Sumber :
Disampaikan oleh Bp. Martinus Suwasono dalam Round Table Discussion AAI 2007
Komitmen untuk memerangi korupsi memang sudah dicanangkan beberapa tahun lalu, tapi persepsi atas korupsi di Indonesia hanya mengalami sedikit perbaikan. Bahkan saat dalam pertemuan para bankir dengan SBY belum lama ini, sudah ditabur genderang perang atas kasus-kasus fraud perbankan yang sering terjadi akhir-akhir ini. Kasus perbankan tersebut tidak hanya merugikan miliaran bahkan triliunan rupiah, tapi juga mengkhawatirkan keseluruhan sistem perbankan yang ada. Memerangi korupsi pads dasarnya tidak bisa sepihak tapi harus melalui pendekatan sitematis agar dapat lebih efektif.
Korupsi per definisi UU TPK no 31 tahun 1999 pasal 2 adalah “setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara.” Sementara pasal 3 menyebutkan: “setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara, Dalam pasal selanjutnya (pasal 5 dan 6, dst) bahkan memberi dan menjanjikan sesuatu kepada penyelenggara Negara atau pegawai negeri atau hakim juga masuk definisi korupsi.
Sementara pengertian Keuangan Negara menurut UU 17 tahun 2003 adalah Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, Berta segala sesuatu balk berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Keuangan Negara dikuasakan oleh eksekutif, legislative, maupun yudikatif dimana setiap pengelolaan keuangan negara harus digunakan untuk mencapai tujuan bernegara. Dalam konteks BUMN, sebagai badan usaha yang didirikan dengan keputusan pemerintah sehingga manajemen BUMN juga termasuk eksekutif dan uang yang ads dalam penguasaan BUMN termasuk sebagai keuangan Negara.
BUMN merupakan bentuk usaha korporasi yang didirikan dengan tujuan utama menjalankan fungsi pemerintahan yaitu agen bagi pembangunan ekonomi. BUMN merupakan salah satu pelaku kegiatan ekonomi dalam perekonomian nasional. BUMN mempunyai peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guns mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Dengan melihat tujuan tersebut, agar dapat mengoptimalkan peran BUMN, pengurusan dan pengawasannya harus dilakukan secara professional. Kepengurusan BUMN harus didorong lebih transparan, professional dan efisien melalui pengambilan keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta kesadaran akan adanya tanggungjawab sosial BUMN terhadap stakeholders maupun kelestarian lingkungan di sekitar BUMN.
Dengan pemahaman hal di atas maka, setiap kerugian BUMN “yang diderita BUMN” merupakan kerugian Negara. Kerugian tidak hanya disebabkan korupsi tapi banyak faktor lain yang dapat membawa pads kerugian yang masih jauh dari definisi korupsi. Pengelolaan BUMN yang transparan, professional dan efisien akan mencegah kerugian dan menjauhkan dari korupsi. Penerapan Good corporate governance sebagai kendaraan yang mengantarkan memaksimalisasi nilai BUMN dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan adil agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional.
Penyebab kerugian BUMN dapat berasal dari proses bisnis maupun bukan, dan bisa memnuhi unsur TPK ataupun tidak. Survey ADB yang bertajuk Improving the investmet climate in Indonesia mengungkapkan, hambatan bisnis bisnis yang dihadapi perusahaan¬-perusahaan di Indonesia adalah terutama berasal dari ketidakstabilan ekonomi makro, (50,1%), ketidakpastian kebijakan ekonomi (48,3%) kriminaslis dan pelanggaran hukum (22,0%), ketidakpastian proporsi perusahaan yang beranggapan interprestasi peraturan yang ada tidak jelas dan tidak konsisten (59,9%). Pertimbangan dalam investasi modal asing yang utama adalah apakah bisa bisnis memberikan laba atau tidak. Sementara banyak kejadian yang sudah menjadi etos budaya usaha sangat berpotensi merugikan investasi seperti: cedera janji, kesalahan strategi, kelalaian atau kecerobohan dan kolusi dalam dunia usaha di Indonesia.
Tak sedikit waktu dan tenaga yang tersita untuk memperbaiki kinerja BUMN balk secara finansial maupun non finansial. Mulai dari produktivitas operasional, karyawan, network serta pelayanan, yang kesemuanya untuk peningkatan nilai tambah bagi keseluruhan pihak berkepentingan. Setiap kali pemerintah berganti selalu menetapkan kebijakan dengan model zero based artinya manganggap kebijakan yang dulu tidak pernah ada atau belum pernah dilakukan. Hampir semua kebijakan berubah secara signifikan, ini bukan saja membingungkan dan melelahkan tapi juga sekaligus agak menyesatkan para pelaku bisnis BUMN. Penyempurnaaan pengelolaan BUMN menuntut praktik nyata yang berkesinambungan.
Perumusan strategi yang tepat dan jangka panjang demi peningkatan kinerja BUMN memang bukan hal mudah, tapi disitulah tantangannya. Banyak faktor yang dapat membawa pada kesalahan strategi seperti kesalahan analisis, kesalahan metode analisis, data tidak akurat, tidak fokus, SDM tidak kompeten termasuk sarana dan prasarana yang tidak memadai.
Dari sisi manajemen pun dapat membawa pada etos kerja yang buruk seperti ketidakpuasan pegawai, kurang pengawasan, budaya kerja yang tidak baik, law inforcement kurang tegas, dan tidak berjalannya reward and punisment. Yang paling buruk apabila manajemen dan karyawan sudah cenderung kolusi. Hal ini sebagai dampak atas etos kerja yang buruk yaitu tidak adanya rasa memiliki bidaya perusahaan yaitu perusahaan adalah rumahku. Pembinaan mental berjalan karena formalitas dan tidak ada semangat membangun perusahaan. Semangat “sense of belonging” diartikan secara salah dengan berusaha memiliki perusahaan untuk kepentingan diri sendiri sebanyak-banyaknya.
Menciptakan integritas yang tinggi dilakukan dengan proses rekruitmen karyawan. Proses yang dilakukan harus menjamin bahwa perusahaan hanya akan memperkerjakan pegawai yang jujur dan memiliki komitmen untuk menjaganya. Proses seleksi harus sedemikian rupa sehingga tertutup. Lingkungan yang sehat juga memerlukan keseimbangan dalam gaya kepemimpinan yang tepat. Pendelegasian wewenang dan enpowerment merupakan tuntutan perkembangan organisasi. Sayangnya, harus diakui juga bahwa kemampuan untuk mengambil keputusan setiap orang berbeda dengan perilaku yang berbeda pula. Disadari atau tidak pendelegasian wewenang atau proses enpowerment membuka peluang risiko yang lebih besar. Motor juga cenderung berperilaku menolak perubahan dan tidak bisa menerima orang lain yang lebih kompeten. Orang ini tidak akan merekrut orang yang kompeten agar tidak menjadi saingan baginya. Tidak adanya orang yang lebih baik membuat sang diktator bebas mengambil keputusan termasuk yang tidak sehat dan beretika dan melakukan kecurangan.
Perusahaan harus memperjelas standar perilaku pads situasi-situasi dilematis. Perilaku yang baik harus dihargai, dan karyawan didorong untuk meningkatkan standar perilakunya. Mengembangkan budaya anti fraud dimulai dengan budaya dalam pengambilan keputusan dan praktik bisnis yang sehat dan beretika dengan memperhatikan kepentingan stakeholders. Perusahaan harus memiliki kejelasan perilaku dan tidak ada double standard bagi ketidakjelasan etika dalam perusahaan. Manajemen dan karyawan tidak cukup hanya tahu what is right and wrong, tetapi mampu memilihyang benar diantara yang salah. Perusahaan tidak cukup melarang karyawannya agar tidak fraud tapi disini komitmen harus dimulai dari pimpinan tertinggi.
