Kamis, 11 Oktober 2007

Pemasaran sebenarnya



Pukul 14.00 WIB, tepatnya pada hari minggu saya bersama kakak perempuanku, Dini, jalan-jalan ke Mall Botani Town Square, pusat perbelanjaan yang tergolong baru di bangun dan sekarang ramai di kota Bogor karena lokasinya dekat terminal bis bandara dan terminal bis Branang siang. Mall tersebut bekerjasama dengan universitas terbaik di Kota Bogor, Institute Pertanian Bogor. Selain jalan-jalan, aku dan kakakku melihat barang-barang elektronik di Columbia Electronic.

Dari pusat keramaian tadi, ada sesuatu yang menarik perhatian saya, yaitu pelayan restoran Platinum, seorang wanita cantik yang kira-kira berusia belasan tahun yang menawarkan sajian makanannya ke konsumen.....kuperhatikan cara mengajak, tersenyum, menyapa, dan mempersilahkan pengunjung untuk masuk ke restoran tersebut. Reaksi pengunjung mallpun beragam....ada yang merespon, cuek saja dan terkadang menghindar sapaan penjaga restoran tersebut. Tetap saja wanita tersebut tersenyum, tanpa terlihat kekecewaan di wajahnya.......

Terlepas dari alasan profesi dia sebagai pelayan,... ada nilai-nilai yang dimiliki seorang pelayanan tersebut, yaitu cinta melayani konsumen. Cinta itu terlahir dari proses pengalaman komunikasi, simpati dan empati. Dalam ilmu pemasaran, dikenal beberapa istilah bagian – bagian cinta, mulai dari customer focus,Customer Satisfaction, dll. Dan dari banyak perusahaan, seperti Giordano, Mattel, Coca Colla, Mc. Donalds, Avon, dll, yang menetapkan cinta kepada konsumen menjadi misi utama.Dalam konsep manajemen modern seperti Balanced Scorecard, Total Quality Management, ISO, Six Sigma, semua menuju kepuasan/cinta pelanggan.

Dalam bukunya Petey Parker, yang berjudul “A Million Dollar Lesson” menceritakan seorang sopir taxi telah mengajarkan pada dia bagaimana memenuhi harapan dan kepuasan pelanggan. Sebuah pelajaran berharga satu juta Dollar. Mungkin dia harus mengeluarkan ribuan Dollar untuk membayar seorang pembicara profesional dalam sebuah seminar atau pelatihan motivasi bagi karyawan perusahaan. Tapi kali ini dia hanya cukup mengeluarkan ongkos taxi seharga 12 Dollar saja. Ceritanya begini:
”Suatu hari saya terbang ke Dallas untuk menemui seorang klien. Waktu itu sangat sempit, karena saya harus segera kembali ke airport.Saya menyetop sebuah taxi. Begitu tiba, dengan segera sopir taxi membuka pintu mobil untuk saya, dan memastikan bahwa saya telah duduk dengan nyaman di dalamnya.Begitu ia duduk di belakang kemudi, ia menunjuk sebuah koran Wall Street Journal yang terlipat rapi di samping saya untuk dibaca. Lalu ia menawarkan beberapa kaset, dan menanyakan jenis musik apa yang saya sukai. "Wow," saya cukup terperanjat dengan pelayanan yang diberikannya. Saya menoleh ke sekeliling. Jangan-jangan ada program "Candid Camera" yang ingin menjebak dan mengolok-olok saya. Dengan penuh penasaran saya memberanikan bertanya pada sopir taxi itu, "Wah, kelihatannya anda sangat senang sekali dengan pekerjaan anda ini. Tentu anda punya cerita yang panjang mengenai pekerjaan anda ini""Anda salah," jawabnya, "Dulu saya bekerja di Corporate America. Tetapi saya merasa lelah karena berapa pun kerasnya usaha untuk menjadi yang terbaik dalam perusahaan itu, ternyata tidak pernah memuaskan hati saya. Kemudian saya memutuskan untuk menemukan sebuah ceruk dalam kehidupan saya dimana saya bisa merasa bangga dan puas karena mampu menjadi diri saya yang terbaik.""Saya tahu," lanjutnya, "Saya takkan pernah bisa menjadi seorang ilmuwan roket, tetapi saya suka sekali mengendarai mobil dan memberikan pelayanan pada orang lain. Saya ingin merasa bahwa saya telah melakukan pekerjaan yang terbaik setiap harinya. Lalu, saya merenungi apa yang jadi kelebihan diri saya, dan wham.. saya menjadi seorang sopir taxi.""Satu hal yang saya yakini, supaya saya meraih keberhasilan dalam usaha saya ini, saya hanya perlu memenuhi kebutuhan penumpang saya. Tetapi agar bisnis saya ini menjadi luar biasa, saya harus melebihi harapan penumpang saya. Tentu saja saya ingin meraih hasil yang luar biasa, ketimbang yang biasa-biasa saja." Dan hal yang terbesar karena saya cinta akan pekerjaan dan penumpang.”

Tidak ada komentar: