Sabtu, 29 Mei 2010

Pertemuan ke-9 Bukti Manajemen Audit

A. Hubungan bukti hukum dengan bukti audit
Bukti hukum dan bukti audit memiliki banyak kesamaan. Keduanya memiliki tujuan yang sama-untuk memberikan bukti, untuk mendorong keyakinan tentang kebenaran atau kesalahan setiap pernyataan atas suatu masalah. Keyakinan dibangun dari pertimbangan atas informasi, informasi tersebut yang kemudian disajikan, dalam bentuk apa pun, merupakan bukti.

Fokus bukti audit sedikit berbeda dengan bukti hukum. Bukti-bukti hukum (legal evidence) sangat mengandalkan pengakuan lisan. Bukti-bukti audit (audit evidence) sangat mengandalkan bukti-bukti dokumen. Bukti-bukti hukum memungkinkan pernyataan-pernyataan tertentu, misalnya dalam hukum dinyatakan bahwa fakta-fakta yang tertera pada instrument tertulis, antara pihak-pihak yang berkepentingan adalah benar (artinya tidak ada bukti lain, seberapa pun kuatnya, yang dapat menentang kebenaran dari fakta tertulis tersebut). Tetapi auditor tidak dibatasai pada anggapan atau pernyataan tertentu; mereka harus mempertanyakan setiap bukti hingga mereka sendiri puas dengan kebenaran atau kesalahannya. Berikut ini beberapa ringkasan bentuk bukti hukum. 1. Bukti terbaik (best evidence) sering disebut bukti primer, merupakan bukti yang paling alami-bukti yang paling memuaskan mengenai fakta-fakta yang sedang diselidiki. Bukti tersebut memiliki hubungan yang kuat dengan keandalan. Umumnya bukti tersebut terbatas pada bukti dokumen dan kebanyakan diterapkan untuk membuktikan isi pernyataan tertulis. Jika tersedia pernyataan tertulis yang asli, aturan tentang bukti terbaik mencegah salah satu pihak membuktikan isi pernyatan tertulis melalui pengakuan lisan. Aturan tersebut dirancang untuk menutup kemungkinan terjadinya interpretasi yang salah atas pernyataan tertulis; karena mengharuskan tersedianya dokumen asli bila tersedia. Bukti lisan, misalnya, tidak boleh digunakan untuk memperselisihkan instrument tertulis seperti kontrak atau akta; tetapi, bukti lisan dapat digunakan untuk menjelaskan makna instrument tersebut jika instrument seperti ini memungkinkan terjadinya lebih dari satu interpretasi 2. Bukti sekunder (secondary evidence) berada di bawah bukti primer dan tidak disamakan keandalannya. Bukti sekunder bisa mencakup salinan bukti tertulis atau lisan. Sebuah salinan tertulis umumnya dapat diterima, jika (1) dokumen asli hilang atau telah dimusnahkan tanpa niat melakukan kecurangan di pihak pendukung salinan tersebut; (2) bukti tertulis tersebut sulit diperoleh oleh pendukung salinan tersebut; (3) bukti tertulis dikendalikan oleh entitas publik. Harus ditunjukkan bahwa salinan tersebut merupakan representasi yang layak dari dokumen asli. Pengakuan lisan atau risalah tertulis umumnya dianggap berada di bawah salinan dokumen tertulis. Bentuk bukti yang inferior ini tidak dibatasi oleh aturan bukti terbaik jika (1) bukti tertulis terdiri atas beberapa akun atau bukti tertulis lainnya; (2) akun-akun tersebut tidak dapat diperiksa di pengadilan tanpa menghabiskan banyak waktu; atau 3) akun-akun atau bukti tertulis lainnya dihasilkan untuk diperiksa oleh pihak yang berlawanan jika kebijakan pengadilan mengharuskan 3. Bukti langsung (direct evidence) membuktikan fakta tanpa harus menggunakan pernyataan atau rujukan untuk menetapkan suatu bukti. Pengakuan dari seorang saksi atas sebuah fakta merupakan bukti langsung-tidak diperlukan rujukan. Misalnya, seorang saksi yang menyatakan bahwa ia mengamati seorang karyawan yang menginspeksi penerimaan barang menandatangani berkas pemeriksaan. Padahal barang yang diterima kurang dari yang tertera di berkas tersebut, merupakan bukti tertulis. 4. Bukti tidak langsung (circumstantial evidence) membuktikan fakta sementara, atau sekumpulan fakta, yang dapat dirujuk seseorang untuk mengetahui keberadaan beberapa fakta primer yang signifikan atas masalah yang sedang dipertimbangkan. Bukti ini tidak langsung membuktikan keberadaan fakta-fakta primer, tetapi hanya meningkatkan penggunaan pemikiran logis yang ada. Penerimaan barang yang kurang dari jumlah yang seharusnya tetapi lolos pemeriksaan departemen penerima, disertai stempel pemeriksaan pada memo penerimaan, merupakan bukti tidak langsung bahwa si pemeriksa telah lalai. Auditor harus senantiasa berhati-hati dengan bukti tidak langsung. Misalnya, dalam kasus petugas pemeriksa tadi, mungkin saja ia sedang tidak bertugas pada hari barang diterima dan orang lain menggunakan stempelnya. 5. Bukti yang meyakinkan. Bukti yang meyakinkan merupakan bukti yang tak terbantahkan, apa pun bentuknya. Bukti ini sangat kuat sehingga mengalahkan semua bukti lainnya, dan merupakan sumber diambilnya kesimpulan. Bukti ini tidak tidak bisa dipertentangkan dan tidak membutuhkan bukti-bukti yang menguatkan. Seperti yang dikatakan Thoreau, “ beberapa bukti tidak langsung bersifat sangat kuat, seperti ketika anda menemukan ikan di dalam susu. “Sangat jelas bisa dikatakan bahwa ikan tersebut tidak berasal dari seekor sapi 6. Bukti yang menguatkan merupakan bukti tambahan dari karakter yang berbeda menyangkut hal yang sama. Bukti ini mendukung bukti yang telah diberikan dan cenderung menguatkan atau mengonfirmasikannya. Misalnya, bukti lisan yang konsisten dengan instrument tertulis, dan diberikan semata-mata untuk mengonfirmasi pernyataan tertulis, dan diberikan semata-mata untuk mengonfirmasi pernyataan tertulis atau menunjukkan kebenaran masalah yang terkandung di dalamnya, maka hal ini merupakan bukti yang menguatkan dan dianggap dapat diterima. Bukti lisan, yang diberikan oleh penyelia inspeksi, bahwa petugas inspeksi sedang bertugas pada hari diterimanya barang dalam jumlah yang kurang dari seharusnya dan tidak ada orang lain yang bisa menggunakan stempelnya, menguatkan bukti tidak langsung atas stempel penerimaan. 7. Bukti Opini, berdasarkan aturan opini, saksi-saksi harus memberikan kesaksian hanya terhadap fakta yang ada-pada apa yang benar-benar mereka lihat atau dengar. Sebaliknya auditor harus menyaring opini dan mengumpulkan serta ,mengevaluasi fakta-fakta semata – hal-hal yang cenderung membuktikan kebenaran atau kesalahannya. Opini yang diberikan orang lain bisa bermamfaat sebagai penunjuk jalan yang benar untuk mengumpulkan fakta, tetapi opini juga bisa bias, mementingkan kepetingan sendiri, atau kurang mengandung informasi. Akan tetapi terdapat pengecualian atas aturan opini, yang berkaitan dengan pengakuan saksi ahli. Berdasarkan pengecualian ini, seorang ahli diperbolehkan memberikan opini atas suatu fakta; karena hanya dengan cara ini juri atau hakim administratif akan memahami fakta-fakta tersebut dan hanya dengan cara inilah juri akan memahami fakta-fakta tersebut dan hanya dengan cara inilah juri akan memperoleh kebenaran. Untuk pengakuan berupa opini telah dibuat beberapa pengamanan dengan mensyaratkan adanya dua elemen: Pertama, subyek yang dinyatakan opininya harus jelas terkait dengan pengetahuan, profesi, bisnis, atau jabatan yang berada di luar pemahaman orang awam. Kedua, saksi ahli harus memiliki keahlian, pengetahuan, atau pengalaman dalam bidang tersebut sehingga bisa membantu anggota juri atau pengadilan dalam mencari kebenaran. Auditor harus memiliki aturan opini dalam pikiran mereka menghadapi masalah yang berada di luar pengetahuannya. Mereka harus memahami bahwa opini orang lain adalah abash jika opini stersebut berada dalam lingkup aturan opini ahli, tetapi tidak valid kecuali mencakup tiga bagian penting ini: (1) subyek yang berada di luar pemahaman auditor; dan (2) saksi ahli yang dikenal memang memiliki pengetahuan di bidang tersebut. Untuk praktisnya, auditor harus memiliki elemen ketiga: bebas dari kemungkinan bias. Dalam situasi bisnis, saksi ahli biasanya adalah pegawai organisasi. Auditor harus, jika mungkin, memilih seseorang di luar departemen atau divisi yang terlibat dalam audit. Seorang insinyur yang opininya diperoleh atas masalah yang melibatkan proyek A harus dipilih dari insinyur yang menangani proyek B atau C. Tentu saja dalam beberapa organisasi, satu-satunya saksi ahli mungkin bekerja pada proyek yang sedang ditelaah. Dalam kasus ini, auditor harus mempertimbangkan kemungkinan bahwa pengakuan saksi ahli tersebut tidak sepenuhnya bebas dari bias. 8. Bukti kabar angin. Aturan bukti kabar angin memberikan pernyataan yang tidak dapat diterima yang dibuat seseorang, selain saksi ahli, untuk membuktikan kebenaran suatu masalah. Dengan kata lain, bukti ini berupa bukti lisan atau tertulis yang dibawa ke pengadilan dan menjadi bukti atas pernyataan yang dikatakan di pengadilan. Bukti kabar angin umumnya tidak dapat diterima karena salah satu cara terbaik untuk membuktikan kebenaran atau kesalahan sebuah pernyataan adalah dengan mendengar keterangan dari saksi ahli di bawah sumpah dan memeriksa silang dengan apa yang benar –benar dilihat atau didengar. Pemeriksaan silang merupakan cara untuk menemukan ketidakjujuran dan kecurangan, penindasan, dan sumber kesalahan yang terkandung dalam pernyataan seorang saksi ahli. Auditor harus menempatkan diri mereka sendiri pada posisi sebagai seorang hakim di pengadilan pada saat mengajukan pertanyaan dan memeriksa catatan. Jika Smith mengatakan kepada auditor, “ secara pribadi saya melihat Jones menandatangani memo penerimaan,” maka hal ini merupakan bukti langsung, bukan kabar angin. Smith menyajikan fakta tersebut kepada auditor, yang bisa memeriksa silang dengan mengajukan pertanyaan untuk membuktikan kebenaran atau kesalahan pernyataannya. Auditor bisa bertanya, “ Apakah anda mengetahui orang tersebut benar-benar Jones saat anda melihatnya? Apakah anda bisa melihat Jones menandatangani memo penerimaan? Bagaimana anda tahu ini merupakan memo penerimaan yang sama? Bagaimana anda tahu ini merupakan memo penerimaan yang sama? Kapan ia menandatangani?,” dan lain-lain.

B. Kedudukan bukti Manajemen Audit
Dari sudut pandang auditor bukti adalah fakta dan informasi yang dapat digunakan sebagai dasar pembuatan kesimpulan audit. Bukti harus mempunyai hubungan dengan kriteria audit; objektif, relevan, dan bermakna (material). Dalam proses audit, auditor harus dapat menganalisis dan menentukan fakta dan informasi yang relevan, andal, dan berkaitan dengan tujuan audit. Sedangkan menurut Sawyers ; “ bukti audit (audit evidence) adalah informasi yang diperoleh auditor melalui pengamatan suatu kondisi, wawancara dan pemeriksaan catatan. Bukti audit harus memberikan dasar nyata untuk opini, kesimpulan, dan rekomendasi audit. Bukti audit terdiri atas bukti fisik, pengakuan, dokumen dan analitis.
C. Sifat Bukti Audit
Bukti fisik (physical evidence) diperoleh dengan mengamati orang, property dan kejadian. Bukti ini dapat berbentuk observasi oleh pengamat, atau oleh foto, bagan, peta, grafik atau gambar-gambar lainnya. Bukti grafik bersifat persuasive. Gambar sebuah kondisi yang tidak aman jauh lebih andal dbandingkan gambaran tertulis. Semua pengamatan harus, jika mungkin, didukung oleh contoh-contoh dokumen. Jika pengamatan merupakan satu-satunya bukti, maka lebih disukai bila ada dua atau lebih auditor yang melakukan pengamatan fisik yang penting. Jika dimungkinkan, wakil dari klien harus menemani auditor dalam pemeriksaan tersebut.
Bukti Pengakuan (testimonial evidence) berbentuk surat atau pernyataan sebagai jawaban atas pertanyaan. Bukti ini sendiri tidak bersifat menyimpulkan; jika dimungkinkan masih harus didukung oleh dokumentasi. Pernyataan klien bisa menjadi penuntun penting yang tidak selalu bisa diperoleh dalam pengujian audit yang independen.
Bukti dokumen (documentary evidence) merupakan bentuk bukti audit yang paling biasa. Dokumen bisa eksternal maupun internal. Bukti dokumen eksternal mencakup surat atau memorandum yang diterima oleh klien, faktur-faktur pemasok, dan lembar pengemasan, bukti dokumen internal dibuat dalam organisasi klien, mencakup catatan akuntansi, salinan korespondensi ke pihak luar, laporan penerimaan melalui email, dan lain-lain.
Sumber bukti dokumen akan mempengaruhi keandalannya. Sebuah dokumen eksternal yang diperoleh langsung dari sumbernya (sebuah konfirmasi, misalnya) lebih andal dibandingkan dokumen yang di dapat dari klien. Selalu ada kemungkinan bahwa dokumen internal tersebut diubah, misalnya melalui program komputer rahasia. Masalah lain yang mempengaruhi keandalan mencakup sirkulasi dokumen melalui pihak-pihak lain.
Prosedur internal memiliki dampak yang penting. Misalnya, keandalan sebuah kartu waktu secara signifikan terpengaruh jika pegawai dlarang untuk menekan kartu pegawai lainnya, penyelia menelaah kartu tersebut, bagian penggajian memeriksa kartu waktu dibandingkan dengan tiket pekerjaan, dan dilakukan pemeriksaan mendadak.
Bukti Analitis (analytical evidence). Berasal dari analitis dan verifikasi. Sumber-sumber bukti ini adalah perhitungan: perbandingan dengan standar yang ditetapkan, operasi masa lalu, operasi yang serupa, dan hukum atau regulasi; pertimbangan kewajaran; dan informasi yang telah dipecah ke dalam bagian-bagian kecil.

D. Tujuan Perolehan Bukti
Tujuan dari perolehan bukti ini adalah untuk menentukan bahwa :
1. Kriteria atas kegiatan yang diaudit sudah sesuai dan dapat diterima
2. Terdapat pelaksanaan yang menyimpang (baik tidak diterapkannya prosedur yang sudah ditetapkan untuk setiap program/aktivitas atau tidak dilakukannya pengendalian/supervisi yang semestinya atas kegiatan yang diaudit) merupakan penyebab dari timbulnya akibat yang kurang menguntungkan bagi kegiatan yang diaudit.
3. Terdapat akibat yang cukup penting dan material dari terjadinya perbedaan antara kondisi dengan kriteria yang telah ditetapka

E. Standar-Standar Audit
Agar dapat digunakan sebagai dasar pembuatan kesimpulan audit, semua bukti yang diperoleh dalam audit harus memenuhi kriteria:
1. Relevan: berhubungan dengan aktivitas yang sedang diaudit. Relevansi mengacu pada hubungan antara informasi dengan penggunaannya. Fakta dan opini yang digunakan untuk membuktikan atau menyangkal suatu masalah harus memiliki hubungan logis dan masuk akal dengan masalah tersebut. Pesanan pembelian yang asli, yang disetujui dan dikeluarkan dengan layak, tidak relevan untuk mengetahui apakah barang yang dibeli telah diterima. Memorendum penerimaan yang mengesahkan penerimaan jumlah barang tertentu tidak relevan dengan apakah barang-barang tersebut memenuhi spesifikasi yang ditetapkan.
2. Material: cukup berarti dalam mempengaruhi kesimpulan yang dibuat
3. Kompeten: diperoleh dari sumber independen dan dapat dipercaya. Bukti yang kompeten adalah bukti yang andal. Bukti tersebut haruslah yang terbaik yang dapat diperoleh. Dokumen asli lebih kompeten dibandingkan salinannya. Pernyataan lisan yang menguatkan adalah lebih kompeten dibandingkan pernyatan biasa. Bukti langsung lebih andal dibandingkan bukti kabar angin.
4. Cukup: memadai sebagai dasar pembuatan kesimpulan. Bukti dianggap memadai jika bersifat factual, memadai dan menyakinkan sehingga bisa menuntun orang yang memiliki sifat hati-hati untuk mengambil kesimpulan yang sama dengan auditor. Hal ini, tentu saja, merupakan masalah pertimbangan; tetapi pertimbangan tersebut haruslah objektif. Jadi, jika digunakan sampel, sampel tersebut haruslah merupakan hasil metode pengambilan sampel yang objektif dan dapat diterima. Sampel-sampel terpilih harus memberikan keyakinan yang wajar sebagai wakil populasi tempat sampel tersebut diambil.
Bila suatu bukti tidak memenuhi standar kecukupan, kompetensi, material dan relevansi, pekerjaan auditor berarti belum selesai. Bukti tambahan atau yang menguatkan mungkin dibutuhkan. Bila auditor menyatakan opini, maka harus didasarkan pada bukti yang tidak dapat dibantah.


F. Membuat ringkasan dan Mengelompokkan bukti
Bukti-bukti yang telah diperoleh dalam audit kemudian diringkas dan dikelompokkan sesuai dengan tujuan elemen tujuan audit yang meliputi: kriteria, penyebab dan akibat. Bukti-bukti yang masuk dalam kelompok kriteria adalah keseluruhan temuan audit yang berkaitan dengan norma/standar yang ditetapkan perusahaan (dirumuskan bersama dengan auditor) yang menjadi dasar bagi setiap komponen dalam perusahaan dalam melakukan aktivitasnya. Seringkali auditor menemukan bukti kriteria sudah tidak relevan lagi dalam mendukung operasional perusahaan karena sudah berkembang suatu metode operasi yang lebih mutakhir yang dapat meningkatkan ekonomisasi, efisiensi operasi dan efektivitas dalam mencapai tujuan.
Sedangkan bukti-bukti yang termasuk dalam kelompok penyebab biasanya berupa berbagai tindakan menyimpang atau tindakan positif yang tidak dilakukan yang merupakan sumber terjadinya ketidakekonomisan, ketidakefisienan operasi, dan ketidakefektifan pencapaian tujuan. Di samping penyebab-penyebab yang bersifat negatif ini, memungkinkan juga auditor menemukan penyebab-penyebab yang bersifat positif yang secara relatif merupakan kebalikan dari penyebab negative di atas, auditor harus secara objektif menyajikan dalam temuan auditnya baik temuan bersifat negative maupun temuan yang bersifat positif.
Bukti-bukti yang merupakan kelompok akibat adalah bukti-bukti yang biasanya ditemukan terlebih dahulu. Bukti-bukti ini adalah hasil pengukuran antara penyebab yang terjadi dengan kriteria yang berhubungan dengan penyebab tersebut. Bukti-bukti ini dapat dipahami sebagai dampak dari berbagai permasalahan yang terjadi pada objek audit.

Referensi :
 Hamilton, Alexander,Ph.D.”Manajemen Auditing, meningkatkan efektivitas dan efisiensi, penerbit Modern Business New York,1986.”
 B.Sawyer, Lawrence.”Audit Internal Sawyer, penerbit Salemba Empat,2003.”
 IBK Bayangkara. “ Management Audit, Prosedur dan Implementasi, penerbit Salemba Empat,2008.”
 Widjaya Tunggal, Amin.” Management Audit,suatu pengantar, penerbit Rineka Cipta.”
 Mundel, Marvin, E. and David L.Dunner (1994), “Motion & Time Study: Improving Productivity, Seventh edition, Prentice-Hall Publishing Company, USA.”

Tidak ada komentar: