Rabu, 31 Mei 2017

Ide bisnis Mendirikan Perusahaan Distributor


distributor2

Mengambil peran menjadi distributor berarti anda harus siap untuk mencari sebanyak mungkin konsumen yang akan mengkonsumsi produk dari perusahaan consumer good bersangkutan. Hal ini dikarenakan marjin keuntungan dari distributor sangat tergantung terhadap raihan jumlah produk yang berhasil dijual, sehingga jika semakin sedikit menjual, maka semakin sedikit pula penghasilan yang akan diperoleh.  Oleh karena itu, selain jenis produk prinsipal, hal yang tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan adalah titik sebaran konsumen di area yang akan dijangkau oleh anda. Konsumen disini merupakan pengecer kecil maupun warung-warung yang akan menampung produk anda. Anda harus memperhitungkan dengan seksama berapa titik poin penjualan yang anda hasilkan, sehingga hal ini dapat berimbas kepada penyaluran produk dan pembayaran yang lancar.

Beberapa investor bertanya “Apa peluang bisnis dari membuka distributor?” kalau menganalisis kondisi sekarang ini, ternyata peluangnya cukup baik dan memiliki alasan yang masuk akal. Alasan pertama yang menjadi paradigma sekarang ini adalah munculnya produk asing yang masuk ke Indonesia dan membutuhkan mitra kerja sama dalam menyalurkan produk-produk buatan asing tersebut. Mengapa produsen asing membutuhkan mitra kerja sama? Selain adanya peraturan pemerintah yang memiliki prosedur cukup rumit jika menjalankan secara single, juga karena hambatan negara indonesia yang berpulau-pulau dan dikelilingi lautan. Selain itu, kultur budaya konsumen di Indonesia sangat beragam sehingga untuk melayaninya memerlukan penanganan khusus dimana hanya distributor lokal yang bisa lakukan.

Pada suatu kasus, produk milik asing dipasarkan di Indonesia, semua sistem dan pernak-pernik manajemen asing dimasukan ke Indonesia. Dalam kenyataannya para profesional yang menjalankan mengalami banyak hambatan. Contoh yang paling mudah adalah masalah konsisten pembayaran kepada perusahaan. Konon, di Amerika dengan sistem yang mereka miliki pelanggan-pelanggan bisa langsung menggunakan sistem yang sudah ada sehingga aktivitas manual untuk mengelola piutang penjualan tidak mengalami kesulitan. Berbeda dengan Indonesia, sistem ini ternyata tidak bisa berjalan dengan baik. Selain aneka ragam manajemen distributor yang ada, kultur orang Indonesia ternyata bukan dilihat kecanggihan dengan sistem. Di Indonesia bisnis lebih mengarah ke sistem kepercayaan sehingga para customer (pemilik toko) di Indonesia akan merasa tersinggung jika perusahaan terus “menagih” utang. Akhirnya, siapa yang bisa mengelola para customer yang ada di Indonesia yang tersebar di seluruh Indonesia yang jumlahnya jutaan itu? Tidak lain adalah para distributor lokal yang mengetahui daerah. Inilah beberapa alasan kenapa peluang mendirikan distributor masih terbuka lebar.

Selain itu siapa yang mengetahui pola atau kebiasaan konsumen di Indonesia? Tentunya para pemilik distributor lokal yang ada di daerah. Namun, permasalahnya tidak sejernih itu. Meskipun sudah ada distributor lokal, tetapi distributor lokal tersebut tidak muat lagi untuk menampung produk-produk principal yang baru. Termasuk produk-produk asing sehingga munculnya distributor baru sangat dibutuhkan oleh para principal produk asing. Bahkan produk lokal pun mulai memiliki pola yang sama dengan produk asing lainnya, yaitu tidak memasarkan sendiri. Mereka lebih menyukai menggunakan distributor sebagai kepanjangan tangan dari principal.

Multidistributor secara harfiah adalah “banyak distributor”. Itulah yang dikehendaki oleh produsen. Mereka akan bekerja sama dengan banyak distributor di seluruh Nusantara dalam rangka memasarkan produknya. Bagaimana mekanismenya dengan banyak distributor tersebut, produsen sudah mengatur wilayah penjualan masing-mjasing untuk distributor supaya setiap distributor bisa bekerja di wilayah penjualan yang sudah dipetahkan oleh produsen, agar kerja sama dengan para distributor teratur dan sesuai komitmennya, yaitu dengan suatu perjanjian yang legal secara hukum.

Memang ada perbedaan mendirikan kantor cabang dengan menggunakan konsep multidistributor. Perbedaan yang mencolok adalah di sisi manajemen. Jika membuka cabang sendiri maka manajemen operasional kantor cabang akan sama dengan manajemen operasional kantor induknya. Sementara itu bekerja sama dengan para pemilik distributor lokal sangat beragam. Para produsen tidak bisa melakukan intervensi sampai ke dalam manajemen distributor, terutama yang menyangkut keuangan, kebijakan, dan strategi distributor. Produsen melalui wakil-wakilnya hanya bisa intervensi di segala aktivitas yang berhubungan dengan penjualan. Oleh sebab itu, sangat disadari bahwa perbedaan ini jika tidak dikelola dengan baik akan menjadi hambatan utama dalam melakukan kerja sama. Bahkan untuk menyiasati hal ini, beberapa principal agar bisa memiliki data yang terbaru mengenai penjualan dan pemasaran, rela mengorbankan uang untuk membangun infrastruktur di bidang IT. Distributor akan diberikan software yang memiliki tujuan dan manfaat, antara lain adalah agar principal bisa melihat segala transaksi yang ada di distributor dan produsen bisa melakukan untuk kebutuhan survive sebuah produk. Kompensansi yang muncul dari semua itu adalah dukungan principal terhadap kegiatan distributor, yaitu program promosi dan sebagainya.

Ada kelebihan multidistributor dengan membuka kantor cabang sendiri? Jika membuka kantor cabang sendiri, dibuatkan SDM yang cukup banyak, terutama SDM manajerial seperti kepala cabang dan para supervisor. Kalau ditempuh dengan membuka kantor cabang, agar produsen cukup baik dan berhasil perlu melakukan step by step, tidak langsung membuka secara keseluruhan. Cara ini tentunya membutuhkan waktu yang cukup panjang agar bisa beroperasi secara nasional. Serta sangatlah rentan membuka kantor cabang secara serentak jika kantor pusat sendiri belum matang. Ibaratnya, jika mau mengkloning sebuah domba maka harus mencari bibit domba yang baik. Begitu pula jika mau menggandakan kantor cabang, sebaiknya kantor induk telah memiliki sistem yang baik. Untuk mewujudkan hal ini amatlah sulit dilakukan oleh produsen yang menginginkan produknya segera terdistribusi ke seluruh wilayah Indonesia. Sebab hal ini sangat terkait pula dengan program-program pemasaran lainnya yang bersifat nasional seperti mengiklankan produk melalui televisi. Jika produk tidak terdistribusi di seluruh wilayah maka produsen akan sia-sia membuang uang untuk beriklan di televisi.

Jika menggunakan distributor maka produsen tidak perlu bingung dengan SDM yang ada. Setiap distributor sudah memiliki SDM atau infrastruktur lainnya yang dibutuhkan oleh produsen. Infrastruktur tersebut antara lain seperti gudang, kantor, dan armada pengirim, peralatan kantor, dan sistem IT-nya. Paling penting, produsen tidak perlu mencari-cari pelanggan karena distributor sudah memiliki pelanggan tetap. Jadi, produsen tinggal melakukan kerja sama dengan distributor dan produsen bisa bekerja memasarkan produknya serupa jika mendirikan kantor cabang yang tersebar di seluruh Indonesia. Bagi produsen hal ini akan lebih mudah jika harus memaksakan diri mendirikan kantor cabang yang dilakukan secara serentak.

Selain itu, para SDM juga tidak seluruhnya siap pakai. Begitu pula hal yang krusial adalah pelanggan. Untuk mendapatkan pelanggan harus mencari-cari terlebih dahulu. Jika mendirikan kantor cabang, harus memberikan pelatihan yang cukup agar organisasi sebuah kantor cabang bisa berjalan dengan baik. Sementara itu jika melalui distributor, semuanya sudah tersedia. Kalaupun ingin memperbaikinya adalah dengan pelatihan manajemen, terutama di sales force, bukan secara basic, tetapi penyatuan visi dan misi. Secara prinsip, distributor sudah dapat dioperasikan dengan baik. Pada akhirnya, pada saat ini terutama ketika bahan bakar naik dan persaingan sudah semakin sengit produsen lebih memilih distributor daripada membuka kantor cabang untuk sebuah “percepatan” bisnis.  Hak tunggal dalam pemasaran produk jelas, sebab produsen memberikan wilayah penjualan pada distributor. Selain itu, distributor rata-rata tidak mau memasarkan produk yang tidak memiliki sistem territory, misalnya semua orang bisa menjadi distirbutor dengan wilayah penjualan bebas. Hal ini tidak disukai sebab distributor tidak akan pernah mendapatkan keuntungan karena harganya pasti rusak. Produsen yang profesional tidak akan membuat distributor bingung seperti ini, tetapi akan memberikan wilayah yang sudah ditetapkan dalam perjanjian. Serta dalam perjanjian distributor lain tidak diperbolehkan masuk wilayah distributor yang lain. Berbeda jika melakukan dengan masuk wilayah distributor yang lain. Berbeda jika melakukan dengan trading, maka para trader bisa masuk ke seluruh wilayah penjualan yang dikehendaki. Produsen dalam multidistributor tidak akan bekerja sama dengan cara trader seperti ini. Mereka lebih mengutamakan agar distributor lebih mengelola wilayah penjualannya sesuai potensialnya. Dengan demikian, kinerja distributor bisa diukur dengan baik.

Bahkan untuk mendukung kinerja distributor, ada principal yang membantu sampai ke sistem operasional distributor dengan menaruh sofware di distributor. Walaupun demikian, distributor bisa menggunakan aplikasi lainnya untuk keperluan distribusi barangnya sendiri. Sofware komputer produsen lebih banyak digunakan untuk menarik data inventori, data transaksi, dan data pelanggan. Data yang ditarik untuk kepentingan perencanaan produksi dan pengiriman produk, analisis pasar, dan analisis untuk program promosi. Selain untuk kegiatan tersebut, produsen juga akan mengatur sistem dan prosedur program promosi yang berkesinambungan melalui pemberitahuan, atau proposal-proposal yang dikirimkan.
Sistem hubungan antara distributor dan principal jelas dan dilindungi dengan undang-undang yang mengikat. Isi dari perjanjian itu bisa wilayah penjualan, harga dan diskon yang diberikan, jangka waktu pembayaran dari distributor ke produsen, tata cara retur barang minimal pengiriman barang, jaminan, jangka waktu selesai perjanjian kerja sama, serta lainnya. Isi dari surat perjanjian distribusian jelas mengatur kerja sama keduanya, win-win solution. Hanya dalam hal ini memang posisi principal sebagai pemilik barang lebih baik dibanding distributor. Namun, selama distributor bisa bekerja sesuai dengan keinginan principal maka distributor bisa bekerja sesuai dengan keinginan principal maka distributor bisa bertahan lama dengan kerja sama.

Oleh karena sistem yang dibangun sangat jelas maka tidak ada yang akan dirugikan, kecuali memang ada itikad yang kurang baik, entah principalnya atau distributornya. Namun umum perusahaan-perusahaan yang memiliki nama besar tidak akan sembarangan dalam kerja sama sebab ketika produsennya sewenang-wenang dalam memutuskan kerja sama, tidak menutup kemungkinan distributor melakukan gugtan terhadap principal. Kasus-kasus seperti ini sudah pernah terjadi dan dan nilai uang yang harus dikeluarkan oleh principal untuk mengganti komitmennya cukup besar, bisa meliaran rupiah. Oleh sebab itu, jika masih ada principal yang melakukan tindakan seperti ini, selain mulai tidak dipercaya oleh distributor, ia akan terkena beban yang akan digugat distributornya.


Sumber  : 1.Buku Peluang Bisnis Mendirikan Perusahaan Distributor

Tidak ada komentar: