Kamis, 18 Oktober 2018

Audit Plan (Perencanaan Pemeriksaan)

Standar Audit 300 Perencanaan suatu audit laporan keuangan (IAP, 2013) yang berlaku efektif mulai 1 januari 2013 (untuk emiten) dan 1 Januari 2014 (untuk entitas selain emiten) merupakan pedoman dalam menyusun perencanaan pemeriksaan.

Perencanaan suatu audit melibatkan penetapan startegi audit secara keseluruhan untuk perikatan tersebut dan pengembangan rencana audit.
Perencanaan audit yang baik mempunyai beberapa manfaat, antara lain membantu auditor untuk memberikan perhatian yang tepat antara area yang penting dan mengidentifikasi serta menyelesaikan masalah yang potensial secara tepat waktu. Standar pekerjaan lapangan pertama (IAP, 2011: 310.1) berbunyi sebagai berikut:
"Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya"

Begitu juga menurut AICPA auditing standards (Arens, 2017: 261):
"Auditor harus merencanakan pekerjaan auditnya dan jika digunakan asisten harus di supervisi dengan sebaik-baiknya.

Perencanaan dan suoervisi berlangsung terus-menerus selama audit, dan prosedur yang berkaitan sering kali tumpang tindih (overlap). Auditor sebagai penanggung jawab akhir atas audit dapat mendelegasikan sebagian fungsi perencanaan dan supervisi auditnya kepada staf lain dalam kantor akuntannya (asisten)

Perencanaan audit meliputi pengembangan strategi menyeluruh pelaksanaan dan lingkup audit yang diharapkan. Sifat, luas, dan saat perencanaan bervariasi dengan ukuran dan kompleksitas satuan usaha, pengalaman mengenai satuan usaha, dan pengetahuan tentang bisnis satuan usaha. Dalam perencanaan audit, auditor harus mempertimbangkan, antara lain:
  1. Masalah yang berkaitan dengan bisnis satuan usaha tersebut dan industri di mana satuan usaha tersebut beroperasi didalamnya.
  2. Kebijakan dan prosedur akuntansi satuan usaha tersebut.
  3. Metode yang digunakan oleh satuan usaha tersebut dalam mengolah informasi akuntansi yang signifikan, termasuk penggunaan organisasi jasa dari luar untuk mengolah informsi akuntansi pokok perusahaan.
  4. Penetapan tingkat pengendalian yang direncanakan.
  5. Pertimbangan awal tentang tingkat materialitas untuk tujuan audit.
  6. Pos laporan keuangan yang mungkin memerlukan penyesuaian (adjustment).
  7. Kondisi yang mungkin memerlukan perluasan atau pengubahan pengujian audit, seperti resiko kekeliruan dan ketidakberesan yang material atau adanya transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa
  8. Sifat laporan audit yang diharapkan akan diserahkan kepada pemberi tugas (sebagai contoh, laporan audit tentang laporan keuangan konsolidasi, laporan khusus untuk menggambarkan kepatuhan klien terhadap kontrak/perjanjian).
Sumber : buku Auditing

Tidak ada komentar: