Rabu, 05 Desember 2018

Perjanjian Yang Dibuat Secara Lisan dan Tertulis

Sewaktu beli minuman dingin di minimarket, Anda telah terikat dengan perjanjian jual beli. Anda hanya perlu membayar harganya sesuai bandrol di mesin kasir sebelum membawanya pulang. Jika Anda tidak setuju dengan harganya, Anda dapat mengembalikan botol minuman itu ke mesin pendingin dan mencari mini market lain yang menjualnya dengan harga yang lebih murah. Namun, hanya untuk membeli sebotol minuman dingin, Anda tidak perlu menuliskan perjanjian itu di atas kertas dan membuang-buang waktu Anda di depan mesin kasir. Sesuai syarat-sahnya perjanjian Pasal 1320 KUHPerdata, sebuah perjanjian tidak mensyaratkan harus dibuat dalam bentuk tertulis.

Bukan hanya cukup dengan lisan, bahkan tanpa ucapan lisan yang mengandung janji-janji pun sebuah perjanjian bisa dilahirkan. Sebuah perjanjian bisa muncul berdasarkan tindakan-tindakan nyata yang dilakukan oleh para pihak. Dengan dilakukannya penyerahan barang dan pembayaran harga, meski tanpa janji-janji secara lisan, perjanjian jual beli telah dilahirkan.

Meskipun perjanjian dapat dibuat secara lisan, tetapi sebaiknya perjanjian dibuat secara tertulis (kontrak). Perjanjian yang dibuat tertulis (kontrak). Perjanjian yang dibuat tertulis selain dapat menafsirkan lebih rinci maksud-maksud para pihak dalam hubungan kerja sama mereka, juga memberi kepastian hukumsebagai alat bukti di pengadilan jika salah satu pihak wanprestasi. Sebagai alat bukti tulisan dalam gugatan hukum di pengadilan, perjanjian merupakan bukti yang sangat penting, paling banyak digunakan, dan sangat menentukan putusan hakim dalam banyak kasus.

Sumber : Panduan Membuat Kontrak Bisnis 

Tidak ada komentar: