Sabtu, 08 Januari 2011

Ukuran Kinerja



A.    Sistem Ukuran Kinerja
Cita-cita dari sistem ukuran kinerja adalah untuk mengimplementasikan strategi. Dalam menetapkan sistem semacam itu, manajemen senior memilih ukuran-ukuran yang paling mewakili strategi perusahaan. Ukuran-ukuran ini dapat dilihat sebagai faktor keberhasilan penting (critical success factors) masa kini dan masa depan; jika ukuran-ukuran ini membaik, berarti perusahaan telah mengimplementasikan strateginya. Keberhasilan strategi tergantung pada kekuatannya. Sistem ukuran kinerja hanyalah merupakan suatu mekanisme yang memperbaiki kemungkinan bahwa organisasi tersebut akan mengimplementasikan strateginya dengan berhasil.
1.      Keterbatasan Sistem Pengendalian Keuangan
Cita-cita penting dari suatu perusahaan bisnis adalah untuk mengoptimalkan tingkat pengembalian pemegang saham. Tetapi, mengoptimalkan profitabilitas jangka pendek tidak selalu menjamin tingkat pengembalian yang optimum bagi pemegang saham karena nilai pemegang saham mencerminkan nilai sekarang bersih (net present value-NPV) dari perkiraan laba masa depan. Pada saat yang sama, kebutuhan akan umpan balik dan pengendalian manajemen yang terus-menerus mengharuskan perusahaan untuk mengukur dan mengevaluasi kinerja unit bisnis paling tidak sekali setahun. Mengandalkan pada ukuran-ukuran keuangan saja tidaklah cukup dan, faktanya, dapat menjadi disfungsional karena beberapa alasan.
Pertama, hal itu dapat mendorong tindakan jangka pendek yang tidak sesuai dengan kepentingan jangka panjang perusahaan. Semakin besar tekanan yang diberikan untuk mencapai tingkat laba saat ini, semakin besar kemungkinan bahwa manajer unit bisnis untuk mengambil tindakan jangka pendek yang mungkin salah dalam jangka pendek.
Contoh. Beberapa presiden divisional di Baush & Lomb, di bawah tekanan untuk menghasilkan laba, mulai menggunakan taktik yang merugikan perusahaan dalam jangka panjang tetapi memaksimalkan bonus jangka pendek mereka. Salah-satu taktik favorit adalah memperlama jangka waktu kredit di luar kebiasaan bagi pelanggan yang memberikan pesanan besar.
Kedua, manajer unit bisnis mungktin tidak mengambil tindakan yang berguna untuk jangka panjang, guna memperoleh laba jangka pendek. Misalnya saja, manajer mungkin tidak melakukan investasi yang menjanjikan manfaat jangka panjang karena akan menghasilkan hasil keuangan jangka pendek. Contoh yang umum adalah manajer yang melakukan investasi yang tidak mencukup dalam penelitian dan pengembangan. Investasi dalam litbang harus dibebankan di tahun terjadinya tetapi manfaatnya baru dirasakan di masa depan.
Ketiga, menggunakan laba jangka pendek sebagai satu-satunya tujuan dapat mendistorsi komunikasi antara manajer unit bisnis dengan manajer senior. Jika manajer unit bisnis dievaluasi berdasarkan anggaran laba mereka, mereka mungkin mencoba untuk menetapkan target laba yang mudah dicapai, sehingga mengarah pada data perencanaan yang salah untuk seluruh perusahaan karena laba yang dianggarkan mungkin saja lebih rendah dari yang seharusnya dapat dicapai.
Keempat, pengendalian keuangan yang ketat dapat memotivasi manajer untuk memanipulasi data. Ini dapat dilakukan dengan berbagai bentuk. Pada satu tingkat, manajer bisa saja memilih metode akuntansi yang meminjam dari masa depan untuk memenuhi target periode sekarang (misalnya, dengan membuat provisi yang tidak mencukupi untuk piutang yang tak tertagih, penyusutan persediaan, dan klaim garansi).

2.      Balanced Scorecard
Balanced Scorecard adalah suatu contoh dari sistem ukuran kinerja. Menurut para pendukung pendekatan ini, unit bisnis harus diberikan cita-cita dan diukur dari empat perspektif berikut ini :
·      Keuangan (contohnya: margin laba, tingkat pengembalian atas aktiva, arus kas)
·      Pelanggan (contohnya : pangsa pasar, indeks kepuasan pelanggan)
·      Bisnis internal (contohnya: pengurangan waktu siklus)
·      Pembelajaran (contohnya: kepuasan dan pelatihan karyawan)
Balanced scorecard memelihara keseimbangan antara ukuran-ukuran strategis yang berbeda dalam suatu usaha mencapai keselarasan cita-cita, sehingga dengan demikian mendorong karyawan untuk bertindak sesuai dengan kepentingan terbaik organisasi. Ini merupakan alat yang membantu fokus perusahaan, memperbaiki komunikasi, menetapkan tujuan organisasi, dan menyediakan umpan balik atas strategi.
3.      Faktor kunci keberhasilan
Faktor kunci keberhasilan disebut juga ukuran-ukuran nonkeuangan.
a.       Variabel kunci yang berfokus pada pelanggan
·           Pemesanan. Di kebanyakan unit bisnis, beberapa aspek dari volume penjualan adalah variabel kunci. Idealnya ini adalah pesanan penjualan yang tercatat, karena perubahan yang tidak terduga dalam variabel ini dapat berakibat pada masa depan seluruh bisnis tersebut. Karena pesanan mendahului pendapatan penjualan, maka pesanan merupakan indicator yang lebih baik dibandingkan dengan pendapatan penjualan itu sendiri.
·           Pesanan tertunda. Sebagai suatu indikasi mengenai ketidakseimbangan antara penjualan dan produksi, pesanan tertunda dapat menandakan ketidakpuasan pelanggan.
·           Pangsa pasar. Kecuali jika pangsa pasar diamati secara ketat, penurunan dalam posisi kompetitif suatu unit bisnis dapat dikaburkan oleh peningkatan yang dilaporkan dalam volume penjualan yang disebabkan oleh pertumbuhan industri secara keseluruhan.
·           Pesanan dari Pelanggan kunci
Dalam unit bisnis yang menjual produknya pada peritel, pesanan yang diterima dari pelanggan-pelanggan penting tertentu-departemen store besar, rantai toko diskon, supermarket, pesanan lewat pos, dapat mengindikasikan di awal mengenai keberhasilan seluruh strategi pemasaran.
·           Kepuasan pelanggan
Hal ini dapat diukur melalui survey pelanggan dan jumlah surat keluhan.
·           Retensi pelanggan
Hal ini dapat diukur melalui lamanya hubungan dengan pelanggan.
·           Loyalitas pelanggan
Hal ini dapat diukur dalam pembelian berulang, referensi yang diberikan oleh pelanggan, dan penjualan ke pelanggan tersebut sebagai persentase dari total kebutuhan pelanggan itu untuk produk atau jasa yang sama.
b.      Variabel kunci yang berkaitan dengan proses bisnis internal
Variabel kunci berikut ini berkaitan dengan proses bisnis internal:
·           Utilisasi kapasitas. Tingkat utilisasi kapasitas adalah sangat penting dalam bisnis di mana biaya tetap adalah tinggi. Dalam suatu hotel, persentase kamar yang terisi setiap harinya-tingkat hunian-adalah ukuran utilisasi kapasitas.
·           Pengiriman tepat waktu
·           Perputaran persediaan
·           Kualitas. Indikator dari kualitas mencakup jumlah unit cacat yang dikirimkan oleh tiap pemasok, jumlah dan frekuensi dari pengiriman yang terlambat, jumlah komponen dalam suatu produk, bahan baku sisa, pengerjaan kembali, kerusakan mesin. Dan lain-lain.
·           Waktu siklus. Persamaan ini untuk waktu siklus adalah alat yang digunakan untuk menganalisis kebutuhan persediaan.
Waktu siklus = Waktu pemrosesan + waktu penyimpanan+ waktu pemindahan+ waktu inspeksi

Hanya elemen pertama, waktu pemrosesan, yang menambah nilai pada produk. Tiga elemen lainnya tidak menambah nilai apa pun pada produk. Oleh karena itu, analisis tersebut berusaha untuk mengidentifikasikan semua aktivitas yang tidak menambah nilai pada produk secara langsung dan untuk menghilangkan atau mengurangi biaya, dari aktivitas-aktivitas ini.

B.     Implementasi Sistem Pengukuran Kinerja
Implementasi dari suatu sistem pengukuran kinerja melibatkan empat langkah umum:
1.      Mendefinisikan strategi
2.      Mendefinisikan ukuran-ukuran dari strategi
3.      Mengintegrasikan ukuran-ukuran ke dalam sistem manajemen
4.      Meninjau ukuran dan hasilnya secara berkala

1.      Mendefinisikan strategi
Scorecard membangun suatu kaitan antara strategi dengan tindakan operasional. Oleh karena itu, proses mendefinisikan scorecard dimulai dengan mendefiniskan strategi organisasi.
2.      Mendefinisikan ukuran-ukuran dari strategi
Langkah berikutnya adalah untuk mengembangkan ukuran-ukuran guna mendukung strategi yang telah dinyatakan. Organisasi tersebut harus fokus pada sedikit ukuran-ukuran penting pada titik ini atau manajemen akan dibanjiri dengan ukuran.
3.      Mengintegrasikan Ukuran ke Dalam Sistem Manajemen
Scorecard haruslah diintegrasikan baik dengan struktur formal maupun informal dari organisasi, budaya, serta praktik sumber daya manusia. Misalnya saja, efektivitas scorecard akan dikompromikan jika kompensasi manajer didasarkan hanya pada kinerja keuangan.


4.      Meninjau Ukuran dan Hasilnya secara Berkala
Ketika scorecard dijalankan, scorecard tersebut harus ditinjau secara konsisten dan terus-menerus olen manajemen senior. Organisasi tersebut sebaiknya memerhatikan hal-hal berikut ini :
·         Bagaimana kondisi organisasi menurut ukuran hasil ?
·         Bagaimana kondisi organisasi menurut ukuran pemicu?
·         Bagaimana strategi organisasi berubah sejak tinjauan terakhir?
·         Bagaimana ukuran scorecard berubah?

C.     Kesulitan dalam Mengimplementasikan Sistem Pengukuran Kinerja
Kecuali jika masalah-masalah ini dapat ditangani dengan baik, hal tersebut dapat membatasi kegunaan dari sistem pengukuran kinerja.
1.      Korelasi yang Buruk antara Ukuran Nonkeuangan dengan Hasilnya
Sederhananya, tidak ada jaminan bahwa profitabilitas masa depan akan mengikuti pencapaian target di bidang nonkeuangan manapun. Ini merupakan masalah yang serius karena ada asumsi yang melekat bahwa profitabilitas masa depan mengikuti pencapaian ukuran individual. Mengindentifikasikan hubungan sebab-akibat antara ukuran-ukuran yang berbeda.
2.      Terpaku pada Hasil Keuangan
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, tidak hanya bahwa para manajer paling senior terlatih dan terbiasa dengan ukuran keuangan, tetapi mereka juga sering merasakan tekanan berkaitan dengan kinerja keuangan dari perusahaan mereka. Pemegang saham adalah orang-orang yang vocal, dan dewan direksi sering kali memberikan tekanan atas nama mereka. Tekanan ini dapat membebani pengembalian jangka panjang yang tidak pasti dari ukuran nonkeuangan.
3.      Ukuran-ukuran Tidak diperbaharui
Banyak perusahaan tidak memiliki mekanisme formal untuk memperbaharui ukuran-ukuran tersebut agak selaras dengan perubahan dalam strateginya. Akibatnya, perusahaan terus menggunakan ukuran-ukuran yang didasarkan pada strategi yang lalu.

4.      Terlalu Banyak Pengukuran
Berapa banyak ukuran penting yang dapat diikuti oleh seorang manajer pada waktu yang sama tanpa kehilangan fokus? Tak ada jawaban yang benar untuk pertanyaan ini, kecuali lebih dari 1 dan kurang dari 50! Jika jumlahnya terlalu sedikit, manajer tersebut mengabaikan ukuran-ukuran yang penting untuk memantau pelaksanaan strategi.
5.      Kesulitan dalam Menetapkan Trade-Off
Beberapa perusahaan menggabungkan ukuran keuangan dan nonkeuangan dalam satu laporan dan memberikan bobot pada masing-masing ukuran tersebut. Tetapi, kebanyakan scorecard tidak memberikan bobot yang eksplisit kepada masing-masing ukuran ini.

D.    Praktik-praktik Pengukuran
Hasil studi Lingle dan Schiemann (lihat tampilan dibawah ini) memberikan wawasan mengenai apa yang sebenarnya diukur oleh perusahaan, kualitas yang dilihat dari ukuran-ukuran ini, serta ukuran apa yang dikaitkan dengan kompensasi.
Ukuran dari
Persentase Praktik Responden yang Menggunakan/Memilih

Informasi yang bernilai tinggi
Kualitas informasi
Ukuran yang jelas
Ukuran diperbaharui secara reguler
Dikaitkan dengan kompensasi
Kinerja keuangan
Efisiensi operasi
Kepuasan pelanggan
Kinerja karyawan
Inovasi/perubahan
82 %
79
85
67
52
61 %
41
29
16
16
92 %
68
48
17
13
88 %
69
48
27
23
94 %
54
37
20
12

1.      Jenis Ukuran
Studi Lingle dan Schiemann menemukan bahwa 76 persen dari perusahaan responden memasukkan ukuran-ukuran keuangan, operasi, serta kepuasan pelanggan dalam tinjauan manajemen reguler, tetapi hanya 33 persen yang memasukkan ukuran-ukuran inovasi serta perubahan ukuran dalam tinjauan manajemen regular.
2.      Kualitas dari Ukuran
Berdasarkan penelitian Lingle dan Schiemann menunjukkan bahwa ukuran-ukuran kinerja merupakan satu-satunya ukuran yang dianggap berkualitas tinggi, terkini, dan dikaitkan dengan kompensasi. Kebanyakan perusahaan responden memiliki ukuran-ukuran operasi dan kepuasan pelanggan, dan lebih dari 79 persen perusahaan menganggap informasi ini bernilai tinggi.
3.      Hubungan Ukuran dengan Kompensasi
Kebanyakan sistem manajemen mengaitkan ukuran keuangan dengan kompensasi. Dari semua yang disurvey, sekitar sepertiganya menggunakan kepuasan pelanggan dan kurang dari seperempatnya menggunakan ukuran-ukuran inovasi dan perubahan untuk memicu keputusan kompensasi.

E.  Pengendalian Interaktif
Peran utama dari pengendalian manajemen adalah untuk membantu pelaksanaan strategi. Dari sisi ini, sebagaimana diindikasikan, strategi yang terpilih mendefinisikan faktor kunci keberhasilan yang menjadi titik pusat dari desain dan operasi sistem pengendalian. Hasil akhirnya adalah implementasi strategi yang berhasil. Dalam industry yang mengalami perubahan lingkungan yang pesat, informasi pengendalian manajemen juga memberikan dasar untuk memikirkan strategi baru. Hal ini yang disebut dengan pengendalian interaktif. Tujuan utama dari pengendalian interaktif adalah untuk menfasilitasi terciptanya organisasi pembelajaran.
Pengendalian interaktif memiliki karakteristik-karakteristik berikut ini :
1.      Sekelompok informasi pengendalian manajemen mengenai ketidakpastian strategi yang dihadapi oleh bisnis tersebut menjadi titik pusat.
2.      Eksekutif senior menerima informasi semacam itu dengan serius
3.      Manajer pada semua tingkatan organisasi tersebut menfokuskan perhatiannya pada informasi yang dihasilkan oleh sistem itu.
4.      Atasan, bawahan, dan rekan sekerja bertemu untuk menginterpretasikan dan membahas implikasi dari informasi untuk inisiatif strategis masa depan.
5.      Rapat dilaksanakan dalam bentuk debat serta tantangan terhadap data dan asumsi yang mendasari, serta tindakan yang sesuai.


Referensi :
¡  Robert N.Anthony Vijay Govindarajan.”Management Control System, penerbit Salemba Empat,2005.”
¡  Anthony, Robert N. The Management Control Function. Boston: Harvard Business School Press, 1989.
¡  Kaplan, Robert, dan David Norton. Balanced Scorecard. Boston: Harvard Business School Press, 1996.

Tidak ada komentar: