Sewaktu menjemput anak di PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), seorang guru menawarkan kue mangkok seharga Rp.2000 kepada saya. Katanya, kue itu adalah barang jualan seorang murid yang sedang berdiri di sampingnya. Sang guru menunjukan kepada muridnya bagaimana dia harus menawarkan dagangannya, menjawab pertanyaan pembeli, dan bagaimana jika uang pembayaran melebihi harga kue jualannya. Saya membayar empat kue seharga Rp.8.000 dengan 10.000. Sang guru meminta anak itu untuk mengambilkan kembalian Rp2.000. Tanpa disadari, sang guru telah mengajarkan muridnya cara membuat perjanjian.
Transaksi jualan kue di atas merupakan sebuah perikatan, sebuah perbuatan hukum yang hanya terdiri dari dua orang, tentang satu hal, dan dapat dilaksanakan seketika-ada uang, ada barang, transaksi selesai. Sementara itu perjanjian merupakan pebuatan mengikatkan diri antara satu orang dengan orang lain. Dengan demikian, anak tersebut telah belajar membuat perjanjian pertamanya sejak dini.
Sepertinya tidak ada bagi kita untuk tidak memahami perjanjian, karena hampir separuh hidup kita diisi dengan membuat perjanjian. Setiap harinya, kita membuat perjanjian sejak bangun tidur sampai tidur kembali. Membuat janji meeting dengan seorang rekan, apalagi untuk urusan bisnis, kadang bukan perkara mudah untuk menentukan lokasi apalagi menyelesaikan urusannya. Meskipun di kesempatan lain, kita bisa closing bisnis dengan mudah tanpa perencanaan maupun perjanjian yang rumit.
Namun demikian seringkali, para entrepreneur tersebut lupa untuk membuat kesepakatan kerjasama tersebut dalam suatu perjanjian yang secara tegas dan jelas mengatur masing-masing hak dan kewajiban para pihak yang membuatnya, sehingga dalam perjalanannya apabila terjadi benturan ataupun kesalahpahaman antara rekan bisnis menjadikannya masalah yang berlarut larut, karena apa? Karena tidak adanya pedoman (guidance) tertulis yang disepakati bersama. Dalam hal ini itulah mengapa para entrepreneur dalam memulai usahanya ataupun yang sudah menjalankan usahanya wajib membuat perjanjian sebagai dasar kerjasama tersebut.
Namun demikian seringkali, para entrepreneur tersebut lupa untuk membuat kesepakatan kerjasama tersebut dalam suatu perjanjian yang secara tegas dan jelas mengatur masing-masing hak dan kewajiban para pihak yang membuatnya, sehingga dalam perjalanannya apabila terjadi benturan ataupun kesalahpahaman antara rekan bisnis menjadikannya masalah yang berlarut larut, karena apa? Karena tidak adanya pedoman (guidance) tertulis yang disepakati bersama. Dalam hal ini itulah mengapa para entrepreneur dalam memulai usahanya ataupun yang sudah menjalankan usahanya wajib membuat perjanjian sebagai dasar kerjasama tersebut.
Sumber : Buku Panduan Membuat Kontrak Bisnis