1.
EVALUASI
DAN PENGENDALIAN.
Evaluasi kinerja adalah proses dimana para manajer pada
seluruh tingkatan mendapatkan informasi mengenai kinerja tugas-tugas yang
diberikan dalam perusahaan serta menentukan apakah kinerja tersebut sesuai
dengan kriteria yang telah dibuat sebagaimana yang tercantum dalam anggaran,
rencana dan tujuan.
Kinerja dievaluasi pada
berbagai tingkat yangberbeda-beda dalam perusahaan : manajemen puncak, tingkat
menengah, dan tingkat operasi, yaitu pekerja produksi dan karyawan penjualan.
Dalam operasi, kinerja dari seorang supervisor produksi pada tingkat operasi
dievaluasi oleh manajer manajer pabrik. Yang selanjutnya para manajer pabrik
tersebut dievaluasi oleh eksekutif-eksekutif pada tingkat manajemen. Begitu
juga tenaga tenaga penjualan dievaluasi oleh manajer penjualan yang kemudian
dievaluasi oleh eksekutif-eksekutif pada tingkat manajemen. Begitu juga
tenaga-tenaga penjualan dievaluasi oleh manajer penjualan yang kemudian
dievaluasi oleh manajemen penjualan pada tingkatan yang lebih tinggi.
Pengendalian Manajemen
diartikan sebagai evaluasi terhadap kinerja para manajer pada tingkat menengah
yang dilakukan oleh manajer pada tingkat yang lebih tinggi. Pengendalian
Operasional berarti evaluasi terhadap karyawan pada tingkat operasi oleh
manajer pada tingkat menengah.
Pengendalian Operasional Vs Pengendalian Manajemen.
Berbeda dengan
pengendalian operasional yang berfokus pada manajer pada tingkat yang lebih
tinggi dan isu-isu strategi jangka panjang. Pengendalian operasional
memilikipendekatan manajemen berdasarkan pengecualian (management by exception)
yang artinya pengendalian ini menentukan unit-unit atau individu yang
kinerjanya tidak sesuai dengan yang diharapkan, sehingga masalah tersebut dapat
segera diperbaiki. Sebaliknya, pengendalian manajemen lebih konsisten dengan
pendekatan manajemen berdasarkan tujuan (management by objectives), dimana tujuan
jangka panjang seperti pertumbuhan dan profitabilitas ditentukan dan kinerja
diukur secara periodik berdasarkan tujuan-tujuan ini.
Pengendalian manajemen
juga memiliki tujuan yang lebih luas dan strategi, mengevaluasi profitabilitas
unit secara menyeluruh dan kinerja manajernya untuk memutuskan apakah unit
tersebut harus dipertahankan atau ditutup serta memotivasi manajer agar
mencapai tujuan manajemen puncak. Dikarenakan fokus yang lebih luas ini,
berbagai tujuan pengendalian manajemen pada umumnya memiliki banyak ukuran
kinerja. Bukan hanya satu ukuran keuangan atau operasional seperti yang
kadangkala terjadi dalam pengendalian operasional. Tampilan berikut bagan
organisasi yang menunjukkan perbedaan peran pengendalian manajemen dan
pengendalian operasional:
Tujuan Pengendalian Manajemen
Pada pendekatan manajemen
berdasarkan tujuan, manajemen puncak membebankan serangkaian tanggung jawab
kepada setiap manajer tingkat menengah. Sifat dari taanggung jawab ini dan oleh
karena itu sifat dari tujuan manajemen puncak, tergantung pada bidang
fungsional yang terlibat (operasi, pemasaran) dan pada lingkup kewenangan dari
manajer tingkat menengah tersebut (lingkup sumberdaya yang ada dalam kendali
manajer tersebut).
Bidang-bidang pertanggungjawaban
ini sering disebut sebagai unit bisnis strategis. Konsep unit bisnis strategis
khususnya berguna untuk perusahaan yang terdiversifikasi yang membutuhkan
ukuran-ukuran kinerja untuk merasionalkan dan mengelola unit-unit bisnis yang
berbeda-beda. General electric dikenal luas dengan konsep ini.
Unit Bisnis Strategis terdiri dari seperangkat sktivitas operasi yang dapat
dikendallikan yang dapat dikendalikan yang menjadi wilayah tanggung jawab
manajer SBU. Pada umumnya para manajer
mempunyai hak otonomi untuk membuat keputusan serta mengelola sumber daya
manusia dan fisik pada sebuah SBU. Tujuan pengendalian manajemen adalah:
1. memotivasi para manajer menggunakan upaya yang sangat
tinggi untuk mencapai tujuan yang ditetapkan oleh manajemen puncak.
2. menyediakan insentif yang tepat untuk para manajer agar
membuat keputusan yang konsisten dengan tujuan yang ditetapkan manajemen
puncak.
3. Menentukan secara adil penghargaan yang diperoleh para
manajer atas usaha dan keahlian serta efektivitas mereka dalam mengambil
keputusan.
Kontrak Kerja
Model ekonomi yang disebut
sebagai model prinsipal agen adalah sebuah protipe berisi elemen-elemn penting
yang harus terdapat dalam kontrak untuk mencapai tujuan tujuan yang diinginkan.
Model tersebut menunjukkan 2 aspek penting dari kinerja manajemen yang
mempengaruhi hubungan kontrak, yaitu ketidakpastian dan ketidakmampuan untuk
mengamati.
Adanya ketidakpastian
dalam lingkungan pekerjaan dan ketidakmampuan untuk mengamati serta keberadaan informasi pribadi untuk manajer membuat hubungan kontrak
menjadi rumit. Secara ideal tanpa adanya ketidakpastian dan terdapat kemampuan
untuk mengamati yang sempurna, manajer dan manajemen puncak akan mendasarkan
kontrak mereka pada seberapa besar usaha yang harus dilakukan oleh manajer.
Usaha yang dapat diamati akan meyakinkan kedua pihak atas hasil yang
diinginkan. Meskipun demikian adanya ketidakpastian dan ketidakmampuan untuk
mengamati berarti bahwa kontrak antara manajer dan manajemen puncak harus
mencakup ketidakpastian dan ketidakmampuan untuk mengamati hal tersebut secara
spesifik. Hal ini dapat dipenuhi dengan memahami dan menerapkan 3 prinsip
kontrak kerja:
1. Karena ketidakpastian dalam lingkungan manajer, kontrak
seharusnya mengakui bahwa faktor-faktor lain didalam dan luar perusahaan juga
mempengaruhi hasil usaha dan kemampuan manajer. Oleh karena itu kontrak
seharusnya memisahkan hasil dari tindakan manajer dengan usaha dan keahlian
dalam pengambilan keputusan yang dilakukan oleh manajer, artinya memisahkan
kinerja manajer dari kinerja SBU.
2. Kontrak seharusnya hanya mencakup faktor-faktor yang
dikendalikan oleh manajer. Konsep ini serupa dengan prinsip pertama, yang
memisahkan manajer SBU ; prinsip kedua ini tidak memasukkan faktor-faktor yang
tidak dapat dikendalikan yang diketahui dari kontrak.
3. Karena Ketidakpastian dan ketidakmampuan untuk mengamati,
seorang manajer penghindar risiko tidak layak dibiaskan untuk menghindari
keputusan dengan hasil yang tidak pasti. Sebaliknya, manajemen puncak lebih
suka melihat diterapkannya beberapa keputusan yang relatif beresiko ini karena
toleransi manajemen puncak yang lebih besar terhadap risiko.
Sebagai akibatnya, kontrak antara manajemen puncak dengan manajer
seharusnya mengakui penghindaran risiko manajer dan peran ketidakpastian;
perlunya memahami dan menerapkan ketiga prinsip pembuatan kontrak.
2.
DESAIN
SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN UNTUK EVALUASI
Pengembangan sistem pengendalian manajemen meliputi
identifikasi secara jelas siapa, apa dan kapan dievaluasi. Siapa yang tertarik
dalam mengevaluasi kinerja?. Dari aspek yang membutuhkan laporan kinerja
terdapat 4 penerima laporan kinerja:
1. Pemilik, Direktur, atau pemegang saham perusahaan,
2. Kreditor,
3. Unit-unit komunitas atau pemerintah yang dipengaruhi oleh
operasi perusahaan.
4. Karyawan perusahaan.
Masing-masing memiliki pandangan yang berbeda, tentang
kinerja yang diinginkan.
Aspek kedua pengendalian manajemen adalah apa yang sedang
dievaluasi. Pada umumnya yang dievaluasi adalah manajer perorangan untuk
menilai efektivitas dan efesiensi kinerja manajer. Alternatifnya fokus evaluasi
adalah SBU yang berada dibawah pengendalian manajer dengan tujuan menentukan
apakah akan memperluas atau memperkecil SBU tersebut. Selain memfokuskan pada
manajer perorangan, evaluasi dapat diarahkan pada suatu tim manajer. Kinerja
seorang manajer dapat dibandingkan dengan kinerja manajer lain atau kinerja
manajer itu sendiri. Perbandingan dengan manajer lain lazim dilakukan tetapi
perbandingan dengan kinerja manajer itu sendiri pada waktu sebelumnya dilakukan
bila perbandingan dengan mnajer lain tidak tepat atau tidak adil.
Aspek ketiga pengendalian manajemen adalah kapan evaluasi
kinerja dilakukan. Terdapat dua pertimbangan :
1.
Evaluasi
dapat dilakukan berdasarkan input sumberdaya yang digunakan manajer. Pendekatan
ini menggunakan anggaran induk.
2.
Evaluasi
dapat dilakukan berdasarkan output sumberdaya yang digunakan manajer.
Pendekatan ini menggunakan anggaran Fleksibel.
3.
PENGUKURAN
KINERJA.
Pengukuran kinerja stratejik adalah sistem akuntansi yang
digunakan oleh manajemen puncak untuk mengevaluasi manajer SBU. Pengukuran ini
digunakan pada saat tanggung jawab dapat didelegasikan secara efektif kepada
manajer SBU dan terdapat ukuran yang cukup untuk mengevaluasi kinerja manajer
tersebut. Sebelum mendesain sistem pengukuran kinerja stratejik, para manajer
puncak menentukan kapan pendelegasian tanggung jawab (yang disebut dengan
desentralisasi) diinginkan.
Desentralisasi.
Perusahaan dikatakan terdesentralisasi
jika perusahaan tersebut telah memilih untuk mendelegasikan sejumlah besar
tanggung jawab kepada manajer-manajer SBU. Sebaliknya, perusahaan yang
tersentralisasi menyerahkan banyak pengambilan keputusan pada tingkat manajemen
puncak. Sebagai contoh, pada perusahaan ritel dengan banyak toko, semua
keputusan penetapan harga, pembelian produk, dan keputusan periklanan dibuat
pada tingkat manajemen puncak, yaitu pada umumnya oleh eksekutif pemasaran dan
eksekutif operasi tingkat puncak. Sebaliknya perusahaan ritel yang
terdesentralisasi memperkenankan manajer-manajer toko lokalnya untuk memutuskan
produk yang akan dibeli serta jenis dan jumlah periklanan yang akan digunakan.
Manfaat strategis dari
pendekatan sentralisasi adalah bahwa manajemen puncak mempertahankan
pengendalian atas fungsi-fungsi bisnis yang penting, sehingga dapat memastikan
tingkat kinerja yang diinginkan tercapai. Selain itu dengan keterlibatan
manajemen puncak dalam sebagian besar pengambilan keputusan, keahlian manajemen
puncak dapat dimanfaatkan secara efektif dan aktivitas-aktivitas dari berbagai
unit yang berbeda dalam perusahaan dapat dikoordinasikan dengan efektif.
Meskipun demikian bagi banyak perusahaan, pendekatan terdesentralisasi lebih
disukai. Alasan utamanya adalah bahwa manajemen puncak tidak dapat mengatur
operasi-operasi secara efektif pada tingkat lokal yang diperlukan.
Keputusan-keputusan pada tingkat yang lebih rendah dalam perusahaan harus
dibuat tepat waktu menggunakan informasi yang tersedia agar perusahaan lebih
peka terhadap pelanggan. Sebagai contoh, seringkali manajer toko, penetapan
harga dan periklanan sebagai respons terhadap persaingan lokal serta peruabahan
kebiasaan dan selera pelanggan.
Meskipun alasan utama
untuk desentralisasi adalah penggunaan pengetahuan lokal atau khusus oleh manajer manajer SBU,
terdapat juga insentif lain yang penting. Pertama, banyak manajer mengatakan
bahwa pengukuran kinerja strategis yang terdesentralisasi lebih memberikan motivasi
karena memberikan kesempatan bagi para manajer untuk menunjukkan keahlian
mereka dan keinginan mereka untuk mencapai, juga menerima pengakuan dan
kompensasi atas keahlian mereka, kedua karena tanggung jawab langsung yang
ditanggung oleh manajer-manajer SBU, pendekatan desetralisasi memberikan
semacam pelatihan untuk calon-calon manajer tingkat puncak masa depan. Terakhir
hampir semua manajer sepakat bahwa pendekatan desentralisasi suatu dasar yang
lebih baik untuk evaluasi kinerja. Pendekatan ini dipandang lebih objektif dan
memberikan lebih banyak kesempatan untuk kemajuan manajer-manajer yang efektif
dan bekerja keras.
Berikut manfaat dan
kelemahan desentralisasi:
|
Manfaat
|
Kelemahan
|
1
2
3
4
5
6
|
Memungkinkan respons yang efektif dan tepat waktu kepada pelanggan
Menggunakan pengetahuan lokal
Melatih manajer
Memotivasi manajer
Menwarkan metode evaluasi kinerja yang objektive
|
Dapat mengganggu kooerdinasi antar SBU
Dapat menyebabkan potensi konflik antar SBU
|
Jenis-Jenis Unit Bisnis Strategis.
Terdapat 4 jenis unit
bisnis strategis, yaitu :
1. Cost SBU, adalah SBU unit atau pendukung dalam perusahaan
yang bertujuan menyediakan prouk atau jasa bermutu terbaik pada biaya paling
rendah. Contohnya meliputi departemen perakitan pabrik, departemen pemrosesan
data, serta departemen pengiriman dan penerimaan.
2. Revenue SBU, fokus SBU ini adalah pada fungsi penjualan,
didefinisikan menurut lini produk ataupun wilayah geografis.
3. Profit SBU, bila sebuah SBU menghasilkan pendapatan dan
menimbulkan sebagian besar biaya untuk menghasilkan pendapatan ini. Manajer SBU
laba bertanggung jawab atas pendapatan maupun biaya, dan oleh karena itu ingin
mencapai suatu laba operasi yang dinginkan.
4. Investment SBU, pendekatan dimana pada saat perusahaan
memiliki banyak SBU laba yang berbeda-beda karena memiliki banyak lini produk
yang berbeda-beda, mungkin sulit untuk membandingkan kinerja SBU-SBU tersebut
karena ukuran maupun sifat produk dan jasa mereka sangat bervariasi.
Isu Strategis terkait dengan Penerapan Unit Bisnis
Strategis Biaya.
Terdapat 3 isu:
1. Pergeseran Biaya
2. Fokus berlebihan pada tujuan
jangka pendek
3. Kecendrungan terjadinya salah paham antara
manajer-manajer dan manajemen puncak dalam hal kelonggaran anggaran.
1. Pergeseran Biaya.
Pergeseran
biaya terjadi pada saat suatu departemen
mengganti biaya-biaya yang dapat dikendalikan. Sebagai contoh, manajer
dari sebuah SBU biaya produksi yang dievaluasi berdasarkan biaya-biaya yang
dapat dikendalikan memiliki insentif untuk mengganti biaya variabel dengan
biaya tetap. Alasannya adalah bahwa manajer tersebut secara umum tidak
bertanggung jawab atas peningkatan biaya tetap yang tidak dapat dikendalikan.
Dampak akhirnya bisa berupa biaya keseluruhan yang lebih tinggi bagi
perusahaan, meskipun biaya yang dapat dikendalikan dalam departemen manajer
tersebut mungkin menurun.biaya tetap meningkat sementara biaya variabel
menurun.
2. Fokus berlebihan pd tujuan jangka pendek.
Isu
strategis lainnya adalah perhatian pada banyak sistem pengukuran kinerja yang
berfokus secara berlebihan pada angka-angka biaya tahunan; hal ini memotivasi
manajer untuk hanya memperhatikan biaya-biaya jangka pendek dan mengabaikan
isu-isu strategis jangka panjang. Kekhawatiran pada hal ini menjadi alasan penting mengapa SBU biaya seharusnya menggunakan
pertimbangan strategis nonkeuangan maupun informasi keuangan mengenai biaya.
3. Kecendrungan terjadinya salah paham antara
manajer-manajer dan manajemen puncak dalam hal kelonggaran anggaran
Isu
strategis ketiga dalam menetapkan SBU berbasis biaya adalah mengakui
peran-peran negatif dan positif dari kelonggaran anggaran (budget slack).
Budget slack adalah selisih antara kinerja yang dianggarkan dengan kinerja yang
diharapkan. Hampir semua SBU memiliki sejumlah kelonggaran anggaran, dibuktikan
dengan target biaya anggaran yang sedemikian rupa lebih mudah dicapai daripada
yang diharapkan. Manajer-manajer seringkali merencanakan sejumlah kelonggaran
dalam anggaran kinerja mereka untuk memungkinkan terjadinya peristiwa-peristiwa tidak menguntungkan
yang tidak diharapkan. Meski demikian sejumlah besar kelonggaran mungkin
disebabkan oleh upaya manajer SBU untuk membuat sejumlah kinerja mereka lebih
mudah dan dengan demikian menunjukkan tingkat kinerja keseluruhan yang lebih
rendah daripada seharusnya yang dapat dicapai.
Anggapan
positif mengenai kelonggaran ini adalah bahwa kelonggaran anggaran secara
efektif mengarahkan pengambilan keputusan dan tujuan keadilan dari evaluasi
kinerja. Dengan membatasi perhatian manajer terhadap ketidakpastian lingkungan,
maka kelonggaran anggaran menghindari risiko relatif manajer. Oleh karena itu
evaluasi yang dihasilkan memenuhi aspek keadilan, dan risiko yang berkurang
membantu manajer dalam membuat keputusan-keputusan yang hampir selaras dengan
tujuan manajemen puncak.
Menerapakan SBU didepartemen Produksi dan Departemen
Pendukung.
Terdapat 2
metode untuk menerapkan SBU biaya pada unit departemen produksi dan departemen
pendukung, yaitu metode biaya diskresioner dan metode biaya rekayasa. Kedua
metode ini mempunyai dasar perilaku biaya dan fokus yang berbeda; masing-masing
input atau output. Bila biaya terutama bersifat tetap, maka fokus perencanaan
yang berorientasi input adalah sesuai karena biaya tetap bersifat tidak dapat
dikendalikan dalam jangka pendek. Pendekatan perencanaan perlu digunakan agar
manajemen puncak dapat secara efektif menganggarkan biaya-biaya yang diharapkan
dalam setiap SBU biaya diskresioner; fokusnya lebih kepada perencanaan-perencanaan biaya yang diharapkan
pada awal periode daripada evaluasi terhadap jumlah biaya yang telah
dikeluarkan pada akhir periode. Sebaliknya jika biaya terutama bersifat
variabel dan oleh karenanya bersifat dapat dikendalikan maka pendekatan yang
berorientasi output yaitu berdasarkan evaluasi biaya-biaya yang dapat
dikendalikan pada akhir periode, akan sesuai.
Discreationary-cost method (metode biaya dikresioner), merupakan pendekatan yang berorientasi pada input,
karena biaya sebagian besar dianggap tidak dapat dikendalikan dan keleluasan
diterapkan pada tahap perencanaan.
Engineered-cost methd (metode biaya rekayasa), merupakan pendekatan yang berorientasi pada output karena
biaya bersifat variabel dan oleh karenanya direkayasa atau dapat dikendalikan.
Faktor lain yang mempengaruhi pemilihan antara SBU biaya
diskriasioner dan SBU biaya rekayasa adalah kompleksitas lingkungan kerja. SBU
yang outputnya relatif tidak jelas (misalnya penelitian dan pengembangan)
memiliki tujuan yang kurang dirumuskan dengan baik dan karenanya lebih mungkin
dievaluasi sebagai SBU biaya diskrisioner, SBU yang operasinya dirumuskan
dengan baik dan tujuan outputnya ditentukan dengan lebih jelas akan dievaluasi
sebagai SBU biaya direkayasa
Seperti tabel
berikut:
|
metode biaya dikresioner
|
metode biaya rekayasa
|
1
2
3
4
|
Sebagian besar biaya bersifat tetap, tidak dapat dikendalikan
Perusahaan menggunakan fokus perendanaan berorientasi input.
Operasinya kurang jelas.
Fokusnya adalah pada perencanaan.
|
Sebagian besar biaya bersifat variabel, dapat dikendalikan.
Perusahaan menggunakan fokus evaluasi berorientasi output.
Operasinya dirumuskan dengan baik
Fokusnya adalah pada evaluasi.
|
Referensi :
1
Blocher.”Manajemen Biaya, penekanan strategis, . penerbit Salemba Empat,2011.”
2
Hansen & Mowen. ”Manajemen Biaya. . penerbit Salemba Empat,2000.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar