Mengambil peran menjadi distributor berarti anda harus siap untuk 
mencari sebanyak mungkin konsumen yang akan mengkonsumsi produk dari 
perusahaan consumer good bersangkutan. Hal ini dikarenakan marjin 
keuntungan dari distributor sangat tergantung terhadap raihan jumlah 
produk yang berhasil dijual, sehingga jika semakin sedikit menjual, maka
 semakin sedikit pula penghasilan yang akan diperoleh.  Oleh karena itu,
 selain jenis produk prinsipal, hal yang tidak kalah pentingnya untuk 
diperhatikan adalah titik sebaran konsumen di area yang akan dijangkau 
oleh anda. Konsumen disini merupakan pengecer kecil maupun warung-warung
 yang akan menampung produk anda. Anda harus memperhitungkan dengan 
seksama berapa titik poin penjualan yang anda hasilkan, sehingga hal ini
 dapat berimbas kepada penyaluran produk dan pembayaran yang lancar.
Beberapa investor bertanya “Apa peluang bisnis dari membuka 
distributor?” kalau menganalisis kondisi sekarang ini, ternyata 
peluangnya cukup baik dan memiliki alasan yang masuk akal. Alasan 
pertama yang menjadi paradigma sekarang ini adalah munculnya produk 
asing yang masuk ke Indonesia dan membutuhkan mitra kerja sama dalam 
menyalurkan produk-produk buatan asing tersebut. Mengapa produsen asing 
membutuhkan mitra kerja sama? Selain adanya peraturan pemerintah yang 
memiliki prosedur cukup rumit jika menjalankan secara single, juga 
karena hambatan negara indonesia yang berpulau-pulau dan dikelilingi 
lautan. Selain itu, kultur budaya konsumen di Indonesia sangat beragam 
sehingga untuk melayaninya memerlukan penanganan khusus dimana hanya 
distributor lokal yang bisa lakukan.
Pada suatu kasus, produk milik asing dipasarkan di Indonesia, semua 
sistem dan pernak-pernik manajemen asing dimasukan ke Indonesia. Dalam 
kenyataannya para profesional yang menjalankan mengalami banyak 
hambatan. Contoh yang paling mudah adalah masalah konsisten pembayaran 
kepada perusahaan. Konon, di Amerika dengan sistem yang mereka miliki 
pelanggan-pelanggan bisa langsung menggunakan sistem yang sudah ada 
sehingga aktivitas manual untuk mengelola piutang penjualan tidak 
mengalami kesulitan. Berbeda dengan Indonesia, sistem ini ternyata tidak
 bisa berjalan dengan baik. Selain aneka ragam manajemen distributor 
yang ada, kultur orang Indonesia ternyata bukan dilihat kecanggihan 
dengan sistem. Di Indonesia bisnis lebih mengarah ke sistem kepercayaan 
sehingga para customer (pemilik toko) di Indonesia akan merasa 
tersinggung jika perusahaan terus “menagih” utang. Akhirnya, siapa yang 
bisa mengelola para customer yang ada di Indonesia yang tersebar di 
seluruh Indonesia yang jumlahnya jutaan itu? Tidak lain adalah para 
distributor lokal yang mengetahui daerah. Inilah beberapa alasan kenapa 
peluang mendirikan distributor masih terbuka lebar.
Selain itu siapa yang mengetahui pola atau kebiasaan konsumen di 
Indonesia? Tentunya para pemilik distributor lokal yang ada di daerah. 
Namun, permasalahnya tidak sejernih itu. Meskipun sudah ada distributor 
lokal, tetapi distributor lokal tersebut tidak muat lagi untuk menampung
 produk-produk principal yang baru. Termasuk produk-produk asing 
sehingga munculnya distributor baru sangat dibutuhkan oleh para 
principal produk asing. Bahkan produk lokal pun mulai memiliki pola yang
 sama dengan produk asing lainnya, yaitu tidak memasarkan sendiri. 
Mereka lebih menyukai menggunakan distributor sebagai kepanjangan tangan
 dari principal.
Multidistributor secara harfiah adalah “banyak distributor”. Itulah 
yang dikehendaki oleh produsen. Mereka akan bekerja sama dengan banyak 
distributor di seluruh Nusantara dalam rangka memasarkan produknya. 
Bagaimana mekanismenya dengan banyak distributor tersebut, produsen 
sudah mengatur wilayah penjualan masing-mjasing untuk distributor supaya
 setiap distributor bisa bekerja di wilayah penjualan yang sudah 
dipetahkan oleh produsen, agar kerja sama dengan para distributor 
teratur dan sesuai komitmennya, yaitu dengan suatu perjanjian yang legal
 secara hukum.
Memang ada perbedaan mendirikan kantor cabang dengan menggunakan 
konsep multidistributor. Perbedaan yang mencolok adalah di sisi 
manajemen. Jika membuka cabang sendiri maka manajemen operasional kantor
 cabang akan sama dengan manajemen operasional kantor induknya. 
Sementara itu bekerja sama dengan para pemilik distributor lokal sangat 
beragam. Para produsen tidak bisa melakukan intervensi sampai ke dalam 
manajemen distributor, terutama yang menyangkut keuangan, kebijakan, dan
 strategi distributor. Produsen melalui wakil-wakilnya hanya bisa 
intervensi di segala aktivitas yang berhubungan dengan penjualan. Oleh 
sebab itu, sangat disadari bahwa perbedaan ini jika tidak dikelola 
dengan baik akan menjadi hambatan utama dalam melakukan kerja sama. 
Bahkan untuk menyiasati hal ini, beberapa principal agar bisa memiliki 
data yang terbaru mengenai penjualan dan pemasaran, rela mengorbankan 
uang untuk membangun infrastruktur di bidang IT. Distributor akan 
diberikan software yang memiliki tujuan dan manfaat, antara lain adalah 
agar principal bisa melihat segala transaksi yang ada di distributor dan
 produsen bisa melakukan untuk kebutuhan survive sebuah produk. 
Kompensansi yang muncul dari semua itu adalah dukungan principal 
terhadap kegiatan distributor, yaitu program promosi dan sebagainya.
Ada kelebihan multidistributor dengan membuka kantor cabang sendiri? 
Jika membuka kantor cabang sendiri, dibuatkan SDM yang cukup banyak, 
terutama SDM manajerial seperti kepala cabang dan para supervisor. Kalau
 ditempuh dengan membuka kantor cabang, agar produsen cukup baik dan 
berhasil perlu melakukan step by step, tidak langsung membuka secara 
keseluruhan. Cara ini tentunya membutuhkan waktu yang cukup panjang agar
 bisa beroperasi secara nasional. Serta sangatlah rentan membuka kantor 
cabang secara serentak jika kantor pusat sendiri belum matang. 
Ibaratnya, jika mau mengkloning sebuah domba maka harus mencari bibit 
domba yang baik. Begitu pula jika mau menggandakan kantor cabang, 
sebaiknya kantor induk telah memiliki sistem yang baik. Untuk mewujudkan
 hal ini amatlah sulit dilakukan oleh produsen yang menginginkan 
produknya segera terdistribusi ke seluruh wilayah Indonesia. Sebab hal 
ini sangat terkait pula dengan program-program pemasaran lainnya yang 
bersifat nasional seperti mengiklankan produk melalui televisi. Jika 
produk tidak terdistribusi di seluruh wilayah maka produsen akan sia-sia
 membuang uang untuk beriklan di televisi.
Jika menggunakan distributor maka produsen tidak perlu bingung dengan
 SDM yang ada. Setiap distributor sudah memiliki SDM atau infrastruktur 
lainnya yang dibutuhkan oleh produsen. Infrastruktur tersebut antara 
lain seperti gudang, kantor, dan armada pengirim, peralatan kantor, dan 
sistem IT-nya. Paling penting, produsen tidak perlu mencari-cari 
pelanggan karena distributor sudah memiliki pelanggan tetap. Jadi, 
produsen tinggal melakukan kerja sama dengan distributor dan produsen 
bisa bekerja memasarkan produknya serupa jika mendirikan kantor cabang 
yang tersebar di seluruh Indonesia. Bagi produsen hal ini akan lebih 
mudah jika harus memaksakan diri mendirikan kantor cabang yang dilakukan
 secara serentak.
Selain itu, para SDM juga tidak seluruhnya siap pakai. Begitu pula 
hal yang krusial adalah pelanggan. Untuk mendapatkan pelanggan harus 
mencari-cari terlebih dahulu. Jika mendirikan kantor cabang, harus 
memberikan pelatihan yang cukup agar organisasi sebuah kantor cabang 
bisa berjalan dengan baik. Sementara itu jika melalui distributor, 
semuanya sudah tersedia. Kalaupun ingin memperbaikinya adalah dengan 
pelatihan manajemen, terutama di sales force, bukan secara basic, tetapi
 penyatuan visi dan misi. Secara prinsip, distributor sudah dapat 
dioperasikan dengan baik. Pada akhirnya, pada saat ini terutama ketika 
bahan bakar naik dan persaingan sudah semakin sengit produsen lebih 
memilih distributor daripada membuka kantor cabang untuk sebuah 
“percepatan” bisnis.  Hak tunggal dalam pemasaran produk jelas, sebab 
produsen memberikan wilayah penjualan pada distributor. Selain itu, 
distributor rata-rata tidak mau memasarkan produk yang tidak memiliki 
sistem territory, misalnya semua orang bisa menjadi distirbutor dengan 
wilayah penjualan bebas. Hal ini tidak disukai sebab distributor tidak 
akan pernah mendapatkan keuntungan karena harganya pasti rusak. Produsen
 yang profesional tidak akan membuat distributor bingung seperti ini, 
tetapi akan memberikan wilayah yang sudah ditetapkan dalam perjanjian. 
Serta dalam perjanjian distributor lain tidak diperbolehkan masuk 
wilayah distributor yang lain. Berbeda jika melakukan dengan masuk 
wilayah distributor yang lain. Berbeda jika melakukan dengan trading, 
maka para trader bisa masuk ke seluruh wilayah penjualan yang 
dikehendaki. Produsen dalam multidistributor tidak akan bekerja sama 
dengan cara trader seperti ini. Mereka lebih mengutamakan agar 
distributor lebih mengelola wilayah penjualannya sesuai potensialnya. 
Dengan demikian, kinerja distributor bisa diukur dengan baik.
Bahkan untuk mendukung kinerja distributor, ada principal yang 
membantu sampai ke sistem operasional distributor dengan menaruh sofware
 di distributor. Walaupun demikian, distributor bisa menggunakan 
aplikasi lainnya untuk keperluan distribusi barangnya sendiri. Sofware 
komputer produsen lebih banyak digunakan untuk menarik data inventori, 
data transaksi, dan data pelanggan. Data yang ditarik untuk kepentingan 
perencanaan produksi dan pengiriman produk, analisis pasar, dan analisis
 untuk program promosi. Selain untuk kegiatan tersebut, produsen juga 
akan mengatur sistem dan prosedur program promosi yang berkesinambungan 
melalui pemberitahuan, atau proposal-proposal yang dikirimkan.
Sistem hubungan antara distributor dan principal jelas dan dilindungi
 dengan undang-undang yang mengikat. Isi dari perjanjian itu bisa 
wilayah penjualan, harga dan diskon yang diberikan, jangka waktu 
pembayaran dari distributor ke produsen, tata cara retur barang minimal 
pengiriman barang, jaminan, jangka waktu selesai perjanjian kerja sama, 
serta lainnya. Isi dari surat perjanjian distribusian jelas mengatur 
kerja sama keduanya, win-win solution. Hanya dalam hal ini memang posisi
 principal sebagai pemilik barang lebih baik dibanding distributor. 
Namun, selama distributor bisa bekerja sesuai dengan keinginan principal
 maka distributor bisa bekerja sesuai dengan keinginan principal maka 
distributor bisa bertahan lama dengan kerja sama.
Oleh karena sistem yang dibangun sangat jelas maka tidak ada yang 
akan dirugikan, kecuali memang ada itikad yang kurang baik, entah 
principalnya atau distributornya. Namun umum perusahaan-perusahaan yang 
memiliki nama besar tidak akan sembarangan dalam kerja sama sebab ketika
 produsennya sewenang-wenang dalam memutuskan kerja sama, tidak menutup 
kemungkinan distributor melakukan gugtan terhadap principal. Kasus-kasus
 seperti ini sudah pernah terjadi dan dan nilai uang yang harus 
dikeluarkan oleh principal untuk mengganti komitmennya cukup besar, bisa
 meliaran rupiah. Oleh sebab itu, jika masih ada principal yang 
melakukan tindakan seperti ini, selain mulai tidak dipercaya oleh 
distributor, ia akan terkena beban yang akan digugat distributornya.
Sumber  : 1.Buku Peluang Bisnis Mendirikan Perusahaan Distributor