Minggu, 24 Januari 2021

Contoh Laporan Pengamatan Persidangan Kasus Korupsi

 

Laporan Pengamatan Persidangan

Kasus JiwasRaya

Ke Pengadilan Negeri TIPIKOR Jakarta Pusat

 

 

ACARA PERSIDANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI TERHADAP TERDAKWA

BENNY TJOKROSAPUTRO ( Direktur Utama PT Hanson International Tbk)

HERU HIDAYAT (Komisaris Utama PT Trada Alam Minera)

JOKO HARTONO TIRTO (Direktur PT Maxima Integra)

HARY PRASETYO ( Mantan Direktur Keuangan PT. Asuransi Jiwasraya)

HENDRISMAN RAHM ( Mantan Direktur PT. Asuransi Jiwasraya)

SYAHMIRWAN (mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan PT Asuransi Jiwasraya)

 



DI PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI PEKAN KE 1, KE – 2 DAN KE - 3

 

 LAPORAN PENGAMATAN

 


A.Pengantar

Good Corporate Governance (GCG) didefinisikan Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) sebagai prinsip-prinsip manajemen perusahaan yang disusun agar perusahaan berjalan secara optimal dalam mencapai tujuannya sembari memenuhi kebutuhan seluruh kelompok stakeholder tanpa melanggar hukum (KNKG, 2006). Gagalnya penerapan GCG dapat berdampak buruk bagi perusahaan, mulai dari rendahnya kinerja hingga runtuhnya perusahaan. Salah satu kasus nyata gagalnya penerapan GCG yang terjadi dalam waktu dekat ini adalah skandal yang dialami PT Asuransi Jiwasraya (Persero), salah satu perusahaan asuransi terbesar di Indonesia.

 

KNKG merumuskan GCG dengan lima prinsip, yaitu:  (1) Transparency: Untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh stakeholders. (2) Accountability: Perusahaan harus selalu dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya. Untuk itu, perusahaan harus dikelola secara benar, terukur, dan sesuai dengan selalu memperhitungkan kepentingan stakeholders. (3) Responsibility: Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara keberlanjutan usaha dalam jangka panjang. (4) Independence: Perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. (5) Fairness: Perusahaan harus memperhatikan kepentingan stakeholder dan semua orang yang terlibat didalamnya berdasarkan prinsip kesetaraan dan kewajaran (KNKG, 2006).

 

Pada tahun 2019 kemarin, PT Jiwasraya terjerat skandal finansial yang berakibat macetnya ekuitas perusahaan hingga tidak mampu membayar kewajiban klaim polis JS Saving Plan. Tunggakan polis ini muncul dari banyaknya nasabah yang menginvestasikan dana mereka di JS Saving Plan dengan harapan return tinggi karena tawaran jaminan return sebesar 9-13% yang pada saat itu relatif besar dibandingkan bunga sebesar 5-7% yang ditawarkan deposito bank. Kepala BPK RI, Agung Firman Sampurna, menjelaskan bahwa penyebab gagal bayarnya polis asuransi JS Saving Plan disebabkan perusahaan menggunakan dana dari JS Saving Plan untuk berinvestasi di saham beresiko tinggi.

 

Dalam hasil audit yang dikemukakan BPK, PT Jiwasraya kerap melakukan transaksi jual beli saham serta diduga melakukan rekayasa harga dengan Bank BJB (BJBR), Semen Baturaja (SMBR), dan PT PP Properti Tbk (PPRO) yang memiliki kinerja saham -39,32%, -74,78%, dan -41,28% secara berurutan pada tahun 2019* (Noviani, 2020). Ditambah lagi, hasil audit Kantor Akuntan Publik (KAP) PricewaterhouseCoopers (PwC) Indonesia atas laporan keuangan PT Jiwasraya tahun 2017 mengoreksi jumlah laba laporan keuangan interim dari sebesar Rp2,4 triliun menjadi hanya Rp428 miliar. Akurasi dari kedua hasil audit ini tampak menguat saat Hexana Tri Sasongko, Direktur Utama Jiwasraya, kemudian mengungkapkan bahwa Jiwasraya memiliki aset perusahaan tercatat hanya sebesar Rp23,26 triliun, sedangkan kewajibannya mencapai Rp50,5 triliun yang berarti perusahaan memiliki ekuitas negatif Rp27,24 triliun.

 

Selain pelanggaran standar-standar akuntansi keuangan dalam laporan keuangan yang mengakibatkan pengoreksian laporan keuangan oleh pihak ketiga serta pengelolaan investasi yang kurang tepat, sesungguhnya kasus skandal keuangan ini dapat diatribusikan terhadap kurang efektifnya tata kelola perusahaan, terkhusus dari perspektif GCG. Dari kelima prinsip GCG, PT Jiwasraya gagal menerapkan prinsip accountability, transparency,  dan responsibility. Pertama, Jiwasraya menggunakan dana yang dititipkan nasabahnya melalui JS Saving Plan untuk berinvestasi di saham perusahaan yang berisiko tinggi. Dalam melakukan hal tersebut, Jiwasraya tidak memperhitungkan kepentingan stakeholders-nya. Sebaliknya, prinsip accountability mengharuskan perusahaan untuk selalu memperhitungkan kepentingan stakeholders dalam setiap keputusan yang diambilnya.

 

 Kedua, Jiwasraya tidak pernah mengungkapkan kepada nasabah maupun pemerintah penggunaan dari dana yang dikumpulkan dari JS Saving Plan. Tidak hanya itu, laporan keuangan Jiwasraya yang diaudit berkali-kali oleh OJK, BPK, hingga KAP PwC Indonesia selalu menunjukkan kejanggalan dalam pelaporan aset keuangannya. Dua kejadian ini menunjukkan bahwa Jiwasraya tidak objektif dalam menyajikan laporan keuangannya dengan tidak menampilkan angka sesungguhnya dalam laporan keuangan perusahaan serta menahan informasi yang sesungguhnya dibutuhkan para stakeholders perusahaan. Dengan fakta tersebut, terbukti bahwa Jiwasraya telah gagal memenuhi kewajiban mereka untuk menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh stakeholders yang merupakan bentuk kegagalan penerapan prinsip transparency dalam tata kelola perusahaannya.

 

Terakhir, Jiwasraya tidak mampu memenuhi klaim polis dari nasabahnya dan hal tersebut merupakan bentuk tidak terpenuhinya tanggung jawab perusahaan kepada masyarakat. Tidak hanya itu, penyusutan ekuitas hingga menyentuh angka negatif akibat berinvestasi di saham berisiko tinggi dapat dilihat sebagai bentuk gagalnya Jiwasraya dalam mencapai keberlanjutan usaha. Ditambah lagi, hasil audit BPK menduga perusahaan melakukan rekayasa harga dalam transaksi saham yang apabila benar, merupakan bentuk ketidakpatuhan perusahaan pada hukum dan perundang-undangan. Tidak terpenuhinya klaim polis JS Saving Plan, menyusutnya ekuitas perusahaan hingga mencapai angka negatif, dan dugaan rekayasa harga dalam transaksi saham perusahaan menunjukkan tujuan utama prinsip responsibility gagal dijalankan Jiwasraya.

 

Perusahaan yang tidak menerapkan tata kelola perusahaan dengan efektif bisa terancam mengalami kegagalan dalam usahanya. PT Jiwasraya, yang tidak menerapkan prinsip GCG dengan baik dalam perusahaannya, menjadi pembelajaran bahwa perusahaan dapat jatuh akibat kurang efektifnya tata kelola perusahaan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa sangat penting bagi perusahaan untuk menerapkan tata kelola perusahaan dengan baik agar terpelihara keberlanjutan usaha. Selain itu, penting juga sebagai akuntan bahwa prinsip GCG perlu ditaati dan dipegang teguh, agar tidak lagi terjadi kasus seperti skandal Jiwasraya ini.

 

 B. Nilai Kerugian negara

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memastikan kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) sebesar Rp 16,81 triliun. Terdiri dari kerugian negara investasi saham sebesar Rp 4,65 triliun, dan kerugian negara akibat investasi dari reksadana sebesar Rp 12,16 triliun. Pihak BPK menggunakan metode penghitungan kerugian negara yang disebut total loss. BPK menghitung seluruh saham yang dibeli secara melawan hukum. Metode yang digunakan dalam melakukan perhitungan kerugian negara adalah total loss, di mana seluruh saham-saham yang diduga dibeli secara melawan hukum dianggap berdampak.

 

 

C. Judul Kegiatan

Acara persidangan tindak pidana korupsi terhadap terdakwa Benny Tjokrosaputro, Heru Hidayat dan Joko Hartono Tirto, Hary Prasetyo, Hendrisman Rahim, Syahmirwan di pengadilan negeri Tipikor Jakarta 17 Juni  2020.  Berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan, kerugian negara atas dugaan korupsi ini ditaksir mencapai Rp 16,81 triliun.  Kerugian tersebut berasal dari pembelian saham dan reksa dana selama periode 2008-2018. Rinciannya kerugian negara dari investasi saham sebesar Rp 4,65 triliun dan kerugian negara akibat investasi di reksa dana sebesar Rp 12,16 triliun.

 

D. Tujuan Pengamatan

·         Mengetahui jalannya persidangan Tindak Pidana Korupsi

·         Menambah pengetahuan dan wawasan dalam bidang hukum

·         Memenuhi tugas mata kuliah Praktik Peradilan Tindak Pidana Korupsi

 

 

E.Jenis Kegiatan

Mahasiswa Magister Akuntansi Universitas XXXX melakukan pengamatan jalannya persidangan di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat.

 

F.   Tempat Pelaksanaan Kegiatan

Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat.

 

G.     Waktu Kegiatan

Pengamatan jalannya persidangan di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat dilaksanakan pada  tanggal 3, 8 dan 17 Juni 2020.

 

H.      Uraian Kegiatan

No. perkara : 589/Pdt.G/2019/PN.JKT.PST

Persidangan terbuka untuk umum Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat, yang mengadili perkara-perkara pidana dengan acara pembacaan dakwaan dari jaksa penuntut umum terhadap enam orang tersangka.

Susunan peserta yang mengikuti persidangan :

·         Benny Tjokrosaputro, Heru Hidayat dan Joko Hartono Tirto sebagai terdakwa

·         Rosmina sebagai hakim ketua majelis,

·         Saefudin Zuhri sebagai hakim anggota,

·         Susansi sebagai hakim anggota,

·         Anwar sebagai hakim anggota,

·         Ugo sebagai hakim anggota,

·         Sigit Herman Binaji, sebagai hakim anggota,

·         Titik Sansiwi, sebagai hakim anggota,

·         Soesilo AriBowo, Kuasa Hukum terdakwa Heru Hidayat

·         Ardito Muwardi sebagai  jaksa penuntut umum.

 

1.Setelah sidang dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum, hakim ketua majelis memerintahkan kepada jaksa penuntut umum untuk menghadapkan terdakwa ke muka persidangan. Enam Terdakwa datang menghadap ke muka persidangan dalam keadaan bebas. Atas pertanyaan hakim ketua, terdakwa menyatakan dalam keadaan sehat serta bersedia mengikuti persidangan dan penuntutan perkaranya pada hari ini dan ditanyakan identitas para terdakwa tersebut. Para terdakwa, diminta hakim untuk mendengarkan secara seksama isi dari dakwaan Jaksa.

 2.Atas pertanyaan hakim ketua, para terdakwa menyatakan bahwa dalam perkara ini didampingi oleh penasihat hukum sesuai pasal 56 ayat 1. Hakim meminta surat kuasa dan surat izin beracara penasihat hukum mendampingi terdakwa. Selanjutnya hakim ketua memberikan kesempatan kepada jaksa penuntut umum untuk membacakan surat tuntutannya tertanggal 3 Juni 2020, yang menyatakan :

Kesatu

Primair :

Bahwa ia terdakwa Benny Tjokrosaputro, bahwa bersama-sama dengan Heru dan Joko melakukan kesepakatan dengan para petinggi Jiwasraya mengenai pengelolaan investasi saham dan reksadana milik perusahaan asuransi plat merah tersebut dan kerjasama ini telah dilakukan sejak 2008 hingga 2018. Kesepakatan ini dilakukan secara tidak transparan dan akuntabel. Tiga petinggi Jiwasraya, Hendrisman Rahim, Hary dan Syahmirwan melakukan pengelolaan investasi tanpa analisis yang objektif, profesional dan tidak sesuai nota interen kantor pusat, analisis hanya dibuat formalitas.

Hendrisman Rahim, Hary dan Syahmirwan membeli saham perusahaan BJBR, PPRO dan SMBR dengan tidak mengikuti pedoman investasi yang berlaku. Mereka membeli saham melebihi 2,5 persen dari saham perusahaan yang beredar.

Selain itu, keenam terdakwa dan pihak terafiliasi telah bekerjasama untuk melakukan transaksi jual beli saham sejumlah perusahaan dengan tujuan mengintervensi harga. Tindakan goreng saham itu dilakukan pada perusahaan BJBR, PPRO, SMBR dan SMRU. Menurut Jaksa, bukannya memberikan untung, aksi itu malah tidak dapat memenuhi likuiditas keuangan Jiwasraya.  Para terdakwa mengatur dan mengendalikan 13 manajer investasi untuk membentuk produk reksadana khusus untuk PT. Jiwasraya yang dikendalikan Joko Hartono. Produk reksadana tersebut berakhir pada kerugian bagi keuangan Jiwasraya.

Selain itu, Heru, Benny dan Joko turut memberikan uang, saham dan fasilitas lain kepada tiga petinggi jiwasraya. Pemberian dilakukan terkait pengelolaan investasi saham dan reksadana di perusahaan tersebut selama 2008-2018.

Perbuatan para terdakwa telah melanggar pasal 11 ayat 2 UU Nomor 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, pasal 11 ayat 1 UU Nomor 40 tahun 2014 tentang Asuransi. Pasal 8 ayat huruf b dan c, pasal 11, pasal 13 ayat 1, pasal 14 ayat 1, pasal 15 ayat 1, dan pasal 20 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 73 1992 tentang Usaha Asuransi. Terdakwa melanggar sejumlah aturan Menteri Keuangan dan aturan internal PT. Asuransi Jiwasraya.

Perbuatan tersebut, telah memperkaya diri sendiri dan korporasi dengan merugikan keuangan negara senilai Rp 16,8 triliun. Heru dan Benny turut didakwa dengan pasal Pencucian uang.   

 

  pada hari Rabu tanggal 08 Juni 2011 sekira jam 19.00 wita atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam bulan Juni 2011 bertempat di Jl. Untung Suropati Komp. GTL Blok CCC No.06 RT.19 Kel. Karang Asam Samarinda atau masih dalam tahun 2011 atau setidak-tidaknya pada tempat-tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Samarinda yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini “Memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang adanya disitu tidak diketahui atau dikehendaki oleh yang berhak yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu yang untuk masuk ketempat melakukan kejahatan atau untuk sampai pada barang yang diambilnya dilakukan dengan merusak, memotong atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu”.

 

Perbuatan terdakwa sebgaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) jo. pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. pasal 55 ayat (1) ke – 1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

 

Subsidair :

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal jo. pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. UU Nomor 20 Tahun 201 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. pasal 55 ayat (1) ke – 1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

 

 

3.Hakim ketua sidang menanyakan apakah terdakwa mengerti isi dan maksud dari dakwaan tersebut, dan para terdakwa mengerti isi dari dakwaan tersebut dan keberatan dengan isi dakwaan tersbut.

 

3) 8 Juni 2020 pukul 09.00 – 13.00, Nota Keberatan dari Penasehat Hukum terdakwa

Menurut penasehat hukum terdakwa, Heru Hidayat, Soesilo Aribowo, kasus Jiwasraya masuk dalam ranah hukum yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal, bukan tindak pidana korupsi.

Menurut penasehat hukum tersebut, kasus Jiwasraya bukan perkara korupsi dan merugikan negara, melainkan risiko dalam pasar modal. Hal ini tercermin dari surat dakwaan JPU yang hampir 95% isinya terkait masalah pasar modal. Kresna menyebut, sejak awal dirinya sudah mengatakan bahwa permasalahan yang menjerat kliennya bukan kasus korupsi, melainkan persoalan pasar modal. Sehingga, sangat tepat kalau UU yang digunakan adalah UU pasar modal dan OJK.

Penasihat hukum terdakwa Heru Hidayat, Soesilo Aribowo turut membantah penyebutan eksepsi terdakwa terkait pasar modal sebagai modus operandi korupsi pada PT Asuransi Jiwasraya.

Menurutnya, yang namanya modus operandi itu hanya sesaat, suatu tindak pidana modus operandi sesaat saja, ini kan terdakwa ini, seperti Heru Hidayat kemudian Joko Tirto itu kan memang pekerjaannya di pasar modal, tidak ada modus operandi. Soesilo menuturkan, kliennya sebagai Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera, memiliki pekerjaan membuat keputusan di pasar modal. Sehingga, bila disebut pasar modal merupakan bagian dari korupsi di PT Asuransi Jiwasraya dinilai tidak tepat. Tindak pidananya enggak pas, dilakukan sebagai tindak pidana korupsi, nanti kalau seperti itu semua BUMN yang melakukan go public atau penawaran umum di pasar modal dengan menggunakan rekening ada modus operandi di situ susah. Oleh karena itu, Soesilo menegaskan perkara yang menjerat kliennya bukan ranah tindak pidana korupsi. Hal-hal yang dilakukan kliennya dan terdakwa lain merupakan bagian dari keputusan yang mesti dikeluarkan dan merupakan kebijakan di pasar modal. Pekerjaan mereka yang ada di situ memang ada di pasar modal. Yang menjadi poin penting dari apa yang disampaikan pada intinya menurut kita tetap tidak tepat.

 

 

 

 

4) 17 Juni 2020 (Sidang Pekan ke 3 atas eksepsi nota keberatan dari penasehat hukum) pukul 09.00 – 13.00

Menurut Jasa Penuntut Umum Ardito Muwardi di depan majelis hakim, Surat Dakwaan tertanggal 20 Mei 2020 telah secara cermat dan lengkap menguraikan 7 perbuatan melawan hukum pidana melalui uraian rangkaian peristiwa perbuatan (materiele handeling) maupun perbuatan materiil (feiten materiele) yang dilakukan oleh terdakwa HERU HIDAYAT bersama-sama dengan BENNY TJOKROSAPUTRO, JOKO HARTONO TIRTO yang bekerjasama dengan pihak dari PT. ASURANSI JIWASRAYA yakni HENDRISMAN RAHIM, HARY PRASETYO dan SYAHMIRWAN.

Menurut JPU, perbuatan melawan hukum pidana yang termuat dalam Surat Dakwaan Penuntut Umum merupakan perbuatan melawan hukum yang sungguh-sungguh terjadi (onrecht in actu) yang dilakukan oleh Terdakwa dengan kualifikasi penyertaan, bukan perbuatan melawan hukum yang mungkin akan terjadi (onrecht in potentie). Dan perbuatan melawan hukum pidana yang dilakukan oleh Terdakwa tersebut adalah merupakan Tindak Pidana Korupsi. Sehingga dalil Penasihat Hukum Terdakwa HERU HIDAYAT pada angka 4 Nota Keberatan adalah keliru dan tidak berdasar sehingga patut untuk dikesampingkan.

Bukan hanya itu, berbagai eksepsi lain dari kuasa hukum terdakwa lainnya pun kembali disanggah oleh JPU. Yakni Surat dakwaan yang tidak cermat karena Direksi PT AJS sudah bertindak secara proper sesuai Anggaran dasar perseroan, sehingga pertanggungjawabannya adalah secara perdata, bukan pidana.

 

"Nota Keberatan (eksepsi) tentang ketidakcermatan dalam Surat Dakwaan seharusnya mendalilkan tentang kekeliruan dalam pencantuman kualifikasi unsur delik dari setiap pasal yang didakwakan, cara Terdakwa dalam melakukan tindak pidana serta penyebutan suatu peristiwa atau keadaan (circumstances) yang melekat pada tindak pidana yang didakwakan. Lebih lanjut uraian mengenai Surat Dakwaan tidak cermat adalah meliputi unsur-unsur perbuatan pidana yang ditentukan undang-undang atau pasal-pasal yang bersangkutan dilanjutkan dengan mengemukakan fakta-fakta perbuatan yang didakwakan sesuai dengan unsur-unsur dari pasal yang dilanggar tersebut

Menurut JPU, "Surat Dakwaan Penuntut Umum pada halaman 153, halaman 154 Dakwaan Kedua, kemudian halaman 156, halaman 157, halaman 169 Dakwaan Ketiga Primair kemudian halaman 179, 180, halaman 183 dan halaman 184 Dakwaan ketiga Subsidiair telah menguraikan secara cermat, jelas dan lengkap terkait kejahatan asal (predicate crime) Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh Terdakwa HERU HIDAYAT dalam melakukan kejahatan Tindak Pidana Pencucian Uang. Penerapan Pasal 69 U.U Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (U.U Nomor 8 Tahun 2010) untuk mencegah pelaku tindak pidana dan kroninya menikmati hasil tindak pidana (proceed of crime).

"Menyatakan bahwa Surat Dakwaan Nomor : PDS- 11/M.1.10/Ft.1/05/2020 tanggal 20 Mei 2020 yang telah kami bacakan pada persidangan hari Rabu tanggal 3 Juni 2020 telah memenuhi syarat sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 143 ayat (2) huruf a dan b KUHAP. Karena itu, majelis hakim diminta untuk tetap fokus dalam menangani perkara. Termasuk pemeriksaan lebih lanjut terhadap para terdakwanya.

Menurut JPU, menyatakan bahwa Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara ini, serta melanjutkan pemeriksaan terhadap perkara. JPU menyatakan bahwa pemeriksaan terhadap perkara dilanjutkan.

 

5) Hakim menyatakan bahwa eksepsi penasehat hukum ditolak, dan dilanjutkan dengan pemanggilan saksi-saksi

 

 

I.Saran

Kegiatan kunjungan ke Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat guna mengikuti jalannya persidangan diharapkan harus lebih sering dilakukan oleh mahasiswa Magister Akuntansi sebagai sarana untuk menambah pengetahuan. Menurut saya kegiatan ini sangat bermanfaat untuk mempelajari dan memperhatikan tata cara persidangan. Dan kegiatan ini saya harapkan dapat dikordinasikan dengan baik oleh pihak Magister Akuntansi Universitas Trisaksi.

 

J. Penutup

Laporan pengamatan ini penulis susun setelah melakukan pengamatan sidang di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing atas ilmu yang telah penulis dapatkan, kepada bunda dan keluarga atas segala Doa untuk penulis dan teman-teman yang seperjuangan atas semua motivasi yang diberikan kepada penulis. Penulis berharap laporan pengamatan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Tidak ada komentar: