Overview (Mitos pada Entrepreneurship)
Entrepreneurship: merupakan sebuah proses inovasi dan penciptaan usaha baru melalui empat dimensi besar - individu, organisasi, lingkungan, dan proses - yang dibantu dengan kolaborasi jaringan di pemerintahan, pendidikan dan institusi. Entrepreneur: merupakan suatu katalis perubahan ekonomi dengan menggunakan proses pencarian (dengan tujuan yang jelas), perencanaan yang penuh pertimbangan, serta pertimbangan yang jelas dalam menjalankan proses entrepreneurial.
Mitos-mitos Entrepreneur
Ada banyak mitos yang beredar mengenai entrepreneur. Setidaknya ada 10 mitos tentang Entrepreneur menurut Kuratko (2016).
Mitos 1: Entrepreneur adalah “pelaksana‟ bukan pemikir. Pada dasarnya, mitos ini tidak tepat karena untuk menjadi entrepreneur diperlukan proses berpikir yang panjang.
Mitos 2: Entrepreneur dilahirkan, bukan diciptakan. Dahulu orang berpikir bahwa menjadi entrepreneur adalah bagian dari takdir, dimana mereka dilahirkan untuk menjadi entrepreneur. Saat ini, campur tangan dunia pendidikan membantu banyak orang (mahasiswa) untuk menjadi entrepreneur baik saat masih menjadi mahasiswa atau setelah mereka lulus.
Mitos 3: Entrepreneur adalah SELALU penemu. Menjadi entrepreneur seolah identik dengan sebuah penemuan usaha baru. Entrepreneur identik dengan usaha baru, dan saat usaha yang dijalankan bukan sesuatu yang baru, maka seolah hal tersebut bukanlah sebuah proses entrepreneurship.
Mitos 4: Entrepreneurs adalah mereka yang dianggap tidak bisa sukses secara akademis dan gagal membaur di kehidupan sosial mereka. Orang banyak menyebut Steve Jobs sebagai contoh “kegagalan” di kuliah, dan kehidupan sosialnya yang cenderung „berbeda. Pada umumnya, entrepreneur berasal dari semua kalangan, bukan hanya mereka yang gagal secara akademis dan memiliki kesulitan dalam kehidupan sosial mereka, tetapi juga diisi oleh mereka yang dalam kehidupan akademis mereka sukses, serta memiliki kehidupan sosial yang baik.
Mitos 5: Entrepreneurs harus sesuai dengan „Profile‟ mereka seperti yang dijelaskan dan dituliskan di banyak buku tentang entrepreneur. Pada kenyataaanya, entrepreneur tidak harus sesuai dengan profile mereka, sehingga siapapun bisa menjadi entrepreneurs.
Mitos 6: Segala kebutuhan Entrepreneurs adalah Uang. Tidak semua hal diukur dengan uang. Banyak pengusaha yang membuat bisnis dengan niatan awal sebagai sarana untuk berbuat kebaikan pada orang lain - yang saat ini dikenal dengan nama social-preneur.
Mitos 7: Hal yang dibutuhkan oleh Entrepreneur adalah Keberuntungan. Tidak semua hal yang dilakukan oleh entrepreneur berkaitan dengan keberuntungan. Keberuntungan memang diperlukan, akan tetapi perencanaan lebih menentukan dibandingkan dengan keberuntungan semata.
Mitos 8: Ketidakpedulian pada detail adalah „kebahagian‟ bagi entrepreneur. Pada kenyataanya, detail dalam sebuah perencanaan bisnis menjadi sesuatu yang sangat penting. Perencanaan yang penuh kehati-hatian, bukan ketidakpedulian pada resiko menjadi kunci suksesnya sebuah bisnis.
Mitos 9: Entrepreneur ingin Mendapatkan Kesuksesan tetapi Harus Mengalami
Kegagalan terlebih dahulu. Kegagalan memang memberikan banyak pelajaran bagi siapapun yang mengalaminya. Dengan belajar dari kegagalan tersebut, seorag entrepreneur akan bisa mendapatkan kesuksesan yang diinginkan.
Mitos 10: Entrepreneur adalah Pengambil Resiko yang Ekstreme. Memang benar bahwa seorang entrepreneur adalah pengambil resiko. Akan tetapi, berbeda dengan penjudi, segala resiko yang ada di dunia bisnis telah dihitung dan dipersiapkan antisipasinya sehingga diharapkan imbas yang dialami akan bisa diminimalkan.
B. Mengapa Entrepreneurs?
Ada banyak hal yang diharapkan seorang SARJANA saat dia masih di bangku kuliah. Ada yang berpikir bahwa sarjana adalah sebuah gerbang baru menuju kesuksesan. Banyak hal menyenangkan yang dibayangkan oleh seorang mahasiswa saat dia belum lulus sebagai seorang sarjana, misalnya: bahwa dia mampu atau bisa bekerja di sebuah gedung perkantoran yang terkenal di kota besar, di sebuah kawasan bisnis, atau dia bisa bekerja di sebuah perusahaan dengan penampilan yang begitu eksklusif sebagai seorang eksekutif muda, mendapatkan fasilitas mobil pribadi dengan gaji yang tinggi, serta memiliki staff yang bisa diperintahkan untuk mengerjakan banyak hal. Sayang sekali, fakta dilapangan yang terjadi justru sebaliknya.
Banyak sarjana baru yang harus bekerja di „ruko‟, menggunakan kendaraan pribadi - umumnya motor, bekerja sebagai junior staff yang harus menerima perintah dari senior, bekerja dengan jam kerja yang seolah tanpa akhir, dengan gaji yang hanya cocok untuk mengisi celengan di rumah.
Fakta lain dari menjadi seorang pekerja adalah: katakanlah gaji Anda adalah sebesar Rp 5.000.000,- perbulan. Apa yang sekiranya bisa dilakukan dengan gaji sebesar itu sebagai seorang „fresh graduated‟?
Mari kita coba berhitung.
Sewa Kos Rp 1.000.000,-
Makan harian (3x Rp 20.000,- x 30 hari) Rp 1.800.000,-
Transportasi/Cicikan motor Rp 750.000,-
Perlengkapan mandi dll Rp 250.000,-
Komunikasi (pulsa, internet) Rp 200.000,-
Snacks ( Rp 20.000,- x 30 hari) Rp 600.000,-
Entertainment (Rp 100.000,- x 4 hari) Rp 400.000,-
Sub Total Rp 5.000.000,-
Hitung-hitungan tersebut memperlihatkan ilustrasi bagaimana seorang pekerja dengan gaji sebesar Rp 5.000.000 harus mampu membagi dengan perhitungan sedemikian rupa, hingga dia bisa mencukupi kebutuhan hidupnya. Meski demikian, ada satu hal yang terlewat, yaitu TABUNGAN.
C. ENTREPRENEURS dan INTRAPRENEURS
Perbedaan antara ENTREPRENEUR dan INTRAPRENEUER menurut Pinchot adalah bahwa Intrapreneur adalah seorang entrepreneur dalam sebuah organisasi”. Dalam sebuah organisasi, terlebih organsasi besar, jajaran top eksekutif didorong untuk mampu memberikan atau menemukan ide-ide baru dan dapat mengkonversikan ideide tersebut melalui riset yang dilakukan, untuk kemudian dapat dijadikan sesuatu yang menghasilkan bagi organisasi atau perusahaan tersebut.
D. Apa yang Dibutuhkan oleh Customer?
Pada umumnya, seorang entrepreneur, terlebih entrepreneur pemula selalu memulai sebuah usaha dengan sebuah pertanyaan yang secara mudah bisa dia jawab sendiri. Dengan demikian, bisa diartikan, semua jawaban yang dia dapatkan adalah jawaban berdasarkan alam pikiran sendiri, yang tentu saja, objektivitasnya sangat diragukan. Pemikiran umum yang ada pada entrepreneur, terutama para pemula adalah bagaimana mereka bisa memulai sebuah usaha, sesuai dengan kemauan mereka, dan menghasilkan uang. Saat kebetulan selera mereka sedang sejalan dengan kemauan pasar, maka mereka termasuk beruntung, karena pasar berjalan searah dan usaha bisa berjalan dengan lancar, bahkan bukan tidak mungkin terbawa angin tren menjadi sesuatu yang “hit”. Akan tetapi, bagaimana jika keinginan dari para pengusaha pemula ini berlawanan dengan keinginan pasar? Sudah barang tentu, hanya menunggu waktu saja untuk gulung tikar. Seorang pengusaha pemula, dengan kekuatan finansial yang sangat terbatas, dengan kekuatan bisnis yang bahkan belum terdengar, tentu bukan bandingan dari kekuatan pasar yang begitu ganas dan brutal.
Mengapa disebut ganas dan brutal?
Setiap hari, selalu ada usaha yang gulung tikar karena tergilas oleh kemauan pasar. Kita lihat disekeliling kita. Berapa banyak usaha yang dalam hitungan bulan sudah tutup? Jikapun bertahan, mungkin sudah berganti bidang usaha? Banyak sekali. Mungkin, salah satu dari Anda pernah mengalami hal sedemikian.
Hal tersebut adalah contoh nyata betapa kejamnya pasar. Pasar tidak akan memperhitungkan betapa sebuah usaha dibuat dengan susah payah, dengan curahan pikiran yang lama, dengan kualitas pemikiran yang tinggi, “state of the art”, dan lain-lain. Hukum tak tertulis di pasar adalah, hal yang tidak sesuai dengan selera market akan ditinggalkan, dan selesai. Oleh sebab itu, penting bagi seorang pebisnis, apakah dia professional, pemain lama, atau bahkan pemula sekalipun untuk mengetahui apa yang sebenarnya dimaui oleh pasar atau pelanggan. Apakah cukup dengan mengetahui apa yang mereka mau? Ternyata, tidak. Hal terpenting dalam sebuah bisnis ternyata adalah mengetahui apa yang mereka (pasar) butuhkan.
Dengan mengetahui kebutuhan mereka, maka kita bisa mengetahui produk atau jasa apa yang bisa kita buat dan ciptakan, untuk bisa memenuhi kebutuhan mereka, dan lebih jauh lagi, bukan sekedar memenuhi kebutuhan, tetapi sudah sampai pada taraf membuat para pelanggan tergantung dengan produk atau jasa yang sudah kita tawarkan. Dengan demikian, seorang pengusaha mungkin akan bertemu dengan tahap kegagalan sebuah usaha hanya karena ketidakpahamannya pada kemauan market mereka. Ilustrasi sederhana adalah bagaimana seorang lelaki mendekati perempuan. Bagaimana sang perempuan akan tertarik, sementara sang lelaki lebih asyik dengan egonya sendiri dan tidak bisa memahami kemauan dan kebutuhan sang perempuan?
Alexander Osterwalder dan Yves Pigneur dalam bukunya Business Model Generation: Book for Visionaries menyatakan bahwa ada paradigma berpikir yang salah dan tidak tepat dari pebisnis-pebisnis lama. Paradigma berpikir model lama ini disebut sebagai “You Organization-centric Business Model design. Model Bisnis Ke”aku”an ini adalah pangkal tolak dari kegagalan sebuah bisnis. Oleh sebab itu, Osterwalder dan Pigneur menawarkan sebuah cara pandang baru dalam menentukan desain bisnis model untuk bisnis yang akan kita bangun. Dari “You Organization-centric” diubah menjadi “Them Constumer-centric business model design.
Dari penamaannya kita bisa lihat dengan jelas perbedaan dua jenis cara mendesign business model ini. Model kedua dengan jelas menempatkan pelanggan (customer) sebagai bagian tak terpisahkan dari bisnis yang akan dibangun tersebut.
E. Market Research - Bagaimana Menjalankannya?
Tipe-tipe Riset Pasar
Ada dua tipe riset pasar yang dikenal oleh banyak pelaku bisnis.
1. Riset Primer
Riset jenis ini digunakan untuk menganalisis penjualaan yang terjadi saat ini serta efektifitas dari metode yang digunakan untuk penjualan saat ini. Riset primer ini berguna untuk mendapatkan informasi tentang rencana kerja yang akan dilaksanakan perawatan. Informasi yang diberikan adalah informasi tentang kompetitor serta peta kompetisi yang ada saat ini.
Riset Sekunder
Riset sekunder bertujuan untuk menganalisa data yang sudah ada, seperti data dari penelitian, data dari statistik, data dari pemerintah, dsb. Dengan data sekunder ini, kita bisa mengidentifikasikan kompetitor, membandingkan dengan kompetitor, serta mengidentifikasikan target segment pelanggan kita. Segment Anda adalah orang yang masuk ke dalam target yang sudah disiapkan sebelumnya.
Kedua tipe diatas membutuhkan data untuk bisa diinterpretasikan. Pertanyaannya, bagaimana cara mendapatkan data? Bagaimana data-data tersebut bisa dikumpulkan?
Pentingnya Mengumpulkan Data
Tidak ada satu bisnispun yang bisa sukses tanpa pemahaman mendalam tentang pelanggan, tentang produk atau servis mereka, dan tentang pasar secara umum. Kompetisi dalam dunia bisnis begitu hebat, sehingga, menjalankan sebuah bisnis tanpa riset pasar mungkin justru akan menguntungkan bagi kompetitor-kompetitor yang sudah ada terlebih dahulu.
Bagaimana menjalankan Riset Primer?
Ada beberapa cara yang bisa dilaksanakan untuk mendapatkan informasi tentang banyak hal yang berkaitan dengan keinginan pelanggan. Cara-caranya adalah:
- Interview, bisa dilakukan dengan secara langsung mendatangi narasumber, atau bisa dilaksanakan dengan menggunakan bantuan teknologi seperti internet.
- Survei. Saat ini survey bisa dilakukan dengan menggunakan jaringan internet (online survey) atau dengan menggunakan surat menyurat
- Kuesioner, bisa menggunakan kuesioner online atau menggunakan surat menyurat.
- Focus Group Discussion - diskusi bersama-sama dengan topik yang terfokus.
Ada beberapa pertanyaan yang perlu disertakan dalam sebuah Riset Primer. Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah:
1. Faktor-faktor apa yang menjadi pertimbangan Anda saat membeli sebuah produk atau menggunakan suatu jasa?
2. Apa yang Anda sukai atau tidak sukai dengan produk atau jasa yang saat ini sedang ada di pasaran?
3. Di bagian mana yang menurut Anda membutuhkan perbaikan?
4. Berapa harga yang menurut Anda layak bagi produk dan jasa seperti ini?
Tipe-tipe Proses Pengumpulan Data
Metode Kuantitatif - Metode ini menggunakan analisis matematis dan membutuhkan sampel dalam jumlah banyak. Hasil yang dikemukakan adalah hasil dalam bentuk statistika.
Hasil yang ada akan menunjukkan berbagai informasi yang dapat membantu memutuskan berbagai hal terkait bisnis, seperti informasi tentang pelanggan potensial yang akan dituju, berapa rata-rata usia mereka, berapa range usia mereka, apa yang mereka butuhkan, apa yang mereka harapkan, apa yang lebih mereka sukai, dan berbagai informasi lain yang penting dan dianggap bisa mendukung pelaksanaan bisnis tersebut.
Metode Kualitatif - Metode ini membantu kita mengembangkan dan mencocokkan hasil dari metode kuantitatif. Metode ini sangat membantu untuk mendefinisikan permasalahan yang ada. Metode ini menggunakan metode wawancara untuk bisa mengetahui pendapat dari para pelanggan, nilai-nilai yang mereka harapkan, serta cara pandang mereka terhadap suatu produk atau jasa. Berbeda dengan metode kuantitatif, metode kualitatif tidak membutuhkan banyak sampel.
Kesalahan yang Umum terjadi pada Riset Pasar
Ada beberapa hal yang sering terjadi pada Riset Pasar, sering dilakukan, meski sebenarnya hal tersebut adalah sebuah kesalahan yang berpotensi menghasilkan kesimpulan yang bias dari riset pasar tersebut.
Kesalahan-kesalahan tersebut adalah:
Hanya menggunakan Riset dengan Data Sekunder - Data sekunder tidak bisa memberikan gambaran riil dari kondisi pasar terkini. Data sekunder adalah sebuah data yang didapat dari riset di masa yang telah lalu. Pada saat riset tersebut dilakukan (dimasa lalu), data tersebut mungkin memang valid, akan tetapi, mengingat pasar yang begitu dinamis, mungkin saja kesimpulan yang diberikan oleh data sekunder tersebut sudah tidak lagi relevan. Mempercayai Informasi yang Didapat dari Internet - akses ke internet yang begitu mudah, membuat banyak orang cenderung malas untuk mencari informasi secara detail. Orang cenderung mudah percaya pada sebuah berita, yang sumbernya bahkan belum tentu dapat dipercaya.
Banyak orang yang menelan begitu saja informasi yang tersaji, tanpa menelaah lebih dalam. Mungkin saja, informasi yang diberikan tersebut benar adanya, tetapi boleh jadi, informasi tersebut merupakan sebuah artikel lama yang diposting ulang oleh orang lain. Akibatnya, informasi tersebut bukan lagi sebuah informasi yang akurat. Untuk memastikan bahwa data tersebut akurat, maka seorang pebisnis yang akan melakukan riset pasar harus mencari data dari sumber-sumber yang akurat seperti dari kampus, biro pusat statistik, atau pusat-pusat bisnis. Hal yang lebih penting, seorang pebisnis harus memastikan bahwa data yang tersaji adalah data terbaru dan masih relevan.
Hanya melakukan Survey pada orang yang tidak dikenal - pemilik terkadang cenderung hanya melaukan survey kecil - yang kemudian dianggap sebagai riset pasar, pada orang-orang terdekat mereka yang sudah dikenal seperti keluarga teman - teman atau kolega terdekat. Dalam konteks riset pasar, pendapat dari orang-orang terdekat bukanlah pendapat yang bisa dianggap obyektif. Sebagai orang-orang terdekat, boleh jadi pendapat yang mereka berikan hanya bersifat sebagai penyemangat buat pemilik bisnis, yang pada akhirnya hanya memberikan informasi yang jauh dari akurat.
Untuk mendapatkan informasi yang berguna dan akurat, seorang pemilik bisnis perlu berbicara langsung dengan (calon) pelanggan yang sebenarnya. Banyak hal yang bisa digali dengan mengadakan pembicaraan langsung dengan mereka, seperti informasi tentang apa yang sebenarnya mereka butuhkan, apa yang mereka inginkan, dan apa harapan mereka dari sebuah bisnis ini?
Pembicaraan tidak harus bersifat resmi seperti wawancara di televisi, tetapi bisa lebih pada pembicaraan informal yang santai, bisa dilakukan di tempat-tempat yang informal, atau bahkan pembicaraan “lift”, (pembicaraan singkat yang dilakukan dalam lift sebelum sampai ke lantai tujuan).
F. Creating and Innovating - Berdasarkan Kebutuhan Pasar Insight
Riset Pasar adalah titik awal pijakan Anda. Oleh sebab itu, Anda sebagai pemilik bisnis harus memastikan bahwa riset pasar yang dilakukan sudah dilaksanakan dengan metode yang tepat, hingga hasil yang didapat akan obyektif dan berguna untuk Anda. Hasil riset pasar yang dilakukan terdahulu akan memberikan informasi tentang kebutuhan pasar. Didalamnya Anda bisa mendapatkan Customer Insight yang kemudian akan membawa Anda pada proses Ideation - Idea Generation atau penciptaan Ide.
Dari ide yang didapat, Anda akan mencoba memvisualisasikan, dengan konsep Visual Thinking, yang akan diakhiri dengan Prototyping. Pembuatan prototype akan memberi gambaran Anda tentang seperti apa produk/jasa itu, dan dengan demikian, Anda akan bisa berlanjut ke proses selanjutnya, yaitu penentuan strategi. Strategi apakah yang akan digunakan kedepan?
Akan ada berbagai strategi yang perlu dirumuskan, termasuk strategi produksi, strategi pemasaran dan penjualan.
G. Entrepreneurship dan Inovasi
Inovasi dinyatakan sebagai proses dimana Entreprenur mengubah peluang menjadi gagasan usaha yang bisa dipasarkan. Inovasi merupakan alat yang digunakan oleh para Entrepreneur, sehingga para Entrepreneur ini dapat dianggap sebagai katalisator perubahan. Proses Inovasi dikatakan lebih dari sekedar proses dimana dimunculkan gagasan yang bagus, Tetapi juga untuk memahami asal-usul munculnya gagasan dan menyadari bahwa berpikir kreatif (creative thinking) merupakan sesuatu yang penting, atau vital, bagi proses munculnya Inovasi. Bagian ini akan mencoba menjelaskan peran kreatifitas dan inovasi dalam proses Entrepreneurial, yaitu untuk mencoba memahami peluang untuk mengembangkannya.
KESIMPULAN
Ada berbagai mitos dalam entrepreneur yang tidak tepat. Kecenderungan orang pada mitos tersebut menghambat orang itu untuk menjadi entrepreneur. Pada dasarnya, banyak sekali keterbatasan (finansial) yang akan dirasakan orang saat orang menjadi pekerja. Tentu saja, ini tidak berlaku bagi mereka yang bekerja sebagai professional di tingkat level top management.
Dalam dunia enterpreneur, dikenal istilah intrapreneur. Intrapreneur sendiri diartikan sebagai seseorang yang memiliki jiwa entrepreneur tetapi ada dalam sebuah organisasi atau perusahaan, hingga jiwa enterpreneurnya itu bisa membawa mereka ke arah positif bagi perusahaan.
Paradigma berpikir seorang pengusaha sudah saatnya harus dirubah. Dahulu, orang berpikir dengan cara berpikir ke-aku-an, yang pada akhirnya lebih banyak mengakomodir pemikiran sendiri tentang peluang usaha and potensi pelanggan. Maka, untuk menghindari kesalahan, pemilik bisnis perlu merubah cara berpikir dari “You Organization-centric” yang hanya berpikir dari sudut pandang perusahaan sendiri, menjadi “Them Customer-centric” yaitu mencoba mengetahui apa yang „mereka (pasar, pelanggan)” butuhkan dan bisa kita (sebagai pemilik bisnis) penuhi dengan keberadaan bisnis kita.
Untuk itu, kita perlu melaksanakan Riset Pasar. Riset pasar diperlukan untuk menjadi media bagai pemilik bisnis agar bisa mengetahui kemaunan pasar, sehingga pemilik bisnis tidak memproduksi produk atau menyediakan jasa yang “mubazir” karena ternyata kurang dibutuhkan atau justru tidak disukai oleh (calon) pelanggan.
Proses kewirausahaan diawali dengan adanya inovasi. Inovasi tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor baik yang berasal dari dalam maupun dari luar seperti pendidikan, sosiologi, organisasi, kebudayaan, dan lingkungan. Faktor-faktornya antaralain: kreativitas, inovasi, implementasi, dan pertumbuhan yang kemudian berkembang menjadi wirausaha yang besar tersebut membentuk locus of control. Secara internal, inovasi dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari individu, seperti locus of control, toleransi, nilainilai, pendidikan, pengalaman. Sedangkan faktor yang berasal dari lingkungan yang mempengaruhi diantaranya model peran, aktivitas, dan peluang
Daftar Pustaka
-Osterwalder, Alexander; Pigneur, Yves (2010). Business Model Generation: A Handbook for Visionaries, Game Changers, and Challengers. John Wiley & Sons, Inc. New Jersey. ISBN: 978-0470-87641-1
-Aulet, Bill (2013). Disciplined Entrepreneurship: 24 Steps to A Successful Startup. John Wiley & Sons, Inc. New Jersey. ISBN: 978-1-118-69228-8
-http://www.yourarticlelibrary.com/entrepreneurship/difference-between-entrepreneur-and-
intrapreneur-explained/40643/
-http://www.smallbusiness-bigresults.com/entrepreneurial-mind-set.htm
-Joe Tidd and John Bessant (2013), Managing Innovation, Fifth Edition, Willey, ISBN 978-1-
118-71694-6
Tidak ada komentar:
Posting Komentar