Sementara untuk pencegahan kecurangan dan pencurian, BUMN perlu menciptakan pengendalian yang tepat. Pengendalian yang lemah akan membawa dampak yang besar. Harus dipahami juga bahwa terkadang masalahnya bukan kurangnya pengendalian namun manajemen memang dengan sengaja melanggar atau mengabaikan pengendalian. Contoh kredit harus disetujul oleh tiga manajer, dalam kenyataan hanya disetujui oleh seorang manajer, kas dikelola oleh dua orang (dual custody) namun salah satu orang tidak terlalu peduli atau percaya begitu saja kepada yang lainnya. Dalam fakta bahwa pengendalian hanya memberikan reasonable assurance saja, sangat jarang pengendalian seratus persen diikuti as the way the design.
Setiap organisasi dilengkapi dengan formalisasi prosedur dan sistem untuk mengamankan harts dan kekayaan serta untuk menghindari penyalahgunaan wewenang. Namun bagaimana prosedur dan sistem diterapkan berbeda satu dengan yang lain meskipun aturan dan prosedur tertulis sangat detil dan ketat. Sebagian manajer sangat disiplin bahwa “rules adalah rules” yang ditetapkan untuk pengendalian pegawai dan pekerjaaan. Namun beberapa manajer berpikir sebaliknya, aturan adalah untuk dilanggar dan melihat aturan sebagai bagian yang menyulitkan untuk dapat bekerja dengan efektif. Sikap kedua ini sebagai sikap acuh dan menjauhi pengendalian merupakan gejala terjadinya fraud.
BUMN selain dihadapkan pada risiko kerugian karena human factor dalam pengambilan keputusan, juga diharapkan pada kerugian non bisnis seperti pencurian, bencana alam, kondisi perekonomian secara makro, perubahan kebijakan pemerintah dan tekanan pengusaha lainnya.
Penciptaan good governance dan GCG sudah dilontarkan berkali-kali oleh eksekutif, yudikatif dan legislatif. Hakekatnya bukan sekedar bagaimana uang dipertanggungiawabkan, karena di negara ini “semua uang dipertanggungjawabkan”, tapi bagaimana manfaat atau outcome dari suatu aktivitas program. Begitu juga BUMN, bagaimana menjadl BUMN yang kompeten dan kuat untuk dapat meningkatkan kinerja dan bukan hanya sebagai menjadi kuda tunggangan untuk numpang lewat para pejabat dan pengelolanya.
Bisnis BUMN yang berhasil merupakan mesin pertumbuhan ekonomi negara, bisnis yang berhasil diperlukan untuk kemajuan bangsa, bisnis yang berhasil diperlukan untuk kemajuan manusia. warteg dengan modal terbatas saja berusaha meningkatkan efisiensi dan mencetak laba, masak BUMN terus-terusan sekarat?
Korupsi per definisi UU TPK no 31 tahun 1999 pasal 2 adalah “setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara.” Sementara pasal 3 menyebutkan: “setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara, Dalam pasal selanjutnya (pasal 5 dan 6, dst) bahkan memberi dan menjanjikan sesuatu kepada penyelenggara Negara atau pegawai negeri atau hakim juga masuk definisi korupsi.
Sementara pengertian Keuangan Negara menurut UU 17 tahun 2003 adalah Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, Berta segala sesuatu balk berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Keuangan Negara dikuasakan oleh eksekutif, legislative, maupun yudikatif dimana setiap pengelolaan keuangan negara harus digunakan untuk mencapai tujuan bernegara. Dalam konteks BUMN, sebagai badan usaha yang didirikan dengan keputusan pemerintah sehingga manajemen BUMN juga termasuk eksekutif dan uang yang ads dalam penguasaan BUMN termasuk sebagai keuangan Negara.
BUMN merupakan bentuk usaha korporasi yang didirikan dengan tujuan utama menjalankan fungsi pemerintahan yaitu agen bagi pembangunan ekonomi. BUMN merupakan salah satu pelaku kegiatan ekonomi dalam perekonomian nasional. BUMN mempunyai peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guns mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Dengan melihat tujuan tersebut, agar dapat mengoptimalkan peran BUMN, pengurusan dan pengawasannya harus dilakukan secara professional. Kepengurusan BUMN harus didorong lebih transparan, professional dan efisien melalui pengambilan keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta kesadaran akan adanya tanggungjawab sosial BUMN terhadap stakeholders maupun kelestarian lingkungan di sekitar BUMN.
Dengan pemahaman hal di atas maka, setiap kerugian BUMN “yang diderita BUMN” merupakan kerugian Negara. Kerugian tidak hanya disebabkan korupsi tapi banyak faktor lain yang dapat membawa pads kerugian yang masih jauh dari definisi korupsi. Pengelolaan BUMN yang transparan, professional dan efisien akan mencegah kerugian dan menjauhkan dari korupsi. Penerapan Good corporate governance sebagai kendaraan yang mengantarkan memaksimalisasi nilai BUMN dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan adil agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional.
Penyebab kerugian BUMN dapat berasal dari proses bisnis maupun bukan, dan bisa memnuhi unsur TPK ataupun tidak. Survey ADB yang bertajuk Improving the investmet climate in Indonesia mengungkapkan, hambatan bisnis bisnis yang dihadapi perusahaan¬-perusahaan di Indonesia adalah terutama berasal dari ketidakstabilan ekonomi makro, (50,1%), ketidakpastian kebijakan ekonomi (48,3%) kriminaslis dan pelanggaran hukum (22,0%), ketidakpastian proporsi perusahaan yang beranggapan interprestasi peraturan yang ada tidak jelas dan tidak konsisten (59,9%). Pertimbangan dalam investasi modal asing yang utama adalah apakah bisa bisnis memberikan laba atau tidak. Sementara banyak kejadian yang sudah menjadi etos budaya usaha sangat berpotensi merugikan investasi seperti: cedera janji, kesalahan strategi, kelalaian atau kecerobohan dan kolusi dalam dunia usaha di Indonesia.
Tak sedikit waktu dan tenaga yang tersita untuk memperbaiki kinerja BUMN balk secara finansial maupun non finansial. Mulai dari produktivitas operasional, karyawan, network serta pelayanan, yang kesemuanya untuk peningkatan nilai tambah bagi keseluruhan pihak berkepentingan. Setiap kali pemerintah berganti selalu menetapkan kebijakan dengan model zero based artinya manganggap kebijakan yang dulu tidak pernah ada atau belum pernah dilakukan. Hampir semua kebijakan berubah secara signifikan, ini bukan saja membingungkan dan melelahkan tapi juga sekaligus agak menyesatkan para pelaku bisnis BUMN. Penyempurnaaan pengelolaan BUMN menuntut praktik nyata yang berkesinambungan.
Perumusan strategi yang tepat dan jangka panjang demi peningkatan kinerja BUMN memang bukan hal mudah, tapi disitulah tantangannya. Banyak faktor yang dapat membawa pada kesalahan strategi seperti kesalahan analisis, kesalahan metode analisis, data tidak akurat, tidak fokus, SDM tidak kompeten termasuk sarana dan prasarana yang tidak memadai.
Dari sisi manajemen pun dapat membawa pada etos kerja yang buruk seperti ketidakpuasan pegawai, kurang pengawasan, budaya kerja yang tidak baik, law inforcement kurang tegas, dan tidak berjalannya reward and punisment. Yang paling buruk apabila manajemen dan karyawan sudah cenderung kolusi. Hal ini sebagai dampak atas etos kerja yang buruk yaitu tidak adanya rasa memiliki bidaya perusahaan yaitu perusahaan adalah rumahku. Pembinaan mental berjalan karena formalitas dan tidak ada semangat membangun perusahaan. Semangat “sense of belonging” diartikan secara salah dengan berusaha memiliki perusahaan untuk kepentingan diri sendiri sebanyak-banyaknya.
Menciptakan integritas yang tinggi dilakukan dengan proses rekruitmen karyawan. Proses yang dilakukan harus menjamin bahwa perusahaan hanya akan memperkerjakan pegawai yang jujur dan memiliki komitmen untuk menjaganya. Proses seleksi harus sedemikian rupa sehingga tertutup. Lingkungan yang sehat juga memerlukan keseimbangan dalam gaya kepemimpinan yang tepat. Pendelegasian wewenang dan enpowerment merupakan tuntutan perkembangan organisasi. Sayangnya, harus diakui juga bahwa kemampuan untuk mengambil keputusan setiap orang berbeda dengan perilaku yang berbeda pula. Disadari atau tidak pendelegasian wewenang atau proses enpowerment membuka peluang risiko yang lebih besar. Motor juga cenderung berperilaku menolak perubahan dan tidak bisa menerima orang lain yang lebih kompeten. Orang ini tidak akan merekrut orang yang kompeten agar tidak menjadi saingan baginya. Tidak adanya orang yang lebih baik membuat sang diktator bebas mengambil keputusan termasuk yang tidak sehat dan beretika dan melakukan kecurangan.
Perusahaan harus memperjelas standar perilaku pads situasi-situasi dilematis. Perilaku yang baik harus dihargai, dan karyawan didorong untuk meningkatkan standar perilakunya. Mengembangkan budaya anti fraud dimulai dengan budaya dalam pengambilan keputusan dan praktik bisnis yang sehat dan beretika dengan memperhatikan kepentingan stakeholders. Perusahaan harus memiliki kejelasan perilaku dan tidak ada double standard bagi ketidakjelasan etika dalam perusahaan. Manajemen dan karyawan tidak cukup hanya tahu what is right and wrong, tetapi mampu memilihyang benar diantara yang salah. Perusahaan tidak cukup melarang karyawannya agar tidak fraud tapi disini komitmen harus dimulai dari pimpinan tertinggi.
Sementara untuk pencegahan kecurangan dan pencurian, BUMN perlu menciptakan pengendalian yang tepat. Pengendalian yang lemah akan membawa dampak yang besar. Harus dipahami juga bahwa terkadang masalahnya bukan kurangnya pengendalian namun manajemen memang dengan sengaja melanggar atau mengabaikan pengendalian. Contoh kredit harus disetujul oleh tiga manajer, dalam kenyataan hanya disetujui oleh seorang manajer, kas dikelola oleh dua orang (dual custody) namun salah satu orang tidak terlalu peduli atau percaya begitu saja kepada yang lainnya. Dalam fakta bahwa pengendalian hanya memberikan reasonable assurance saja, sangat jarang pengendalian seratus persen diikuti as the way the design.
Setiap organisasi dilengkapi dengan formalisasi prosedur dan sistem untuk mengamankan harts dan kekayaan serta untuk menghindari penyalahgunaan wewenang. Namun bagaimana prosedur dan sistem diterapkan berbeda satu dengan yang lain meskipun aturan dan prosedur tertulis sangat detil dan ketat. Sebagian manajer sangat disiplin bahwa “rules adalah rules” yang ditetapkan untuk pengendalian pegawai dan pekerjaaan. Namun beberapa manajer berpikir sebaliknya, aturan adalah untuk dilanggar dan melihat aturan sebagai bagian yang menyulitkan untuk dapat bekerja dengan efektif. Sikap kedua ini sebagai sikap acuh dan menjauhi pengendalian merupakan gejala terjadinya fraud.
BUMN selain dihadapkan pada risiko kerugian karena human factor dalam pengambilan keputusan, juga diharapkan pada kerugian non bisnis seperti pencurian, bencana alam, kondisi perekonomian secara makro, perubahan kebijakan pemerintah dan tekanan pengusaha lainnya.
Penciptaan good governance dan GCG sudah dilontarkan berkali-kali oleh eksekutif, yudikatif dan legislatif. Hakekatnya bukan sekedar bagaimana uang dipertanggungiawabkan, karena di negara ini “semua uang dipertanggungjawabkan”, tapi bagaimana manfaat atau outcome dari suatu aktivitas program. Begitu juga BUMN, bagaimana menjadl BUMN yang kompeten dan kuat untuk dapat meningkatkan kinerja dan bukan hanya sebagai menjadi kuda tunggangan untuk numpang lewat para pejabat dan pengelolanya.
Bisnis BUMN yang berhasil merupakan mesin pertumbuhan ekonomi negara, bisnis yang berhasil diperlukan untuk kemajuan bangsa, bisnis yang berhasil diperlukan untuk kemajuan manusia. warteg dengan modal terbatas saja berusaha meningkatkan efisiensi dan mencetak laba, masak BUMN terus-terusan sekarat?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar