungsi lumbal, dan sebagainya. Dalam hal ini sangat penting mengukur dan mengkaji proses tersebut serta melaksanakan regulasi, pelatihan, edukasi, dan kegiatan berdasar atas bukti pelaksanaan yang telah dirancang untuk menurunkan risiko infeksi.
  
Rumah sakit juga melakukan asesmen risiko terhadap kegiatan penunjang di rumah sakit yang harus mengikuti prinsip-prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi serta melaksanakan strategi untuk menurunkan risiko infeksi, namun tidak terbatas pada
  • sterilisasi alat;
  • pengelolaan linen/londri;
  • pengelolaan sampah;
  • penyediaan makanan;
  • kamar jenazah.

Elemen Penilaian

  1. Rumah sakit menetapkan risiko infeksi pada prosedur dan proses asuhan invasif yang berisiko infeksi serta strategi untuk menurunkan risiko infeksi.(R) 
  2. Ada bukti identifikasi prosedur dan proses asuhan invasif serta strategi untuk menurunkan risiko infeksi.(D,W)
  3. Rumah sakit melaksanakan strategi untuk menurunkan risiko infeksi pada prosedur dan proses asuhan invasif yang berisiko infeksi.(D,O,W,S)
  4. Rumah sakit telah melaksanakan kegiatan pelatihan untuk menurunkan risiko infeksi di dalam proses-proses kegiatan tersebut.(D,W)
Risiko infeksi dapat ditekan melalui kegiatan dekontaminasi, pre-cleaning, cleaning, disinfeksi, dan sterilisasi. Pembersihan alat kesehatan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan-undangan meliputi

  • kritikal, untuk alat kesehatan yang digunakan untuk jaringan steril atau sistem darah dengan menggunakan teknik sterilisasi seperti instrumen operasi;
  • semikritikal, berkaitan dengan mukosa menggunakan disinfeksi tingkat tinggi (DTT) seperti naso gastric tube (NGT) dan alat endoskopi;
  • nonkritikal, untuk peralatan yang dipergunakan pada permukaan tubuh memakai disinfeksi tingkat rendah seperti tensimeter dan termometer.
Bahan medis habis pakai(BMHP) yang steril seperti kateter, benang, dan sebagainya ditentukan tanggal habis pakainya. Jika waktu habis pakainya sudah lewat maka produsen barang tidak menjamin sterilitas, keamanan, atau stabilitasnya. Beberapa bahan medis habis pakai berisi pernyataan bahwa barang tetap steril sepanjang kemasan masih utuh tidak terbuka.
Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses mengelola BMHP yang sudah habis waktu pakainya. Beberapa alat sekali pakai tertentu dapat digunakan lagi dengan persyaratan spesifik tertentu.

Rumah sakit menetapkan ketentuan tentang penggunaan kembali alat sekali pakai sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan standar profesional, termasuk penetapan meliputi
  1. alat dan material yang dapat dipakai kembali;
  2. jumlah maksimum pemakaian ulang dari setiap alat secaraspesifik;
  3. identifikasi kerusakan akibat pemakaian dan keretakan yang menandakan alat tidak dapat dipakai; 
  4. proses pembersihan setiap alat yang segera dilakukan sesudah pemakaian dan mengikuti protokol yang jelas;
  5. pencantuman identifikasi pasien pada bahan medis habis pakai untuk hemodialisis;
  6. pencatatan bahan medis habis pakai yang reuse di rekammedis;
  7. evaluasi untuk menurunkan risiko infeksi bahan medis habis pakai yang di-reuse.
Ada 2 (dua) risiko jika menggunakan lagi (reuse) alat sekali pakai. Terdapat risiko tinggi terkena infeksi dan juga terdapat risiko kinerja alat tidak cukup atau tidak dapat terjamin sterilitas serta fungsinya.

Sumber : Pedoman Akreditasi Rumah Sakit KARS
Share

PELAPORAN DAN ANALISIS INSIDEN KESELAMATAN PASIEN

Rumah sakit menetapkan sistem pelaporan insiden keselamatan pasien baik internal maupun eksternal.

Maksud dan Tujuan
Insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut insiden ialah setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien, terdiri atas kejadian tidak diharapkan, kejadian nyaris cedera, kejadian tidak cedera, ejadian potensial cedera, dan kejadian sentinel.
Pelaporan insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut pelaporan insiden ialah suatu sistem untuk mendokumentasikan laporan insiden keselamatan pasien, analisis, dan solusi untuk pembelajaran. Sistem pelaporan diharapkan dapat mendorong individu di dalam rumah sakit untuk peduli akan bahaya atau potensi
bahaya yang dapat terjadi pada pasien. Pelaporan juga penting digunakan untuk memonitor upaya pencegahan kesalahan (error) sehingga dapat mendorong dilakukan investigasi. Di sisi lain, pelaporan akan menjadi awal proses pembelajaran untuk mencegah kejadian yang sama terulang kembali.
Rumah sakit perlu menetapkan sistem pelaporan insiden antara lain meliputi
  1. kebijakan;
  2. alurpelaporan,
  3. formulirpelaporan;
  4. prosedurpelaporan;
  5. insiden yang harus dilaporkan, yaitu kejadian yang sudah terjadi, potensial terjadi, ataupun yang nyaris terjadi;
  6. siapa saja yang membuat laporan;
  7. batas waktu pelaporan.
Selain laporan internal, rumah sakit juga wajib membuat laporan ke Komite Nasional Keselamatan Pasien sesuai dengan peraturan perundangan-undangan dan dijamin keamanannya, bersifat rahasia, anonim (tanpa identitas), serta tidak mudah diakses oleh yang tidak berhak.
Dengan pelaporan ekternal tersebut maka berarti rumah sakit telah ikut berpartisipasi dalam penyediaan data nasional angka insiden keselamatan pasien, pembelajaran untuk meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien bagi rumah sakit lain, dan ditetapkannya langkah-langkah praktis keselamatan pasien untuk rumah sakit di Indonesia.

Elemen Penilaian
  1. Rumah sakit menetapkan regulasi sistem pelaporan insiden internal dan eksternal sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang meliputi butir 1 sampai dengan 7) pada maksud dan tujuan.(R)
  2. Ada bukti unit kerja telah melaporkan insiden keselamatan pasien.(D,W);
  3. Rumah saki tmengintegrasikan pelaporan kejadian dan pengukuran mutu agar solusi serta perbaikan yang dilakukan terintegrasi.(D,W)
  4. Ada bukti rumah sakit telah melaporan insiden keselamatan pasien setiap 6 bulan kepada representasi pemilik dan bila ada kejadian sentinel telah dilaporkan di setiap kejadian.
  5. Ada bukti rumah sakit telah melaporkan insiden keselamatan pasien kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien sesuai dengan peraturan perundang- undangan.(D,W)
Sumber : Pedoman Akreditasi Rumah Sakit KARS 

Seleksi Obat dan Pengadaan

Ada proses seleksi obat dengan benar yang menghasilkan formularium dan digunakan untuk permintaan obat serta instruksi pengobatan. Obat dalam formularium senantiasa tersedia dalam stok di rumah sakit atau sumber di dalam atau di luar rumah sakit.

Maksud dan Tujuan

Rumah sakit harus menetapkan formularium obat yang mengacu pada peraturan perundang-undangan. Formularium ini didasarkan atas misi rumah sakit, kebutuhan pasien, dan jenis pelayanan yang diberikan. Seleksi obat adalah suatu proses kerja sama yang mempertimbangkan baik kebutuhan dan keselamatan pasien maupun kondisi ekonominya. Apabila terjadi kehabisan obat karena keterlambatan pengiriman, stok nasional kurang, atau sebab lain yang tidak diantisipasi sebelumnya maka tenaga kefarmasian harus menginformasikan kepada profesional pemberi asuhan dan staf klinis pemberi asuhan lainnya tentang kekosongan obat tersebut serta saran substitusinya atau mengadakan perjanjian kerjasama dengan pihak luar.

Elemen Penilaian

  1. Ada regulasi organisasi yang menyusun formularium rumah sakit berdasar atas kriteria yang disusun secara kolaboratif sesuai dengan peraturan perundang- undangan.(R) 
  2. Ada bukti pelaksanaan apabila ada obat yang baru ditambahkan dalam formularium maka ada proses untuk memantau bagaimana penggunaan obat tersebut dan bila terjadi efek obat yang  tidak diharapkan, efek samping serta medication error. (D,W)
  3. Ada bukti implementasi untuk memantau kepatuhan terhadap formularium baik dari persediaan maupun penggunaanya.(D,W)
  4. Ada bukti pelaksanaan formularium sekurang-kurangnya dikaji setahun sekali berdasar atas informasi tentang keamanan dan efektivitas.(D,W)
Rumah sakit menetapkan proses pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, dan berkhasiat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Rumah sakit menetapkan regulasi untuk mendapatkan obat bila sewaktu-waktu obat tidak tersedia.

Maksud dan Tujuan PKPO 2.1 sampai dengan PKPO 2.1.1
Rumah sakit menetapkan regulasi dan proses pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Adakalanya sediaan farmasi, alatkesehatan, dan bahan medis habis pakai tidak ada dalam stok atau tidak tersedia saat dibutuhkan. Rumah sakit harus menetapkan regulasi dan proses untuk pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, serta berkhasiat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 


Elemen Penilaian PKPO2.1
 
  1. Ada regulasi pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, serta berkhasiat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  2. Ada bukti bahwa manajemen rantai pengadaan (supply chain management) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  3. Ada bukti pengadaan obat berdasar atas kontrak.
Elemen Penilaian PKPO 2.1.1 
  1. Ada regulasi pengadaan bila sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai tidak ada dalam stok atau tidak tersedia saat dibutuhkan.(R)
  2. Ada bukti pemberitahuan kepada staf medis serta saran substitusinya.(D,W)
  3. Ada bukti bahwa staf memahami dan mematuhi regulasi tersebut. (D,W
Sumber : Pedoman Akreditasi Rumah Sakit KARS 

Asuhan Pasien Bedah

Asuhan setiap pasien bedah direncanakan berdasar atas hasil asesmen dan dicatat dalam rekam medis pasien.

Maksud dan Tujuan

Karena prosedur bedah mengandung risiko tinggi maka pelaksanaannya harus direncanakan dengan saksama. Asesmen prabedah (berbasis IAR) menjadi acuan untuk menentukan jenis tindakan bedah yang tepat dan mencatat temuan penting.
Hasil asesmen memberikan informasi tentang
  1. tindakan bedah yang sesuai dan waktu pelaksanaannya;
  2. melakukan tindakan dengan aman;dan
  3. menyimpulkan temuan selama monitoring.
Pemilihan teknik operasi bergantung pada riwayat pasien, status fisik, data diagnostik, serta manfaat dan risiko tindakan yang dipilih.
Pemilihan tindakan juga mempertimbangkan asesmen waktu pasien masuk dirawat inap, pemeriksaan diagnostik, dan sumber lainnya. Proses asesmen dikerjakan segera pada pasien darurat. 
Asuhan untuk pasien bedah dicatat di rekam medis. Untuk pasien yang langsung dilayani oleh dokter bedah, asesmen prabedah menggunakan asesmen awal rawat inap, pada pasien yang diputuskan dilakukan pembedahan dalam proses perawatan. Asesmen dicatat dalam rekam medis, sedangkan pasien yang dikonsultasikan di tengah perawatan oleh dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) lain dan diputuskan operasi maka asesmen prabedah juga dicatat di rekam medis (dengan isi berbasis IAR) sesuai dengan regulasi rumah sakit. Hal ini termasuk diagnosis praoperasi dan pasca operasi serta nama tindakan operasi.

Elemen Penilaian

  1. Ada regulasi asuhan setiap pasien bedah direncanakan berdasar atas informasi dari hasil asesmen.(R)
  2. Diagnosis praoperasi dan rencana operasi dicatat di rekam medik pasien oleh dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) sebelum operasi dimulai.(D,W)
  3. Hasil asesmen yang digunakan untuk menentukan rencana operasi dicatat oleh dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) di rekam medis pasien sebelum operasi dimulai. 
Pasien, keluarga, dan mereka yang memutuskan menerima cukup penjelasan untuk berpartisipasi dalam keputusan asuhan pasien dan memberikan persetujuan yang dibutuhkan seperti di HPK 5.2. Untuk memenuhi kebutuhan pasien maka penjelasan tersebut diberikan secara terintegrasi oleh para profesional pemberi asuhan (PPA) terkait dibantu oleh manajer pelayanan pasien (MPP).
Informasi itu memuat
  • risiko dari rencana tindakan operasi;
  • manfaat dari rencana tindakan operasi;
  • kemungkinan komplikasi dan dampak;
  • pilihan operasi atau non operasi (alternatif) yang tersedia untuk menangani pasien;
  • sebagai tambahan jika dibutuhkan darah atau produk darah, sedangkan risiko dan alternatifnya didiskusikan.
Dokter bedah yang kompeten dan berwenang serta PPA yang terkait memberikan informasi ini.

Sumber : Pedoman Akreditasi Rumah Sakit KARS

Pemulangan Dari Rumah Sakit(DISCHARGE)

Rumah sakit menetapkan regulasi melaksanakan proses pemulangan pasien (discharge) dari rumah sakit berdasar atas kondisi kesehatan pasien dan kebutuhan kesinambungan asuhan atau tindakan.

Maksud Dan Tujuan
Merujuk atau mengirim pasien ke praktisi kesehatan di luar rumah sakit, unit pelayanan lain, rumah, atau keluarga didasarkan atas kondisi kesehatan pasien dan kebutuhannya untuk memperoleh kesinambungan asuhan.Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) dan profesional pemberi asuhan (PPA) lainnya yang bertanggung jawab atas asuhan pasien menentukan kesiapan pasien keluar rumah sakit berdasar

atas kebijakan, kriteria, dan indikasi rujukan yang ditetapkan rumah sakit. Kebutuhan kesinambungan asuhan berarti rujukan ke dokter spesialis, rehabilitasi fisik, atau bahkan kebutuhan upaya preventif di rumah yang dikoordinasikan oleh keluarga pasien. Diperlukan proses yang terorganisir dengan baik untuk memastikan bahwa kesinambungan asuhan dikelola oleh praktisi kesehatan atau oleh sebuah organisasi di luar rumah sakit. Pasien yang memerlukan perencanaan pemulangan pasien (discharge planning) maka rumah sakit mulai merencanakan hal tersebut sedini- dininya yang sebaiknya untuk menjaga kesinambungan asuhan dilakukan secara terintegrasi melibatkan semua profesional pemberi asuhan(PPA) terkait/relevanserta difasilitasi oleh manajer pelayanan pasien (MPP). Keluarga dilibatkan dalam proses ini sesuai dengan kebutuhan (lihat juga AP1.8).

Rumahsakit dapat menetapkan regulasi tentang kemungkinan pasien diizinkan keluar rumah sakit dalam jangka waktu tertentu untuk keperluanpenting.

Dibutuhkan perencanaan untuk mengatur tindaklanjut pemulangan pasien kepraktisi kesehatan atau organisasi lain yang dapat memenuhi kebutuhan kesinambungan asuhan pasien.Rumah sakit yang berada dikomunitas tempat praktisi kesehatan juga berada didalamnya membuat kerjasama formal dan informal. Jika pasien berasal dari komunitas/daerah lain maka rumah sakit akan merujuk pasien ke praktisi kesehatan yang berasal dari komuitas tempat pasien tinggal.

Mungkin juga, pasien membutuhkan pelayanan dukungan dan pelayanan kesehatan pada waktu pasien keluar dari rumah sakit (discharge). Misalnya, pasien mungkin membutuhkan bantuan sosial, nutrisi, keuangan, psikologi, atau bantuan lain pada waktu pasien keluar rumahsakit. Proses perencanaan pemulangan pasien(discharge planning) dilakukan secara terintegrasi melibatkan semua profesional pemberi asuhan (PPA) terkait serta difasilitasi oleh manajer pelayanan pasien (MPP) memuat bentuk bantuan pelayanan yang dibutuhkan dan ketersediaan bantuan yang dimaksud.

Elemen Penilaian

  • Ada regulasi tentang pemulangan pasien disertai kriteria pemulangan pasien dan pasien yang rencana pemulangannya kompleks (discharge planning) untuk kesinambungan asuhan sesuai dengan kondisi kesehatan dan kebutuhan pelayanan pasien.(R)
  • Ada bukti pemulangan pasien sesuai dengan kriteria pemulangan pasien.(D,W)
  • Ada regulasi yang menetapkan kriteria tentang pasien yang diizinkan untuk keluar meninggalkan rumah sakit selama periode waktu tertentu.(R)
  • Ada bukti pelaksanaan tentang pasien yang diizinkan untuk keluar meninggalkan rumah sakit selama periode waktu tertentu.(D,W)
Sumber : Pedoman Akreditasi Rumah Sakit KARS

PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU DAN BAYI SERTA PENINGKATAN KESEHATAN IBU DAN BAYI

Rumah sakit melaksanakan program PONEK 24 jam di rumah sakit beserta monitoring dan evaluasinya.

Rumah sakit menyiapkan sumber daya untuk penyelenggaraan pelayanan PONEK.
Rumah sakit melaksanakan pelayanan rawat gabung, mendorong pemberian ASI ekslusif, melaksanakan edukasi dan perawatan metode kangguru pada bayi berat badan lahir rendah (BBLR). 

Maksud dan Tujuan
Mengingat kematian bayi mempunyai hubungan erat  dengan  mutu  penanganan ibu hamil dan melahirkan, maka proses antenatal care, persalinan dan perawatan bayi harus dilakukan dalam sistem terpadu di tingkat nasional dan regional.

Pelayanan obstetri dan neonatal regional merupakan upaya penyediaan pelayanan bagi ibu dan bayi baru lahir secara terpadu dalam bentuk Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) di Rumah Sakit dan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di tingkat Puskesmas.
Rumah Sakit PONEK 24 Jam merupakan bagian dari sistem rujukan dalam pelayanan kedaruratan dalam maternal dan neonatal, yang sangat berperan dalam menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir.

Kunci keberhasilan PONEK adalah ketersediaan tenaga-tenaga kesehatan yang sesuai kompetensi, prasarana, sarana dan manajemen yang handal.

Rumah sakit dalam melaksanakan program PONEK sesuai dengan pedoman PONEK yang berlaku, dengan langkah-langkah pelaksanaan sebagai berikut:
  1. melaksanakan dan menerapkan standar pelayanan perlindungan ibu dan bayi secara terpadu dan paripurna.
  2. mengembangkan kebijakan dan SPO pelayanan sesuai dengan standar
  3. meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan bayi termasuk kepedulian terhadap ibu dan bayi.
  4. meningkatkan kesiapan rumah sakit dalam melaksanakan fungsi pelayanan obstetrik dan neonatus termasuk pelayanan kegawat daruratan (PONEK 24 jam)
  5. meningkatkan fungsi rumah sakit sebagai model dan pembina teknis dalam pelaksanaan IMD dan pemberian ASI Eksklusif
  6. meningkatkan fungsi rumah sakit sebagai pusat rujukan pelayanan kesehatan ibu dan bayi bagi sarana pelayanan kesehatan lainnya.
  7. meningkatkan fungsi rumah sakit dalam Perawatan Metode Kangguru (PMK) pada BBLR.
  8. melaksanakan sistem monitoring dan evaluasi pelaksanaan program RSSIB 10 langkah menyusui dan peningkatan kesehatanibu
  9. ada regulasi rumah sakit yang menjamin pelaksanaan PONEK 24 jam, meliputi pula pelaksanaan rumah sakit sayang ibu dan bayi, pelayanan ASI eksklusif (termasuk IMD), pelayanan metode kangguru, dan SPO Pelayanan Kedokteran untuk pelayanan PONEK 
  10. dalam rencana strategis (Renstra), rencana kerja anggaran (RKA) rumah sakit, termasuk upaya peningkatan pelayanan PONEK 24jam
  11. tersedia ruang pelayanan yang memenuhi persyaratan untuk PONEK antara lain rawat gabung
  12. pembentukan tim PONEK
  13. tim PONEK mempunyai program kerja dan bukt ipelaksanaannya
  14. terselenggara pelatihan untuk meningkatan kemampuan pelayanan PONEK 24 jam, termasuk stabilisasi sebelum dipindahkan
  15. pelaksanaan rujukan sesuai peraturan perundangan
  16. pelaporan dan analisis meliputi:
  • angka keterlambatan operasi operasi section caesaria (SC) ( > 30 menit)
  • angka keterlambatan penyediaan darah ( > 60menit)
  • angka kematian ibu dan bayi
kejadian tidak dilakukannya inisiasi menyusui dini (IMD) pada bayi baru lahir

Elemen Penilaian Standar 1 
  1. Ada regulasi rumah sakit tentang pelaksanaan PONEK 24 jam di rumah sakit dan ada rencana kegiatan PONEK dalam perencanaan rumah sakit.(R)
  2. Ada bukti keterlibatan pimpinan rumah sakit di dalam menyusun kegiatan PONEK.(D,W)
  3. Ada bukti upaya peningkatan kesiapan rumah sakit dalammelaksanakan fungsi pelayanan obstetrik dan neonatus termasuk pelayanan kegawat daruratan (PONEK 24 Jam).(D,W)
  4. Ada bukti pelaksanaan rujukan dalam rangka PONEK (lihat juga ARK.5). (D,W)
  5. Ada bukti pelaksanaan sistem monitoring dan evaluasi program rumah sakit sayang ibu dan bayi (RSSIB).(D,W)
  6. Ada bukti pelaporan dan analisis yang meliputi 1 sampai dengan 4 dimaksud dan tujuan.(D,W)
Sumber : Pedoman Akreditasi Rumah Sakit KAR

STAF KLINIS PEMBERI ASUHAN LAINNYA DAN STAF KLINIS LAINNYA

Rumah sakit mempunyai proses yang efektif untuk mengumpulkan, verifikasi, dan mengevaluasi kredensial profesional pemberi asuhan (PPA) lainnya dan staf klinis lainnya (pendidikan, registrasi, izin, kewenangan, pelatihan, dan pengalaman).

Maksud dan Tujuan KKS

Rumahsakit perlu memastikan mempunyai professional pemberi asuhan(PPA) lainnya dan staf klinis lainnya yang kompeten sesuai dengan misi, sumber daya, dan kebutuhan pasien. Profesional pemberi asuhan (PPA) lainnya dan staf klinis lainnya bertanggung jawab memberikan asuhan pasien secara langsung. Sebagai tambahan, asuhan memberikan kontribusi terhadap outcome pasien secara keseluruhan.Rumah sakit harus memastikan bahwa profesional pemberi asuhan (PPA) lainnya dan staf klinis lainnya yang kompeten untuk memberikan asuhan dan harus spesifik terhadap jenis asuhan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Rumah sakit memastikan bahwa setiap profesional pemberi asuhan (PPA) lainnya dan staf klinis lainnya yang kompeten memberikan asuhan, baik mandiri, kolaborasi, delegasi, serta mandat kepada pasien secara aman dan efektif dengancara:
  • memahami peraturan dan perundang-undangan terkait profesional pemberi asuhan (PPA) lainnya dan staf klinis lainnya dan praktik profesinya;
  1. mengumpulkan semua kredensial yang ada untuk setiap profesional pemberi asuhan (PPA) lainnya dan staf klinis lainnya sekurang- kurangnya meliputi
  2. bukti pendidikan, registrasi, izin, kewenangan, pelatihan serta pengalaman terbaru, dan diverifikasi dari sumberaslinya;
  3. bukti kompetensi terbaru melalui informasi dari sumber lain di tempat profesional pemberi asuhan(PPA) lainnya dan staf klinis lainnya pernah bekerja sebelumnya;
  4. surat rekomendasi dan/atau informasi lain yang mungkin diperlukan rumah sakit, antara lain riwayat kesehatan dansebagainya;
  • rumah sakit perlu melakukan setiap upaya untuk memverifikasi informasi penting dari berbagai sumber dengan jalan mengecek ke website resmi dari institusi pendidikan pelatihan, melalui email, surat tercatat. Pemenuhan standar mensyaratkan verifikasi sumber utama dilaksanakan untuk profesional pemberi asuhan (PPA) lainnya dan staf klinis lainnya yang akan dan sedang bekerja. Bila verifikasi tidak mungkin dilakukan seperti hilang karena bencana atau sekolahnya tutup maka hal ini didapat dari sumber resmilain.
Elemen Penilaian KKS
  1. Ada regulasi rumah sakit untuk proses yang efektif untuk mengumpulkan, verifikasi dan mengevaluasi kredensial profesional pemberi asuhan (PPA) lainnya dan staf klinis lainnya (pendidikan, registrasi, izin, kewenangan, pelatihan, dan pengalaman).(R)
  2. Tersedia dokumentasi pendidikan, registrasi, sertifikasi, izin, pelatihan, dan pengalaman.(D,W) 
  3. Terdapat pelaksanaan verifikasi dari sumber aslinya yang seragam.(D,W)
  4. Ada dokumen kredensial yang dipelihara dari setiap anggota profesional pemberi asuhan (PPA) lainnya dan staf klinis lainnya.(D,W)
Rumah sakit mempekerjakan atau dapat mengizinkan berbagai profesional pemberi asuhan (PPA) lainnya dan staf klinis lainnya untuk memberikan asuhan dan pelayanan kepada pasien atau berpartisipasi dalam proses asuhan pasien. Contohnya, para profesional ini termasuk bidan, nutrisionis, apoteker, fisioterapis, teknisi transfusi darah, penata anestesi, dan lainnya.

Rumah sakit memastikan bahwa profesional pemberi asuhan (PPA) lainnya dan staf klinis lainnya tersebut kompeten untuk memberikan asuhan yang aman dan efektif kepada pasien dengan
  • memahami peraturan dan perundang-undangan terkait profesional pemberi asuhan (PPA) lainnya dan staf klinislainnya;
  • mengumpulkan semua kredensial yang ada untuk setiap profesional pemberi asuhan (PPA) lainnya dan staf klinis lainnya sekurang-kurangnyameliputi:
  1. bukti pendidikan, registrasi, izin, kewenangan, pelatihan, dan pengalaman terbaru serta diverifikasi dari sumberaslinya;
  2. bukti kompetensi terbaru melalui informasi dari sumber lain di tempat profesional pemberi asuhan(PPA)lainnya dan staf klinis lainnya pernah bekerja sebelumnya;
  3. surat rekomendasi dan/atau informasi lain yang mungkin diperlukan rumah sakit, antara lain riwayat kesehatan dansebagainya;
  • melakukan setiap upaya memverifikasi informasi penting dari berbagai sumber dengan jalan mengecek ke website resmi dari institusi pendidikan pelatihan melalui email dan surat tercatat. Pemenuhan standar mensyaratkan verifikasi sumber aslinya dilaksanakan untuk profesional pemberi asuhan dan PPA lainnya yang akan dan sedang bekerja. Bila verifikasi tidak mungkin dilakukan seperti hilangnya dokumen karena bencana atau sekolahnya tutup maka hal ini dapat diperoleh dari sumber resmi lain. File kredensial setiap profesional pemberi asuhan dan PPA lainnya harus tersedia dan dipelihara serta diperbaharui secara berkala sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  Sumber : Pedoman Akreditasi Rumah Sakit KAR

PEMBERIAN KEWENANGAN KLINIS STAF MEDIS


Rumah sakit menetapkan proses yang seragam, objektif, dan berdasar bukti(evidence based) untuk memberikan wewenang kepada staf medis untuk menerima, menangani, dan memberikan layanan kliniks kepada pasien sesuai dengan kualifikasinya.

Maksud dan Tujuan KKS 10
Penentuan kompetensi seorang anggota staf medis terkait keputusan tentang layanan klinis yang diizinkan sering disebut dengan istilah pemberian kewenangan klinis dan penentuan ini merupakan keputusan yang sangat kritis bagi rumah sakit untuk melindungi keselamatan pasien dan juga mengembangkan mutu.

Pertimbangan pemberian kewenangan klinis pada penugasan (appointment) pertama adalah sebagai berikut:

  • keputusan tentang kewenangan klinis yang akan diberikan kepada seorang staf medis didasarkan terutama atas informasi dan dokumentasi yang diterima dari sumber luar rumah sakit. Sumber luar ini dapat berasal dari program pendidikan spesialis, surat rekomendasi dari penempatan sebagai staf medis yang lalu, atau dari organisasi profesi, kolega dekat, dan setiap data informasi yang mungkin diberikan kepada rumah sakit. Secara umum, sumber informasi ini terpisah dari yang diberikan oleh institusi pendidikan seperti program dokter spesialis, tidak diverifikasi dari sumber kecuali ditentukan lain oleh kebijakan rumah sakit, paling sedikit area kompetensi sudah dapat dianggap benar. Evaluasi praktik profesionalnya akan menjadi bahan validasi tentang kebenaran anggapan kompetensi ini. (KKS11)
  • program pendidikan spesialis menentukan dan membuat daftar secara umum tentang kompetensinya di area diagnosis dan tindakan profesi dan Konsil kedokteran Indonesia mengeluarkan standar kompetensi atau kewenangan klinis. Perhimpunan profesi lain membuat daftar secara detail jenis/tindak medis yang dapat dipakai sebagai acuan dalam proses pemberian kewenangan klinis;
  • di idalam setiap area spesialisasi proses untuk merinci kewenangan ini seragam;
  • verifikasi peran administrasi ini;
  • seorang dokter dengan spesialisasi yang sama dimungkinkan memiliki kewenangan klinis berbeda yang disebabkan oleh perbedaan pendidikan dan pelatihan tambahan, pengalaman, atau hasil kinerja yang bersangkutan selama bekerja, serta kemampuan motoriknya;
  • keputusan kewenangan klinis dirinci dan akan direkomendasikan kepada pimpinan rumah sakit dalam sebuah area spesialisasi terkait dengan proses lain, diantaranya:
  • Penilaian kinerja staf medis berkelanjutan setiap tahun yang dikeluarkan oleh rumah sakit yang berisi jumlah pasien per penyakit/tindakan yang ditangani per tahun, rerata lama dirawat, serta angka kematiannya. Angka ILO dan kepatuhan terhadap PPK meliputi penggunaan obat, penunjang diagnostik, darah, produk darah, dan lainnya;
  • hasil evaluasi praktik professional berkelanjutan (OPPE) dan terfokus (FPPE);
  • hasil pendidikan dan pelatihan tambahan dari pusat pendidikan, kolegium, perhimpunan profesi, dan rumah sakit yang kompeten mengeluarkan sertifikat;
  • untuk kewenangan tambahan pada pelayanan risiko tinggi maka rumah sakit menentukan area pelayanan risiko tinggi seperti prosedur cathlab, penggantian sendi lutut dan panggul, pemberian obat kemoterapi, obat radioaktif, obatanestesi, danlainnya.Prosedur dengan risiko tinggi tersebut maka staf medis dapat diberikan kewenangan klinis secara khusus. Prosedur risiko tinggi, obat-obat, atau layanan yang lain ditentukan di kelompok spesialisasi dan dirinci kewenangannya secara jelas. Beberapa prosedur mungkin digolongkan berisiko tinggi disebabkan oleh peralatan yang digunakan seperti dalam kasus penggunaan robot atau penggunaan tindakan dari jarak jauh melalui komputer. Juga pemasangan implan yang memerlukan kaliberasi, presisi, dan monitor jelas membutuhkan kewenangan klinis secara spesifik.
  • kewenangan klinis tidak dapat diberikan jika rumah sakit tidak mempunyai peralatan khusus atau staf khusus untuk mendukung pelaksanaan kewenangan klinis.Sebagai contoh, seorang nefrolog kompeten melakukan dialisis atau kardiolog kompeten memasang sten tidak dapat diberi kewenangan klinis jika rumah sakit tidak memiliki peralatannya.
Catatan: jika anggota staf medis juga mempunyai tanggung jawab administrasi seperti ketua kelompok staf medis (KSM), administrator rumah sakit, atau posisi lain maka tanggung jawab peran ini diuraikan di uraian tugas atau job description.  Rumah sakit menetapkan sumber utama untuk memverifikasi peran administrasi ini.

Sumber : Pedoman Akreditasi Rumah Sakit KARS 

KOMPETENSI DAN KEWENANGAN STAF (KKS)

Pimpinan unit layanan menetapkan persyaratan pendidikan, kompetensi, kewenangan, keterampilan, pengetahuan, dan pengalaman staf untuk memenuhi kebutuhan memberikan asuhan kepada pasien. Untuk menghitung jumlah staf yang dibutuhkan digunakan faktor sebagai berikut:
  • misi rumah sakit;
  • keragaman pasien yang harus dilayani, kompleksitas, dan intensitas kebutuhan pasien;
  • layanan diagnostik dan klinis yang disediakan rumah sakit;
  • volume pasien rawat inap dan rawat jalan;
  • teknologi medis yang digunakan untuk pasien.
Rumah sakit memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan tentang syarat tingkat pendidikan, kompetensi, kewenangan, keterampilan, pengetahuan dan pengalaman untuk setiap anggota staf, serta ketentuan yang mengatur jumlah staf yang dibutuhkan di setiap unit layanan. 

Standar KKS 2

Perencanaan kebutuhan staf rumah sakit terus menerus dimutakhirkan oleh pimpinan rumah sakit dengan menetapkan jumlah, jenis, kualifikasi yang meliputi pendidikan, kompetensi, pelatihan, dan pengalaman yang dibutuhkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Perencanaan kebutuhan yang tepat dengan jumlah yang mencukupi adalah hal yang sangat penting bagi asuhan pasien termasuk keterlibatan rumah sakit dalam semua kegiatan pendidikan dan riset. Penempatan (placement) atau penempatan kembali (replacement) harus memperhatikan faktor kompetensi. Sebagai contoh, seorang perawat yang memiliki kompetensi hemodialisis tidak dirotasi ke rawat jalan lain.
Pimpinan unit layanan membuat rencana pola ketenagaan dengan menggunakan proses yang sudah diakui untuk menentukan jenjang kepegawaian. Perencanaan kepegawaian meliputi hal-hal sebagai berikut:

  • penempatan kembali dari satu unit layanan ke lain unit layanan karena alasan kompetensi, kebutuhan pasien, atau kekuranganstaf;
  • mempertimbangkan keinginan staf untuk ditempatkan kembali karena alasan nilai-nilai, kepercayaan, dan agama;
  • memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.

Rencana dan pelaksanaan strategi dimonitor secara berkelanjutan dan diperbaharui jika dibutuhkan. Dilakukan proses koordinasi oleh pimpinan unit layanan untuk update perencanaan staf ini

Setiap staf mempunyai tanggung jawab sesuai dengan uraian tugas dan fungsinya. Dalam hal ini kompetensi dan kewenangan menjadi dasar dalam menentukan penempatan, uraian pekerjaan, dan kriteria untuk evaluasi kinerja staf.

Uraian tugas juga diperlukan untuk tenaga kesehatan profesional jika


a)  seseorang yang bekerja terutama di bidang manajemen mempunyai uraian tugas jabatan dan uraian tugas fungsional. Contoh, dokter spesialis bedah merangkap sebagai Kepala Instalasi Kamar Operasi dan sebaga dokter bedah harus mempunyai STR, SIP, SPK, RKK dan sebagai kepala instalasi kamar operasi mempunyai uraian tugas, wewenang, dan tanggung jawab;

b)  seseorang dalam program pendidikan dan bekerja di bawah supervisi maka program pendidikan menentukan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dikerjakan sesuaidengan tingkatpendidikannya;

c)  bagi mereka yang diizinkan menurut peraturan perundang-undangan melakukan praktik mandiri harus dilakukan proses untuk identifikasi dan memberikan wewenang melaksanakan praktik dengan dasar latar belakang pendidikan, kompetensi, pelatihan, dan pengalaman. Persyaratan standar ini berlaku untuk semua jenis staf yang harus ada uraian tugasnya. (contoh, penugasan penuh waktu, paruh waktu, dipekerjakan, sukarela, sementara,




Elemen Penilaian

  1. Ada kebijakan dan prosedur yang ditetapkan rumah sakit tentang pola ketenagaan dan kebutuhan jumlah staf sesuai dengan yang dijadikan dasar untuk menyusun perencanaan staf. Panduan mengatur penempatan dan penempatan kembali staf.(R)
  2. Ada pelaksanaan pola ketenagaan secara kolaborasi dengan perencanaan staf yang meliputi jumlah, jenis, dan kualifikasi.
  3. Ada pelaksanaan pengaturan penempatan dan penempatan kembali staf sesuai dengan panduan.(D,W)
Sumber : Pedoman Akreditasi Rumah Sakit KARS

DIREKTUR/DIREKSI RUMAH SAKIT

Pimpinan tertinggi organisasi rumah sakit adalah kepala atau Direktur Rumah Sakit dengan nama jabatan kepala, direktur utama atau direktur, dalam standar akreditasi ini disebut Direktur Rumah Sakit. Dalam menjalankan operasional rumah sakit, direktur dapat dibantu oleh wakil direktur atau direktur(bila pimpinan tertinggi disebut direktur utama) sesuai dengan kebutuhan, kelompok ini disebut direksi.
Kepemimpinan yang efektif sebuah rumah sakit sangat penting agar rumah sakit dapat beroperasi secara efisien serta memenuhi visi dan misinya.
Kepemimpinan rumah sakit dapat dilaksanakan secara bersama-sama (direksi) atau individual (direktur).
Pendidikan dan pengalaman individu-individu tersebut memenuhi persyaratan untuk melaksanakan tugas yang termuat dalam uraian tugas serta sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan. Persyaratan untuk Direktur Rumah Sakit sesuai dengan peraturan perundang-undangan adalah tenaga medis ahli perumah sakitan.
Direktur/Direksi bertanggung jawab untuk menjalankan misi rumah sakit yang sudah ditetapkan oleh pemilik atau representasi pemilik serta menyusun regulasi pelayanan dan manajemen untuk menjalankan rumah sakit.

Direktur/Direksi Rumah Sakit mempunyai uraian tugas, tanggung jawab, dan wewenang antara lain meliputi
  1. mengetahui dan memahami semua peraturan perundang-undangan terkait dengan rumah sakit;
  2. menjalankan operasional rumah sakit dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan;
  3. menjamin kepatuhan rumah sakit terhadap peraturan perundang- undangan;
  4. menetapkan regulasi rumah sakit;
  5. menjamin kepatuhan staf rumah sakit dalam implementasi semua regulasi rumah sakit yang telah ditetapkan dan disepakatibersama;
  6. menindaklanjuti terhadap semua laporan hasil pemeriksaan badan audit eksternal.
  7. menetapkan proses untuk mengelola serta mengendalikan sumber daya manusia dan keuangan sesuai dengan peraturanperundang-undangan.
Sumber : Pedoman Akreditasi Rumah Sakit 

LIMBAH INFEKSIUS

Setiap hari rumah sakit banyak menghasilkan limbah, termasuk limbah infeksius. Pembuangan limbah infeksius dengan tidak benar dapat menimbulkan risiko infeksidi rumah sakit. Hal ini nyata terjadi pada pembuangan cairan tubuh dan material terkontaminasi dengan cairan tubuh, pembuangan darah dan komponen darah, serta pembuangan limbah dari lokasi kamar mayat dan kamar bedah mayat (post mortem). Pemerintah mempunyai regulasi terkait dengan penanganan limbah infeksius dan limbah cair, sedangkan rumah sakit diharapkan melaksanakan ketentuan tersebut sehingga dapat mengurangi risiko infeksi di rumah sakit.

Rumah sakit menyelenggaraan  pengelolaan limbah dengan  benar untuk meminimalkan risiko infeksi melalui kegiatan sebagai berikut:
a)      pengelolaan limbah cairan tubuh infeksius;
b)      penanganan dan pembuangan darah serta komponen darah;
c)      pemulasaraan jenazah dan bedah mayat;
d)      pengelolaan limbah cair;
e)      pelaporan pajanan limbah infeksius.

Elemen Penilaian PPI 7.4


  1. Ada regulasi tentang pengelolaan limbah rumah sakit untuk meminimalkan risiko infeksi yang meliputi butir 1 sampai dengan 5 pada maksud dan tujuan. (R)
  2. Pengelolaan limbah cairan tubuh infeksius sesuai dengan regulasi dan dilaksanakan monitoring, evaluasi, serta tindak lanjutnya.(D,O,W)
  3. Penanganan dan pembuangan darah serta komponen darah sesuai dengan regulasi dan dilaksanakan monitoring, evaluasi, juga tindak lanjutnya.(D,O,W)
  4. Pengelolaan limbah cair sesuai dengan regulasi.(D,O,W)
  5. Pelaporan pajanan limbah infeksius sesuai dengan regulasi dan dilaksanakan monitoring, evaluasi, serta tindak lanjutnya.(D,O,W)
  6. Ada bukti penanganan (handling) serta pembuangan darah dan komponen darah sudah dikelola sesuai dengan peraturan perundang-undangan.(O,W)
  7. Ada bukti pelaksanaan supervisi dan monitoring terhadap kegiatan butir 1 sampai dengan 5 pada maksud dan tujuan.(D,O,W)
  8. Bila pengelolaan limbah dilaksanakan oleh pihak luar rumah sakit harus berdasar atas kerjasama dengan pihak yang memiliki izin dan sertifikasi mutu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Salah satu bahaya luka karena tertusuk jarum suntik adalah terjadi penularan penyakit  melalui darah (blood borne diseases). Pengelolaan limbah benda tajam dan jarum yang tidak benar merupakan kekhawatiran staf terhadap keamanannya. Kebiasaan bekerja sangat memengaruhi timbulnya risiko menderita luka dan kemungkinan terpapar penyakit secara potensial.
Identifikasi dan melaksanakan kegiatan praktik berdasar atas bukti sahih (evidence based) menurunkan risiko luka karena tertusuk jarum dan benda tajam. Rumah sakit perlu mengadakan edukasi kepada staf bagaimana mengelola dengan aman benda tajam dan jarum. Pembuangan yang benar adalah dengan menggunakan wadah menyimpan khusus(safetybox) yang dapat ditutup, anti tertusuk, dan anti bocor baik di dasar maupun di sisinya sesuai dengan peraturan perundangan. Wadah ini harus tersedia dan mudah dipergunakan oleh staf serta wadah tersebut tidak boleh terisi terlalu penuh. 

Pembuangan jarum yang tidak terpakai, pisau bedah (scalpel), dan limbah benda tajam lainnya jika tidak dilakukan dengan benar akan berisiko terhadap kesehatan masyarakat umumnya dan terutama pada mereka yang bekerja di pengelolaan sampah. Pembuangan wadah berisi limbah benda tajam di laut, misalnya akan menyebabkan risiko pada masyarakat karena wadah dapat rusak atau terbuka.

Rumah sakit menetapkan regulasi yang memadai mencakup;

  • semua tahapan proses termasuk identifikasi jenis dan penggunaan wadah secara tepat, pembuangan wadah, dan surveilans proses pembuangan.
  • laporan tertusuk jarum dan benda tajam.

Sumber : Pedoman Akreditasi Rumah Sakit KARS 

PERESEPAN DAN PENYALINAN

Rumah sakit menetapkan staf medis yang kompeten dan berwenang untuk melakukan peresepan/permintaan obat serta instruksi pengobatan. Staf medis dilatih untuk peresepan/permintaan obat dan instruksi pengobatan dengan benar. Peresepan/permintaan obat dan instruksi pengobatan yang tidak benar, tidak terbaca, dan tidak lengkap dapat membahayakan pasien serta menunda kegiatan asuhan pasien. Rumah sakit memiliki regulasi peresepan/permintaan obat serta instruksi pengobatan dengan benar, lengkap, dan terbaca tulisannya.
Rumah sakit menetapkan proses rekonsiliasi obat, yaitu proses membandingkan daftar obat yang dipergunakan oleh pasien sebelum dirawat inap dengan peresepan/permintaan obat dan instruksi pengobatan yang dibuat pertama kali sejak pasien masuk, saat pemindahan pasien antar unit pelayanan (transfer), dan sebelum pasien pulang.

Elemen Penilaian

  1. Ada regulasi peresepan/permintaan obat dan instruksi pengobatan secara benar,lengkap,dan terbaca, serta menetapkan staf medis yang kompeten dan berwenang untuk melakukan peresepan/permintaan obat dan instruksi pengobatan.
  2. Ada bukti peresepan/permintaan obat dan instruksi pengobatan dilaksanakan oleh staf medis yang kompeten serta berwenang.(D,O,W)
  3. Ada bukti pelaksanaan apoteker melakukan rekonsiliasi obat pada saat pasien masuk, pindah unit pelayanan, dan sebelum pulang.(D,W)
  4. Rekam medis memuat riwayat penggunaan obat pasien.(D,O)
  5. Untuk menghindari keragaman dan menjaga keselamatan pasien maka rumah sakit menetapkan persyaratan atau elemen penting kelengkapan suatu resep atau permintaan obat dan instruksi pengobatan. Persyaratan atau elemen kelengkapan paling sedikit meliputi

  • data identitas pasien secara akurat (dengan stiker);
  • elemen pokok disemua resep atau permintaan obat atau instruksi pengobatan;
  • kapan diharuskan menggunakan nama dagang ataugenerik;
  • kapan diperlukan penggunaan indikasi seperti pada PRN(prorenataatau“jika perlu”) atau instruksi pengobatanlain;
  • jenis instruksi pengobatan yang berdasar atas berat badan seperti untuk anak anak, lansia yang rapuh, dan populasi khusus sejenis lainnya;
  • kecepatan pemberian (jika berupainfus);
  • instruksi khusus, sebagai contoh: titrasi, tapering, rentangdosis. 
Standar ini berlaku untuk resep atau permintaan obat dan instruksi pengobatan di semua unit pelayanan di rumah sakit. Rumah sakit diminta memiliki proses untuk menjamin penulisan resep atau permintaan obat dan instruksi pengobatan sesuai dengan kriteria butir1 sampai dengan 4 diatas.
Untuk memilih dan menentukan obat yang dibutuhkan pasien diperlukan pengetahuan dan pengalaman spesifik. Rumah sakit bertanggung jawab menentukan staf  medis dengan pengalaman cukup dan pengetahuan spesifik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang diberi izin membuat/menulis resep atau membuat permintaan obat.

Rumah sakit membatasi penulisan resep meliputi jenis dan jumlah obat oleh staf medis, misalnya resep obat berbahaya, obat kemoterapi, obat radioaktif, dan obat untuk keperluan investigasi. Staf medis yang kompeten dan diberi kewenangan membuat atau menulis resep harus dikenal dan diketahui oleh unit layanan farmasi atau lainnya yang memberikan atau menyalurkan obat. Dalam situasi darurat maka rumah sakit menentukan tambahan PPA yang diberi izin untuk membuat atau menulis resep atau permintaan obat dan instruksi pengobatan. 

Sumber : Pedoman Akreditasi Rumah Sakit KARS 

RUANG OPERASI

Tindakan bedah merupakan tindakan yang berisiko tinggi dan rumit sehingga memerlukan ruang operasi yang mendukung terlaksananya tindakan bedah untuk mengurangi risiko infeksi.
Selain itu, untuk mengurangi risiko infeksi 
  1. alur masuk barang-barang steril harus terpisah dari alur keluar barang dan pakaian kotor; 
  2. koridor steril dipisahkan dan tidak boleh bersilangan alurnya dengan koridor kotor; 
  3. desain tata ruang operasi harus memenuhi ketentuan zona berdasar atas tingkat sterilitas ruangan yang terdiri atas
  • zona sterilrendah;
  • zona sterilsedang;
  • zona steril tinggi;dan
  • zona steril sangattinggi.
Selain itu, desain tata ruang operasi harus memperhatikan risiko keselamatan dan keamanan.

Elemen Penilaian PAB 8
  1. 1.Rumah sakit menetapkan jenis pelayanan bedah yang dapat dilaksanakan.(R)
  2. 2.Kamar operasi memenuhi persyaratan tentang pengaturan zona berdasar atas tingkat sterilitas ruangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.(O,W)
  3. 3.Kamar operasi memenuhi persyaratan alur masuk barang-barang steril harus terpisah dari alur keluar barang dan pakaian kotor.(O,W)
  4. 4.Kamar operasi memenuhi persyaratan koridor steril dipisahkan/tidak boleh bersilangan alurnya dengan koridor kotor.(O,W)
Standar PAB 8.1
Program mutu dan keselamatan pasien dalam pelayanan bedah dilaksanakan dan didokumentasikan.

Maksud dan Tujuan PAB 8.1
Pelayanan bedah merupakan tindakan berisiko, oleh karena itu perencanaan dan pelaksanaannya membutuhkan tingkat kehati-hatian dan akurasi tinggi. Sehubungan dengan hal itu rumah sakit menetapkan program mutu dan keselamatan pasien yang meliputi
  • pelaksanaan asesmen prabedah;
  • penandaan lokasi operasi;
  • pelaksanaan surgical safety check List
  • pemantauan diskrepansi diagnosis pre dan pos operasi.
Sumber : Pedoman Akreditasi Rumah Sakit KARS 

Pemberian Pelayanan Untuk Semua Pasien

Rumah sakit menetapkan regulasi untuk pemberian asuhan yang seragam kepada pasien.
Dipandu oleh regulasi yang menghasilkan pelayanan yang seragam. Sebagai tambahan, pimpinan harus menjamin bahwa rumah sakit menyediakan tingkat Pasien dengan masalah kesehatan dan kebutuhan pelayanan yang sama berhak mendapat  kualitas asuhan yang sama di rumah sakit. Untuk melaksanakan prinsip kualitas asuhan yang setingkat mengharuskan pimpinan merencanakan dan mengoordinasi pelayanan pasien. Secara  khusus, pelayanan yang diberikan kepada populasi pasien yang sama pada berbagai unit kerja kualitas asuhan yang sama setiap hari dalam seminggu dan pada setiap shift. Regulasi tersebut harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang membentuk proses pelayanan pasien dan dikembangkan secara kolaboratif.
Asuhan pasien yang seragam terefleksi sebagai berikut:
  • akses untuk asuhan dan pengobatan yang memadai dan diberikan oleh PPA yang kompeten tidak bergantung pada hari setiap minggu atau waktunya setiap hari(“3-24-7”);
  • penggunaan alokasi sumber daya yang sama, antara lain staf klinis dan pemeriksaan diagnostik untuk memenuhi kebutuhan pasien pada populasi yang sama;
  • pemberian asuhan yang diberikan kepada pasien, contoh pelayanan anestesi sama di semua unit pelayanan di rumah sakit;
  • pasien dengan kebutuhan asuhan keperawatan yang sama menerima asuhan keperawatan yang setara di seluruh rumah sakit;
  • penerapan serta penggunaan regulasi dan form dalam bidang klinis antara lain metode asesmen IAR (Informasi, Analisis, Rencana), form asesmen awal- asesmen ulang, PPK, alur klinis terintegrasi/clinical pathway, pedoman manajemen nyeri, dan regulasi untuk berbagai tindakan antara lain water sealed drainage, pemberian transfusi darah, biopsi ginjal, pungsi lumbal,dsb.
Asuhan pasien yang seragam menghasilkan penggunaan sumber daya secara efisien dan memungkinkan membuat evaluasi hasil asuhan (outcome) untuk asuhan yang sama di seluruh rumah sakit.

Elemen Penilaian PAP1
Rumah sakit menetapkan regulasi bagi pimpinan unit pelayanan untuk bekerja sama memberikan proses asuhan seragam dan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.(R)
Asuhan seragam diberikan sesuai persyaratan sesuai butir a) sampai dengan e) pada maksud dan tujuan PAP 1. (D,W)

Sumber : Pedoman Akreditasi Rumah Sakit KARS

Hak Pasien Dan Keluarga (HPK)

Pasien dan keluarganya adalah pribadi yang unik dengan sifat, sikap, perilaku yang berbeda-beda, kebutuhan pribadi, agama, keyakinan, dan nilai-nilai pribadi.

Rumah sakit membangun kepercayaan dan komunikasi terbuka dengan pasien untuk memahami dan melindungi nilai budaya, psikososial, serta nilai spiritual setiap pasien.

Hasil pelayanan pada pasien akan meningkat bila pasien dan keluarga yang tepat atau mereka yang berhak mengambil keputusan diikutsertakan dalam pengambilan keputusan pelayanan dan proses yang sesuai dengan harapan, nilai, serta budaya.

Untuk mengoptimalkan hak pasien dalam pemberian pelayanan yang berfokus pada pasien dimulai dengan menetapkan hak tersebut, kemudian melakukan edukasi pada pasien serta staf tentang hak dan kewajiban tersebut. Para pasien diberi informasi tentang hak dan kewajiban mereka dan bagaimana harus bersikap. Para staf dididik untuk mengerti dan menghormati kepercayaan, nilai-nilai pasien, dan memberikan pelayanan dengan penuh perhatian serta hormat guna menjaga martabat dan nilai diripasien.

Dikemukakan proses-proses untuk
  1. melakukan identifikasi, melindungi, dan mengoptimalkan hak pasien;
  2. memberitahu pasien tentang hak mereka;
  3. melibatkan keluarga pasien bila kondisi memungkinkan dalam pengambilan   keputusan tentang pelayanan pasien;
  4. mendapatkan persetujuan tindakan (informedconsent);
  5. mendidik staf tentang hak dan kewajibanpasien.
Bagaimana proses asuhan dilaksanakan di rumah sakit sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan, konvensi international, dan perjanjian atau persetujuan tentang hak asasi manusia yang disahkan oleh pemerintah.

Proses ini berkaitan dengan bagaimana rumah sakit menyediakan pelayanan kesehatan dengan cara yang wajar yang sesuai dengan kerangka pelayanan kesehatan dan mekanisme pembiayaan pelayanan kesehatan yang berlaku. Bab ini juga berisi hak dan kewajiban pasien dan keluarganya serta berkaitan dengan penelitian klinis (clinical trial) dan donasi, juga transplantasi organ serta jaringan tubuh.

Sumber  : Pedoman Akreditasi Rumah Sakit KARS

Persetujuan Khusus (Informed Consent)

Rumah sakit menetapkan regulasi pelaksanaan persetujuan khusus (informed consent) oleh DPJP dan dapat dibantu oleh staf yang terlatih dengan bahasa yang dapat dimengerti sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Maksud dan Tujuan HPK 5.1
Satu dari banyak upaya membuat pasien terlibat dalam pengambilan keputusan dalam proses asuhan/ tindakan adalah dengan jalan memberikan persetujuan (consent). Untuk dapat memberikan persetujuan, seorang pasien menerima penjelasan tentang faktor-faktor terkait dengan rencana asuhan yang pelaksaannya harus ada persetujuan khusus (informed consent). Persetujuan khusus (informed consent) harus diperoleh sebelum dilakukan prosedur atau tindakan tertentu yang berisiko tinggi. Proses pemberian persetujuan khusus(informedconsent) diatur oleh rumah sakit melalui regulasi yang jelas sesuai dengan peraturan perundang-undangan terkait.

Elemen Penilaian HPK 5.1
  1. Ada regulasi yang dijabarkan dengan jelas mengenai persetujuan khusus (informed consent). (R)
  2. DPJP menjelaskan informasi tindakan yang akan diambil dan bila perlu dapat dibantu staf terlatih.(D,W)
Pasien memahami informasi tindakan yang memerlukan persetujuan khusus(informedconsent) melalui cara dan bahasa yang dimengerti oleh pasien. Pasien dapat memberikan/menolak persetujuan khusus.

Persetujuan khusus (informed consent) diberikan sebelum operasi, anestesi (termasuk sedasi),pemakaian darah dan produk darah, tindakan dan prosedur, serta pengobatan lain dengan risiko tinggi yang ditetapkan oleh regulasi rumahsakit.

Maksud dan Tujuan HPK 5.2 
Jika rencana asuhan termasuk prosedur bedah atau invasif, anestesi (termasuk sedasi), pemakaian darah dan produk darah, atau tindakan serta prosedur lain, dan pengobatan dengan risiko tinggi maka persetujuan khusus (informed consent) diminta secara terpisah. Tidak semua tindakan dan prosedur memerlukan persetujuan khusus (informed consent) dan rumah sakit membuat daftar tindakan sebagaimana yang disebut diatas.
Rumah sakit melatih staf untuk memastikan proses untuk memberikan persetujuan khusus(informedconsent) dilakukan dengan benar. Daftar disusun oleh dokter serta PPA lainnya yang melakukan tindakan dan prosedur secara kolaboratif. Daftar juga memuat prosedur serta tindakan yang dilakukan di unit rawat jalan dan rawat inap.

Sumber : Pedoman Akreditasi Rumah sakit KARS