1. PERAN
STRATEJIK UNIT INVESTASI
Peran strategis
stratejik bisnis unit investasi sama dengan peran strategis SBU-SBU lainnya:
1. Memotivasi
manajer untuk melakukan upaya semaksimal mungkin dalam mencapai tujuan yang
ditetapkan oleh manajemen puncak.
2. Memberikan
insentif kepada para manajer agar membuat keputusan yang konsisten dengan
tujuan yang ditetapkan oleh manajemen puncak.
3. Menentukan
secara adil penghargaan yang diperoleh para manajer atas usaha dan keahlian
serta efektivitas mereka dalam mengambil keputusan.
Tujuan pertama yaitu motivasi dapat dicapai karena tujuan
meningkatkan ROI sifatnya jelas dan intuitif, dan pada umumnya berada dalam
pengendalian manajer. Tujuan kedua yaitu keselarasan tujuan, dicapai
karena ROI merupakan suatu ukuran kinerja keuangan yang penting bagi perusahaan
secara keseluruhan. Setiap SBU investasi yang sukses dapat memberikan
kontribusi secara langsung pada keberhasilan perusahaan. Tujuan ketiga yaitu pemberian
penghargaan yang adil, dicapai karena penggunaan SBU investasi menjadi dasar
yang baik untuk membandingkan kinerja dari unit-unit yang berbeda ukuran; laba
diukur secara relatif terhadap jumlah investasi. Selain itu ROI memberikan
kontribusi dalam mencapai keadilan karena ROI adalah ukuran kuantitatif dan
jelas yang dapat dipahami serta biasanya berada dalam kendali para manajer.
Ukuran
utama dari kinerja SBU investasi adalah ROI (return on investment),
3 ukuran lainnya yang berkaitan adalah RI (residual Income) dan EVA
(economic value added), dan BSC (balance scorecard) juga dapat digunakan.
2. IMBAL
HASIL ATAS INVESTASI
Ukuran umum
yang paling umum digunakan adalah ROI yang merupakan sebuah prosentase dan
semakin besar prosentase tersebut maka semakin baik ROInya. Besarnya ROI untuk
perusahaan-perusahaan yang sukses bergantung pada banyak faktor, antara lain
kondisi ekonomi pada umumnya dan kondisi ekonomi industri perusahaan pada saat
ini pada khususnya.
Perusahaan memakai aktiva untuk memperoleh lebih banyak aktiva.
Sebagai contoh sebuah toko swalayan menggunakan kas untuk membeli persediaan.
Persediaan tadi dikonversikan menjadi kas ketika dijual ke pelanggan. Jika
menguntungkan, jumlah kas yang diterima dari penjualan persediaan akan lebih
besar daripada jumlah kas yang dikeluarkan untuk membeli persediaan tersebut .
kinerja dapat diukur melalui kemampuan utk membesarkan rasio aset yang
dikembalikan dengan aset yang digunakan.
Sebuah
ukuran yang memperhitungkan jumlah aktiva yang ditanamkan adalah tingkat
imbalan atas investasi (ROI) atau tingkat imbalan atas aset (Return on assets,
ROA). ROI merupakan persentase, semakin besar persentasenya semakin
besar pula ROI nya. ROI untuk perusahaan yang sukses berkisar antar 10
sampai 50 persen, meskipun ROI setiap perusahaan dievaluasi dari segi ROI
rata-rata industri dan faktor ekonomi yang dihadapi oleh perusahaan
tertentu. ROI merupakan ukuran kinerja pusat laba yang paling lazim
dipakai karena dapat dibandingkan dengan hasil menurut pasar eksternal untuk
memberikan suatu tolak ukur kinerja divisi.
Terdapat
bermacam ukuran kinerja laba yang berbeda untuk bermacam aspek perusahaan
(perusahaan keseluruhan, segmen bisnis atau manajer yang bertanggung jawab atas
suatu segmen). Berikut disajikan daftar ukuran laba dan investasi yang
berbeda yang dipakai untuk 3 kinerja yang dapat dievaluasi dengan memakai rumus
ROI :
Kinerja
yg sedang diukur
|
Definisi
laba
|
Defini
Investasi
|
Perusahaan secara
keseluruhan
|
Laba
operasi bersih (laba sblm bunga dan pajak penghasilan)
|
Jumlah
rata-rata aset yg dipakai secara produktif selama periode berjalan
|
Pusat investasi
|
Laba
segmen
|
Jumlah
rata-rata aset yg digunakan secara langsung oleh segmen
|
Manajer
Pusat investasi
|
Laba
terkendalikan
|
Jumlah
rata-rata aset yg berada di bawah kendali manajer
|
Dengan
mengukur profitabilitas relatif terhadap jumlah aktiva yg diinvestasikan dlm
setiap divisi, maka ROI boleh digunakan untuk membandingkan kinerja berbagai divisi.
Semakin tinggi ROI semakin efektif pula divisi tersebut dlm mendaya gunakan
aktiva untuk menghasilkan laba. Contoh ROI untuk setiap divisi PT Lontar,
berdasarkan nilai buku aktiva yg diinvestasikan sbb. :
DIVISI
R
DIVISI
S
DIVISI T
Laba
operasi Rp. 210.000 Rp. 252.000 Rp. 225.000
Aktiva yg
diinvestasikan Rp.
1.050.000 Rp.
2.100.000 Rp. 1.500.000
ROI
20%
12%
15%
Meskipun divisi S mengukir laba operasi yg paling besar, namun
ROInya menduduki posisi paling rendah yaitu 12%. Oleh karena itu relatif
divisi S merupakan divisi yg paling tidak menguntungkan jika asset ditanamkan.
Tiga kiat bagi manajer pusat investasi untuk meningkatkan
ROI adalah :
· Manajer
pusat investasi dapat memangkas biayanya untuk meningkatkan rasio marjin (laba
operasi bersih dibagi penjualan bersih)
· Manajer
pusat investasi dpt mengurangi aktivanya guna menaikkan rasio putaran aktivanya
(penjualan bersih dibagi rata-rata aktiva)
· Manajer
pusat investasi dapat meningkatkan penjualan yg dengan sendirinya menaikkan
laba bersih
Untuk mengilustrasikan bagaimana ROI dapat diperbaiki memalui tiga
langkah tadi, dipakai data pusat investasi sbb. :
Laba operasi bersih ............................
Rp. 250.000
Penjualan ............................................
Rp. 2.500.000
Aset operasi rata-rata
......................... Rp. 1.250.000
ROI yg dihasilkan oleh pusat investasi akan sebesar :
ROI = 10 % x 2 = 20%
Peningkatan penjualan dapat dilakukan dengan cara
menaikkan harga jual produk tanpa harus meningkatkan biaya variabel per unit
ataupun biaya tetap. ROI atas penjualan akan meningkat.
Contoh diasumsikan manajer mampu menaikkan penjualan dari Rp.
2.500.000 menjadi Rp. 2.750.000. selain itu diasumsikan karena peningkatan
penjualan tersebut maka laba operasi meningkat dari Rp. 250.000 menjadi Rp.
300.000. Aset operasi dianggap tidak berubah. Maka
ROI = 10,91% x 2,2
ROI = 24% (lebih besar daripada 20% sebelumnya)
Pemangkasan biaya merupakan cara paling mudah untuk
menaikkan angka ROI yg umumnya merupakan pendekatan pertama yg diambil
manajer ketika menghadapi penurunan penjualan. Ada beberapa pola yg biasanya
digunakan yaitu :
· Mengkaji
ulang biaya tetap, baik unsur biaya maupun program yg membentuk suatu paket
biaya tetap, kemudian mencari biaya yg dapat dipotong dengan segera.
· Mencari
kiat untuk membuat karyawan bekerja lebih efisien dengan membuang penambahan
waktu yg bukan nilai tambah, atau waktu perbaikan mesin, dan meningkatkan
kinerja karyawan.
· Menelaah
biaya masukkan sumber daya untuk kegiatan usaha dan mengupayakan pilihan yg
paling murah.
Contoh : anggaplah manajer mampu memangkas biaya sebesar Rp.
25.000 sehingga laba operasi bisa meningkat dari Rp. 250.000 menjadi Rp.
275.000. Penjualan dan aset operasi dianggap tidak mengalami perubahan.
Maka ROI perusahaan akan menunjukkan :
ROI = 11% x 2
ROI = 22% (lebih besar daripada 20% sebelumnya)
Pengurangan
aset. Manajer biasanya berupaya mengendalikan penjualan biaya. Meski
demikian , sensitif manajer thd pengelolaan aktiva tidak sama kuatnya. Manajer
yg kinerjanya dievaluasi dengan ROI akan menemukan fakta bahwa pemotongan
kelebihan investasi berpengaruh signifikan thd putaran aktiva yg juga
berpengaruh pada ROI.
Contoh
: disumsikan manajer sanggup mengurangi aset operasi perusahaan dari Rp.
1.250.000 menjadi Rp. 1.000.000. Penjualan dan laba operasi bersih
diasumsikan tidak berubah. Maka ROI perusahaan :
ROI = 10% x 2,5
ROI = 25% (lebih besar daripada 20% sebelumnya)
KEUNGGULAN RETURN
ON INVESTMENT (ROI)
· ROI
merupakan ukuran komprehensif , dalam pengertian bahwa semua yg mempengaruhi
laporan keuangan tercermin dalam rasio ini
· ROI mudah
dihitung, dipahami dan bermakna dalam pengertian absolut. Contoh : angka ROI yg
lebih kecil daripada 6 % dianggap lebih kecil pada skala absolut dan angka ROI
yg lebih besar dari 30% dianggap tinggi.
· ROI
merupakan denominator (pengganti) yg lazim dapat diterapkan kepada setiap unit
organisaional yg bertanggung jawab atas profitabilitas, tidak peduli berapapun
besar skala bisnisnya. Kinerja unit yg berbeda dapat dibandingkan langsung satu
sama lain.
· ROI
memaksa manaker pusat investasi untuk lebih berhati-hati dalam memilih dan
memnfaatkan aset operasi perusahaan dan memikirkan pentingnya hubungan
profitabilitas dengan neraca dan laporan laba rugi.
KELEMAHAN
RETURN ON INVESTMENT (ROI)
· Menolak
investasi yg berharga. Misalnya sebuah unit bisnis yg saat ini ROInya 30% kemungkinan
besar akan enggan memperluas bisnisnya kecuali unit tersebut mampu meraih ROI
sebesar 30% atau lebih dari 30%. Contoh : PT Tanjung memiliki divisi AB dan
divisi CD. Diasumsikan bahwa manajer divisi AB mengharapkan laba Rp. 12.000.000
atas investasi Rp. 40.000.000 untuk ekspektasi tingkat ROI 30%. Manajer divisi
AB mendapat peluang investasi yg menawarkan laba tambahan sebesar Rp. 2.500.00
dari investasi tambahan sebanyak Rp. 11.500.000 (disini ROI 22% dari investasi
tambahan Rp. 2.5000.000/ Rp. 11.500.000). diasumsikan ROI yg berlaku di PT
Tanjung 20%. Dari gambaran diatas, peluang investasi tadi harus dilaksanakan
karena taksiran ROI nya sebesar 22 %, melebihi ketentuan 20% yg berlaku di
perusahaan. Namun jika kinerja divisi dievaluasi berdasarkan ROI, manajer
cenderung menolak investasi baru karena tingkat ROI divisi yg 30% akan menurun
menjadi 28 dengan diterimanya investasi tersebut. Perhitungannya adalah :
Laba divisional :
Saat
ini Rp.
12.000.000
Dari proyek baru
(tambahan) Rp.
2.500.000
Jumlah laba
divisional Rp.
14.500.000
Investasi sblm proyek
baru Rp.
40.000.000
Investasi tambahan utk proyek
baru Rp.
11.500.000
Jumlah
investasi Rp.
51.500.000
ROI = 28% (ROI divisional setelah investasi
baru)
Dengan memakai laba residu (residual income, RI) untuk
mengevaluasi kinerja akan mendorong perilaku keharmonisan tujuan :
Tanpa
Dengan
Proyek
Baru
Proyek Baru
Investasi
divisional (AB) Rp.40.000.000 Rp.
51.500.000
Tingkat
ROI
minimal
20%
20%
Laba
divisional Rp.12.000.000 Rp.
14.500.000
Dikurangi
biaya modal (20%) (Rp.
8.000.000) (Rp.10.300.000)
Laba
residu Rp.
4.000.000 Rp.
4.200.000
Manajer
yg dievaluasi berdasarkan laba residu akan menjalankan proyek baru
tersebut karena kinerjanya meningkat
dari Rp. 4.000.000 menjadi Rp. 4.200.000. hal ini wajar
saja karena ROI proyek baru 22%. Kriteria ROI mendorong maksimisasi rasio laba
investasi. Sedangkan RI menggalakkan maksimisasi jumlah rupiah laba atas ROI yg
berlaku di perusahaan.
· Menerima
investasi yg tidak berharga. Misalnya manajer divisi
CD PT Tanjung mengharapkan laba sebesar Rp. 7.000.000 dari
investasi Rp. 70.000.000, untuk tingkat ROI 10%. Bagaimana manajer divisi CD
merespon peluang investasi untuk menigkatkan laba usaha
sebesar Rp. 760.000 dengan investasi tamabahan Rp. 4.000.000 ? investasi
ini tidak bagus untuk PT Tanjung karena ROI nya lebih kecil dari ketentuan 20%
yg berlaku di perusahaan. Namun manajer divisi CD akan menerima peluang
tersebut karena ROI divisi akan meningkat dari 10% menjadi 104% seperti dibawah
ini :
Namun demikian, usulan investasi sebenarnya menghasilkan laba
residu negatif sebesar Rp. 40.000 karena investasi Rp. 4.000.000 membuthkan
laba sebesar Rp. 8000.000 supaya bisa memenuhi ROI 20% yg ditetapkan
perusahaan.
Jika manajer divisi CD dievaluasi berdasarkan laba residu, maka
investasi tersebut akan ditolak karena laba residu yg sudah negatif Rp.
7.000.000 menjadi Rp. 7.040.000 jika investasi diterima.
Tanpa
Dengan
Proyek Baru
Proyek Baru
Investasi
divisional (AB) Rp.70.000.000 Rp. 74.000.000
Tingkat
ROI
minimal
20%
20%
Laba
divisional Rp.
7.000.000 Rp.
7.760.000
Dikurangi
biaya modal
(20%) (Rp.14.000.000) (Rp.14.800.000)
Laba
residu Rp.
7.000.000 Rp.
7.040.000
LABA
RESIDU (RESIDUAL INCOME)
Laba residu adalah kelebihan laba operasi
divisional diatas jumlah minimal laba operasi yg dikehendaki, dimana
jumlah minimal yg dikehendaki ditentukan oleh manajemen senior dengan
memperhitungkan faktor seperti biaya modal kegiatan bisnis perusahaan.
Ketika
laba residu dipakai untuk mengukur kinerja, maka tujuannya untuk memaksimalkan
jumlah laba residu, bukan memaksimalkan ROI. Ketika laba residu positif maka
laba suatu investasi pada aset akan lebih besar daripada ROI yg
dinginkan, karenanya investasi dianggap menjanjikan. Laba residu negatif
mengindikasikan bahwa ROI tidak memadai untuk mencapai jumlah minimal yg
diharapkan. Dalam menilai kinerja memakai metode laba residu, divisi dibebani
biaya kesempatan modal untuk berbagai kategori aktiva yg mereka gunakan. Laba
residu dihitung sbb. :
Keunggulan
utama laba residu sbg ukuran kinerja adalah bahwa ukuran ini
memperhitungkan tingkat retun minimal maupun besarnya laba operasi yg diraih
setiap divisi.
Kelemahannya adalah
laba residu merupakan angka absolut sehingga divisi yg lebih besar biasanya
memiliki laba residu yg tinggi pula dibandingkan divisi yg lebih
kecil, yg
mengakibatkan kesulitan dalam membandingkan evaluasi kinerja. Hal ini
dapat dilihat dari ilustrasi sbb. :
DIVISI
X
DIVISI Z
Modal yg
diinvestasikan Rp.
30.000.000 Rp.
300.000.000
Laba
bersih Rp.
9.000.000 Rp.
75.000.000
Biaya modal Rp. 6.000.000 Rp.
60.000.000
Laba
residu Rp.
3.000.000 Rp. 15.000.000
ROI
30%
25%
Divisi Z memiliki modal investasi 10 x lebih besar dan laba bersih
lebih besar dibandingkan divisi X. Mana yg lebih baik ? Divisi
Z memiliki laba residu 5 x lipat dibanding divisi X, namun divisi X
memiliki angka ROI yg lebih tinggi. Apakah hal ini berarti divisi X
yg baik ? Dalam hal ini divisi Z yg lebih besar, karena
bagi perusahaan yg lebih penting adalah yg memiliki laba lebih banyak dan modal
yg ditanamkan. Penentuan divisi mana yg lebih
baik membutuhkan suatu parameter. Jika divisi X memiliki target laba residu
dianggarkan Rp. 4.500.00 dan divisi Z memiliki target laba residu dianggarkan
Rp. 13.000.000, maka boleh disimpulkan divisi Z menjadi divisi
yg lebih baik karena melampaui target
laba residu dianggarkan sebesar Rp.
2.000.000
3. KAPAN
MENENTUKAN HARGA TRANSFER.
Harga transfer (transfer price) adalah harga jual
khusus yg dipakai dalam pertukaran antar divisional untuk mencatat pendapatan
divisi penjualan (selling division) dan biaya divisi pembelian (buying
division).
Harga transfer mengukur nilai produk (barang atau jasa) yg
diserahkan oleh sebuah pusat laba kepada pusat pertanggung jawaban lainnya
dalam sebuah perusahaan.
Dua kriteria pembuatan harga transfer adalah :
(a) Harga
transfer yg selaras dengan tujuan perusahaan yaitu harga yg dibuat sedemikian
rupa sehingga divisi penjualan dan divisi pembelian yg terlibat dalam transfer
akan mengambil keputusan yg sama atas harga dan kuantitas transfer yg akn
dibuat sekiranya keputusan diambil oleh manajemen pusat.
(b) Harga
transfer adalah wajar ketika sistem membiarkan manajer divisi dengan wewenang
substansialnya untuk mengejar dan meraih tujuan mereka.
Harga transfer biasanya digunakan untuk produk antara yaitu barang
dan jasa yg dipasok oleh divisi penjualan kepada divisi pembelian. Pertukaran
internal yg diukur oleh harga transfer menghasilkan :
(1) Pendapatan
bagi pusat pertanggungjawaban yg menyerahkan produk (divisi penjualan)
(2) Biaya
bagi pusat pertanggungjawaban yg menerima produk (divisi pembelian)
Tujuan penentuan harga transfer adalah untuk
mentransmisikan data keuangan diantara departemen-departemen atau divisi
perusahaan pada saat saling menggunakan barang dan jasa satu sama lain. Sistem
penentuan harga transfer normalnya diterapkan dlm kegiatan usaha yg
terdesentralisasi untuk menentukan apakah tujuan organisasi sudah tercapai dlm
setiap divisi.
Jika
terdapat pasar kompetitif untuk produk atau jasa yg sedang ditransfer secara
internal, penggunaan harga pasar sbg harga transfer umumnya akan menghasilkan
keharmonisan tujuan dan upaya manajerial yg dikehendaki. Harga pasar
(market price) adalah harga beli ataupun jual oleh pembeli dan
penjual independen. Harga transfer berdasarkan pasar (market based transfer
price) adalah harga pasar luar produk dan boleh saja disesuaikan untuk
penghematan biaya angkut, kredit dan biaya lainnya yg dapat dihindari dengan
menjual ke divisi terkait dalam perusahaan.
Contoh :
Divisi pembelian Divisi Penjualan
Harga
jual
Rp.
2.600
Rp. 1.200
Biaya
variabel
Rp.
800
Rp. 400
Permintaan produk dari
luar
2.000 unit
Permintaan produk divisi
pembelian 1.000
unit
Kapasitas produktif divisi
penjualan
3.000 unit
Marjin kontribusi produk untuk perusahaan secara keseluruhan
dihitung sbb. :
Produk dijual keluar oleh divisi penjualan :
Pendapatan penjualan (2000 unit x
Rp.1200/unit) Rp2.400.000
Biaya variabel (2000 unit x
Rp.400/unit) (Rp
800.000)
CM Rp.1.600.000
Produk dijual kedalam oleh divisi penjualan :
Pendapatan penjualan (1000 unit x
Rp.1200/unit) Rp1.200.000
Biaya variabel (1000 unit x
Rp.400/unit) (Rp
400.000)
CM Rp.
800.000
Produk dijual keluar oleh divisi pembelian :
Pendapatan penjualan (1000 unit x
Rp.2600/unit) Rp2.600.000
Biaya variabel (1000 unit x
Rp.800/unit)
(Rp 800.000)
Harga transfer (1000 unit x
Rp.1200/unit) (Rp1.200.000)
CM Rp.
600.000
JUMLAH
CM
Rp.3.000.000
Dari
paparan diatas terlihat bahwa pada harga Rp. 1.200 kedua divisi memperoleh CM
atas penjualan 1.000 unit secara internal. Secara keseluruhan perusahaan
mendapat keuntungan Rp. 1.400.000. karena tidak ada permintaan dari luar untuk
1.000 unit barang yg dijual didalam perusahaan.
Diasumsikan
jika terjadi lonjakan permintaan dari luar sedangkan permintaan divisi
pembelian tetap, harga pasar meningkat dari Rp. 1.200 menjadi Rp. 2.000.
jika perusahaan memakai harga pasar sebagai dasar harga transfer, divisi
pembelian tidak sanggup membelinya karena CM barang tersebut akan negatif seperti
perhitungan sbb. :
CM divisi pembelian pada harga transfer
Rp. 2.000
Pendapatan penjualan (1000 unit x
Rp.2600/unit) Rp2.600.000
Biaya variabel (1000 unit x
Rp.800/unit)
(Rp 800.000)
Harga transfer (1000 unit x Rp.2000/unit) (Rp2.000.000)
CM (Rp.
200.000)
Dengan
keadaan seperti ini, divisi penjualan akan menjual semua produk ke pembeli dari
luar perusahaan. Karena secara keseluruhan divisi penjualan akan mencetak CM
Rp. 1.600 ( Rp. 2.000 - Rp. 400) per unit dengan menjualnya pada harga pasar
kepada pelanggan luar. Jika dijual ke divisi pembelian, CM yg diraih hanya Rp.
1.400 (Rp. 2.600 – Rp. 800) per unit.
4. PENJABARAN
MATA UANG ASING DAN HARGA TRANSFER
Melemahnya
nilai mata uang negara-negara asia tenggara baru-baru ini (rupiah indonesia,
baht thailand, ringgit malaysia, dan rupee srilanka) relatif terhadap mata uang
uang dollar US sepertinya merupakan peluang bagi beberapa perusahaan manufaktur
asia tenggara untuk meningkatkan ekspornya keperusahaan ritel dan manufaktur
US. Dasar pemikirannya adalah melemanya harga mata uang akan membuat
produk-produk asia lebih murah dalam dollar US, sehingga akan meningkatkan daya
tarik produk produk tersebut di US dibandingkan produk lainnya, dan dengan
demikian dapat meningkatkan permintaan Nike, yang mempunyai beberapa pabrik
produksi di Asia tenggara, mengatakan, bagaimanapun perubahan mata uang
tersebut tidak banyak berpengaruh terhadap harga-harga di US. Apakah Nike
sepertinya akan kehilangan kesempatan untuk mengurangi harga dan meningkatkan
penjualan di US.
Referensi :
1
Blocher.”Manajemen Biaya, penekanan strategis, . penerbit Salemba Empat,2011.”
2
Hansen & Mowen. ”Manajemen Biaya. . penerbit Salemba Empat,2000.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar